Senin, 08 April 2019

Membaca Pidato Kenegaraan Presiden dalam Sidang Tahunan MPR 2018 pada Bidang Hukum

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebagaimana ketentuan Konstitusi Pasal 2 ayat (2), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bersidang minimal sekali dalam lima tahun. Pada annual meeting MPR tahun 2018 ini, Presiden Republik Indonesia (Ir. Joko Widodo) pada hari ini tanggal 16 Agustus 2018 telah berpidato dihadapan sidang MPR dan salah satu isi pidatonya adalah kembali menekankan tujuan bernegara dalam konteks kontemporer, yaitu mewujudkan kesejahteraan.

Berikut dikutip perihal dimaksud: "Kita tidak ingin kesejahteraan hanya dinikmati oleh seseorang atau sekelompok orang. Inilah janji kemerdekaan yang harus kita segera wujudkan, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut mewujudkan ketertiban dunia. Kesanalah kita bergerak..." Mungkin pidato kenegaraan dimaksud terkesan klise, akan tetapi Presiden dengan jelas mengatakan bahwa janji negara kepada rakyatnya adalah mewujudkan kesejahteraan.

Tujuan Kemerdekaan dan Korelasinya dengan Hukum

Bagaimana mewujudkan kesejahteraan? Hal ini tentu menjadi domain pokok ilmu ekonomi, akan tetapi pada akhirnya menjadi urusan hukum juga, setidaknya hukum sebagai salah satu supporting system dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan dimaksud. Bahkan saking pentingnya hukum dalam negara kita, Pasal 1 ayat (3) Konstitusi berbunyi: "Negara Indonesia adalah negara Hukum". Dengan kata lain, korelasi antara tujuan kemerdekaan dengan hukum adalah untuk mewujudkan kesejahteraan, tentunya usaha dimaksud melalui cara-cara yang legal.

Dalam Pidato kenegaraannya, dalam iklim kemerdekaan saat ini, bahwa pada bidang hukum juga tengah terjadi pembangunan, beliau memaparkan bahwa terkait lembaga Mahkamah Agung (MA): "Pada pembangunan bidang hukum, Mahkamah Agung terus berinovasi, guna meningkatkan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh keadilan dan layanan publik, seperti penerbitan Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Melalui Perma itu, penyelenggaraan administrasi peradilan diubah dari yang sebelumnya bersifat konvensional menjadi sistem elektronik melalui aplikasi e-court. Dengan begitu, pencari keadilan memperoleh berbagai kemudahan dan efisiensi yang cukup signifikan, mulai dari biaya pengajuan gugatan, waktu, dan lain-lain".

Tidak hanya itu, beliau juga menyinggung lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai berikut: "Sampai dengan Juli 2018, MK sudah menerima 63 perkara. Secara keseluruhan, pada tahun 2018 ini MK telah memutus dan mengadili sebanyak 112 perkara yang menjadi perhatian publik, seperti pengujian UU MD3 terkait dengan Pemanggilan Paksa oleh DPR, Hak Immunitas Anggota DPR, Pengujian UU LLAJ yang berkaitan dengan Keberadaan Ojek Daring, hingga putusan MK yang memastikan Advokat dapat menjadi kuasa hukum di Peradilan Pajak."

Presiden juga menyebut lembaga Komisi Yudisial (KY) dalam pidatonya, sebagaimana dikutip berikut: "KY juga telah memfasilitasi penyelenggaraan pelatihan pemantapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim bagi 117 Hakim. Melalui upaya-upaya tadi, KY berketetapan untuk memastikan peningkatan kualitas peradilan yang makin berbasis pada kesinambungan, yaitu antara independensi kekuasaan kehakiman dengan penguatan akuntabilitas kekuasaan kehakiman".

Klaim-klaim pembangunan terkait domain hukum pada pidato tahunan 2018 di atas dibaca dalam konteks menjadi suporting system dalam mewujudkan negara yang berkesejahteraan, sebagaimana layaknya janji kemerdekaan di atas.

Membaca Pembangunan dalam Bidang Hukum

Lalu, apakah klaim-klaim pembangunan dalam bidang hukum yang tengah berjalan, baik pada lembaga Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY) sebagaimana diuraikan dalam pidato kenegaraan Presiden di atas telah mencerminkan suatu langkah-langkah konkrit dari hukum dalam mewujudkan negara kesejahteraan?

Menurut hemat penulis, jika kita cermati dengan seksama pembangunan-pembangunan pada bidang hukum dalam pidato kenegaraan Presiden di atas adalah condong ke arah pembangunan hukum dalam arti prosedural. Pendekatan yang sama juga terlihat dalam menanggapi penuntasan kasus-kasus HAM di masa lampau, maupun persoalan penegakan hukum atas tindak pidana korupsi serta institusi lembaga KPK.

Dalam pidato kenegaraannya tahun ini, Presiden Joko Widodo belum memaparkan pembangunan bidang hukum dari aspek yang lebih substansial. Klaim pembangunan-pembangunan pada bidang hukum ini belum menjawab misalnya atas pertanyaan, apakah pembangunan hukum yang telah dilakukan secara nyata berdampak pada mulai tercapainya cita-cita negara Republik Indonesia yang sejahtera? Kita harap pada pidato kenegaraan Presiden pada HUT RI ke-74, tahun 2019 yang akan datang, sudah mulai membahas titik terang ini, aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A Young Woman From England, Falls In Love With a Con Man Named Lord Bertie

  ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Sritex Declared Bankrupt By The Semarang...