Tim Hukumindo
Mundurnya Sandiaga Uno
Dari Wakil Gubernur D.K.I. Jakarta
Sandiaga
Uno resmi mundur sebagai Wakil Gubernur D.K.I. Jakarta usai membacakan surat
pengunduran diri di Gedung DPRD D.K.I. Jakarta dalam sidang paripurna, Senin 27
Agustus 2018. Dalam rapat itu, Sandi membacakan surat pengunduran diri di depan
sembilan fraksi DPRD D.K.I. "Sesuai
undang-undang maka dengan ini saya Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan berhenti
dari jabatan saya Wakil Gubernur D.K.I. Jakarta periode 2017-2022.”[1] Jika
dihitung sampai saat ini, maka kekosongan jabatan Wakil Gubernur D.K.I. Jakarta
sampai saat ini telah lebih dari 9 (sembilan)
bulan.
Sandi
telah mengajukan surat pengunduran diri pada tanggal 9 Agustus 2018. Ia
melayangkan surat ke Gubernur Anies Baswedan setelah namanya menguat sebagai cawapres
Prabowo Subianto. Lalu surat itu diteruskan ke DPRD oleh Wakil Ketua DPRD D.K.I.
Muhammad Taufik, sehari setelahnya. DPRD D.K.I. pun telah menggelar paripurna
pada 21 Agustus 2018. Namun karena Sandi tidak hadir, rapat diundur. Setelah
ini, Gerindra, PKS, dan PAN sebagai partai pengusung akan mengajukan dua nama
pengganti Sandi ke DPRD D.K.I.[2] Lalu bagaimana sebenarnya mekanisme hukum
untuk pengisian jabatan Wakil Gubernur ini.
Mekanisme Pengisian
Jabatan Wakil Gubernur
Mekanisme
pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur telah diatur dalam Pasal 176
Undang-Undang Nomor: 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU
Pilkada). Bunyi Pasal 176 ayat (1) undang-undang dimaksud adalah sebagai
berikut: “Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil
Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri,
atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD
Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai
Politik pengusung.”[3]
Sedangkan
bunyi ayat (2) Pasal 176 undang-undang dimaksud berbunyi sebagai berikut: “Partai Politik atau gabungan Partai Politik
pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan
Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati,
atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah”. Pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur dilakukan jika sisa
masa jabatannya lebih dari 18 bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut.[4]
Selanjutnya
terkait dengan prosesi pemilihan Wakil Gubernur dalam Rapat Paripurna DPRD,
telah diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi, Kabupaten dan Kota. Pemilihan Wagub diselenggarakan dalam
rapat paripurna DPRD dan hasil pemilihannya ditetapkan dengan keputusan DPRD.
Dari situ kemudian Pimpinan DPRD mengumumkan pengangkatan Wakil Gubernur baru
dan menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan Wagub kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri (Mendagri).[5] Dari segi aturan, belum begitu jelas sampai
berapa lama kekosongan ini diperbolehkan.
Mendorong Pengisian
Jabatan Wakil Gubernur D.K.I. Jakarta Melalui Mekanisme Gugatan
Sampai
saat ini, partai pengusung pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga S. Uno, seyogyanya
sudah mulai mengeksekusi secara riil mekanisme
peraturan perundang-undangan dimaksud untuk mengisi jabatan Wakil Gubernur D.K.I.
Jakarta, akan tetapi berbagai kendala seringkali dikemukakan, terutama terkait
adanya hajatan Pilkada dan Pilpres serentak tahun 2019 ini. Tidak bisa
dipungkiri, hajatan Pilpres dan Pilkada serentak dimaksud tentu menyita waktu
dan tenaga, konsekwensinya hampir dipastikan pengisian ini menunggu pelantikan
komposisi DPRD D.K.I. hasil Pilkada 2019 terpilih. Patut disayangkan para politisi
partai pengusung sebelumnya juga tidak bergerak cepat atau setidaknya
mengantisipasi kondisi kekosongan ini.
Meskipun
pada dasanya jabatan Wakil Gubernur adalah satu paket dengan Gubernur, namun
dengan belum juga terisinya jabatan Wakil Gubernur D.K.I. Jakarta menjadikan pengelolaan
tugas pemerintahan daerah menjadi tidak ideal. Sudah sewajarnya terdapat
tugas-tugas pemerintahan yang dapat didelegasikan dari Gubernur kepada Wakil
Gubernur, meskipun tidak menyangkut hal-hal yang signifikan. Selain itu, dengan
berlarut-larutnya proses pengisian jabatan Wakil Gubernur ini, mengindikasikan
ada hal yang tidak seharusnya terjadi. Atau mungkin dalam proses yang
seharusnya dilakukan terdapat hal-hal yang mengganjal, ataupun digantungkan
pada dinamisnya politik di luar mekanisme hukum, yang seharusnya dapat dicari
solusinya dengan cepat atau dilakukan antisipasi.
Dikarenakan
penulis berada di luar sistem yang seharusnya melaksanakan mekanisme dimaksud,
serta dari segi aturan, belum begitu jelas sampai berapa lama kekosongan ini diperbolehkan,
maka salah satu tawaran solusi hukum yang dapat ditempuh bagi rakyat D.K.I.
Jakarta adalah dengan mengajukan gugatan Perdata agar mekanisme untuk mengisi
kekosongan jabatan di atas segera dilaksanakan. Terutama oleh partai politik
pengusung seperti Gerindra, PKS, dan PAN
wilayah D.K.I. Jakarta yang seharusnya memegang inisitif untuk lebih cepat
bergerak.
________________________________
|
1. "Sandiaga
Uno Resmi Mundur sebagai Wakil Gubernur DKI", CNNIndonesia.com, Dhio Faiz, 27
Agustus 2018, Diakses pada 23 Juni 2019,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180827151253-20-325219/sandiaga-uno-resmi-mundur-sebagai-wakil-gubernur-dki
2. Ibid.
3. "Kursi Wagub DKI Kosong, Begini Aturan dan
Mekanisme Pengisiannya", Metrosindonews.com, Puguh Hariyanto, 12
Agustus 2018, Diakses pada 23 Juni 2019,
https://metro.sindonews.com/read/1329833/171/kursi-wagub-dki-kosong-begini-aturan-dan-mekanisme-pengisiannya-1534077327
4.
Ibid.
5.
Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar