(aktual.com)
Oleh:
Tim Hukumindo
Sejarah Singkat
Keluarga Dan Pendidikan
Suardi
Tasrif lahir 3 Januari 1922 di Cimahi, Jawa Barat. la adalah anak pasangan
Mohammad Tasrif dan Siti Hapzah. Suardi Tasrif menikah dengan Ratna Hajari
Singgih pada tanggal 19 Juli 1949 di Cigunung, Bogor. Mereka dikaruniai enam
orang anak, Haydarsyah Rizal, Gaffarsyah Rizal, Handriansyah Razad, Irawansyah
Zehan, Praharasyah Rendra, dan Furi Sandra Puspita Rani. Keenam anak Suardi
Tasrif tersebut telah berkeluarga dan telah memberikannya sembilan orang cucu.[1]
Suardi
Tasrif mengawali pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR) tahun 1929-1936. Lalu, ia
melanjutkan pendidikannya ke MULO (setingkat SMP) tahun 1936-1939, dan ke AMS
(setingkat SMA) tahun 1939-1942. Setelah itu, Suardi Tasrif melanjutkan
pendidikannya ke Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, tahun 1462-1965. Selain
pendidikan formal, Suardi Tasrif juga mengikuti pendidikan nonformal di
Universitas Colombia (kursus politik).[2]
Karir Advokat
Suardi
Tasrif memulai debutnya di bidang sastra mulai tahun 1945. Dalam waktu relatif
pendek (sekitar lima tahun) ia telah berhasil menyelesaikan beberapa cerita
pendek, puisi, naskah drama, dan beberapa buah artikel sastra. Sayangnya,
keinginannya menjadi sastrawan itu didasari oleh ajakan Usmar Ismail.
Akibatnya, setelah Usmar Ismail meninggal, ia merasa kehilangan semangat untuk
menulis karya sastra. Oleh karena itu nama Suardi Tasrif memang jadi lebih
dikenal orang sebagai seorang pengacara yang andal dan mantan wartawan senior
daripada seorang sastrawan. Pendidikan Suardi Tasrif selanjutnya memang
berhubungan dengan dunia hukum dan jurnalistik. Sebenarnya sejak kecil Suardi
Tasrif memang sudah kagum dan tertarik pada masalah sosial dan hukum. Suardi
Tasrif mengagumi dua tokoh pengacara (Sastra Mulyana dan Mr. Ishaq
Cokrohadisuryo) yang membela Bung Karno di pengadilan Kolonial Belanda tahun
1930-an.[3]
Setelah
magang di kantor advokat Mr. Iskaq, Suardi mendirikan kantor advokatnya
sendiri. Ia pernah menjabat Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia. Ia juga
menjadi anggota The International Bar Association, The Law Association for Asia
and Western Pacific (Lawaisis). Selain pendidikan formal, Suardi juga mengikuti
pendidikan nonformal seperti kursus politik di Universitas Colombia, Amerika
Serikat.[4]
Suardi
Tasrif pernah menjadi Ketua Umum Peradin (Persatuan Advokat Indonesia). Di
samping itu, ia juga salah seorang yang turut memperjuangkan berdirinya LBH
(Lembaga Bantuan Hukum) tahun 1970 dan ikut membentuk Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia).
Tahun 1994 Suardi Tasrif mendapat anugerah Bintang Mahaputra Kelas II atas
jasa-jasanya yang diberikan kepada negara.[5]
Karir Jurnalistik
Dalam
dunia jurnalistik Indonesia, berbekal ilmu hukum yang dikuasainya, ia juga
berperan sebagai perumus Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI) pada 1954. Kongres PWI di Padang tahun 1978 menunjuknya menjadi Ketua
Dewan Kehormatan PWI. Tahun 1988, ia juga duduk dalam Dewan Kehormatan PWI,
yang bertugas mengawasi agar Kode Etik dipatuhi oleh wartawan anggota PWI.[6]
Dalam
catatannya di zaman Orde Baru, Suardi menyesalkan PWI, organisasi tempat
bernaung para wartawan yang dulu dipandang memiliki idealisme tinggi. “Sekali pun PWI tidak berkiblat pada
organisasi politik, tapi banyak tokoh dalam pimpinan PWI, di pusat maupun di
daerah yang menjadi fungsionaris Golkar, partai yang berkuasa. Tidak mungkin
diharapkan bahwa dalam konstelasi politik seperti sekarang, PWI dapat
mempertahankan kemandiriannya,” tulisnya.[7]
Dalam
catatan yang ada menjelang akhir hidupnya, Suardi merasa sangat gundah melihat
sosok pers Indonesia. Suardi menilai, dalam menyiarkan berita dan pendapat
tentang peristiwa dalam negeri, terasa sekali pers Indonesia harus melakukan
sensor diri sebesar-besarnya. Ini membuat isi surat kabar jadi menjemukan untuk
dibaca. Seperti halnya keadaan di zaman Orde Lama, di masa Orde Baru pun
membaca satu surat kabar dirasa sudah cukup, karena surat kabar lain isinya
juga sama saja.[8]
Suardi
Tasrif meninggal dunia di Jakarta, 24 April 1991, pada usia 69 tahun. Namanya
diabadikan oleh organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam bentuk
penghargaan Suardi Tasrif Award. Penghargaan ini tiap tahun diberikan oleh AJI
Indonesia kepada warga Indonesia yang dianggap telah berjasa dan berkontribusi
bagi kebebasan pers dan kemajuan pers Indonesia.[9]
Penutup
Dari
literatur yang penulis bisa dapatkan, sumbangsih Suardi Tasrif terhadap negara
lebih menonjol dari bidang jurnalistik, ia dikenal sebagai salah satu tokoh
pers Indonesia yang idealis, hingga akhir hanyatnya tetap memperjuangkan pers
yang lebih objektif lepas dari campur tangan pemerintah. Tidak mengherankan
kemudian namanya diabadikan oleh organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
dalam bentuk penghargaan Suardi Tasrif Award.
Yang
menarik adalah Suardi Tasrif juga mempunyai latar belakang sarjana hukum. Menjalankan
praktik advokat dan menpunyai kantor hukum sendiri. Selain itu, sebagaimana
telah disebutkan di atas, ia juga pernah menjadi Ketua Umum Peradin (Persatuan
Advokat Indonesia). Jika penulis boleh berpendapat, maka prestasi puncak Suardi
Tasrif dalam bidang hukum adalah ketika menjabat Ketua Umum Peradin. Meskipun
demikian, pada sumber laman yang lain dengan judul: “Sejarah PERADIN”, penulis belum menemukan Suardi Tasrif sebagai
salah satu Ketua Umum Peradin.[10]
Terlepas
dari hal itu, menurut hemat pembaca yang budiman, apakah Suardi Tasrif ini
layak digolongkan sebagai tokoh advokat atau jurnalistik? Ataukah keduanya?
________________________________ |
1. "Suardi
Tasrif", Badan
Pengembangan Bahasa Dan Perbukuan KEMENDIKBUD, Diakses 4 Juni 2019, http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/suardi-tasrif
2.
Ibid.
3.
Ibid.
4. "Suardi Tasrif,
"Bapak" Kode Etik Jurnalistik", Satrioarismunandar6.blogspot.com,
Satrio Arismunandar, 13 Agustus 2015, Diakses pada 4 Juni 2019, http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2015/08/suardi-tasrif-bapak-kode-etik.html?q=suardi+tasrif
5.
Badan
Pengembangan Bahasa Dan Perbukuan KEMENDIKBUD, Op.Cit.
6.
Satrioarismunandar6.blogspot.com,
Op.Cit.
7.
Satrioarismunandar6.blogspot.com,
Op.Cit.
8.
Satrioarismunandar6.blogspot.com,
Op.Cit.
9.
Satrioarismunandar6.blogspot.com,
Op.Cit.
10. "Sejarah PERADIN", Peradin.or.id, Diakses pada 4 Juni
2019, http://peradin.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=48%3Asejarahperadin&catid=36%3Atentang-peradin&lang=in
Tidak ada komentar:
Posting Komentar