Tim Hukumindo
Kuliah
sebelumnya berjudul: 'Azas Hukum Pidana Menurut Waktu’, telah kita lalui, selanjutnya dalam kesempatan ini akan
dibahas mengenai azas-azas tidak tertulis dalam hukum pidana. Kenapa di dalam
tulisan ini dinamai azas-azas yang tidak tertulis dalam hukum pidana?
Jawabannya adalah azas yang tidak tertulis atau tidak dirumuskan dengan tegas
dalam KUHP akan tetapi telah dianggap berlaku di dalam praktik hukum pidana.[1]
Hal
dimaksud meliputi empat hal, yaitu: [2]
- Tidak dipidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld);
- Alasan pembenar (rechtsvaardigingsgronden);
- Alasan pemaaf (schulduitsluitingsgronden);
- Alasan penghapus penuntutan (onvervolgbaarheid/vervolgbaarheid).
Tiada Pidana Tanpa
Kesalahan
Azas
tiada pidana tanpa kesalahan dan azas penghapusan kesalahan merupakan dua hal
yang mempunyai titik kesamaan, akan tetapi penggunaannya berbeda. Tiada pidana
tanpa kesalahaan adalah azas penghapusan pidana yang bersifat umum dan luas
yang biasanya “schuld” itu mengandung
tiga macam sifat atau elemen yang terdiri atas: pertama tentang adanya kemampuan bertanggung jawab dari pembuat, kedua tentang adanya keadaan batin
tertentu dari pembuat yang dihubungkan dengan kejadian dengan bentuk
kesengajaan atau kealpaan, dan ketiga
karena tidak terdapatnya pertanggungjawaban dari suatu kejadian atas pembuat.[3]
Syarat
kemampuan bertanggung jawab dari pembuat merupakan elemen pokok dalam azas
kesalahan, ketidakmampuan bertanggungjawab berlaku bagi seseorang yang tidak
dapat menginsyafi arti perbuatannya, misalkan karena di bawah umur, atau karena
fungsi batrinnya tidak normal atau sakit jiwa. Bagi mereka ini tidak dapat
dipidana.[4]
Elemen
kedua adalah culpa atau opzet, yaitu merupakan hubungan antara
keadaan batin dan kejadian karena kelakuan pembuat yang di dalam KUHP
dirumuskan menjadi delik.[5]
Elemen
ketiga yaitu tentang tidak terdapatnya pertanggungan jawab dari suatu keadaan
batin si pembuat yang menjadi elemen ketiga dari kesalahan dan merupakan dasar
untuk alasan penghapus pidana. Misalnya adalah seorang dokter yang melakukan
perbuatan daya paksa (pasal 48), seseorang yang memukul orang lain karena
perbuatan pembelaan terpaksa (pasal 49 ayat (2)).[6]
Alasan Pembenar
Suatu
keadaan tertentu dari perbuatan seseorang yang menghapuskan atau meniadakan
sifat elemen hukum sehingga perbuatan yang bersangkutan tidak melawan atau
bertentangan dengan hukum (alasan pembenar), seperti misalnya perbuatan orang
karena pembelaan terpaksa (noodweer)
dalam pasal 49 ayat (1), atau perbuatan seseorang karena melaksanakan ketentuan
undang-undang dalam pasal 50 KUHP.[7]
Alasan Pemaaf
Dasar
pikiran “schulduitsluitinggronden”
artinya perbuatan seseorang tetap sebagai perbuatan melawan hukum yang karena
alasan tertentu perbuatan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
pembuat sehingga kesalahannya dihapuskan (dimaafkan).[8]
Alasan Penghapus
Penuntutan
Vos
dalam Bambang Poernomo menerangkan kejahatan harta kekayaan antara suami-isteri
tidak terpisah kekayaannya atau pisah ranjang dan meja, perbuatan yang dijamin
dengan parlementaire immuniteit,
kesemuanya itu merupakan hal-hal tertentu yang menjadi alasan penghapusan
penuntutan. Dasar logika untuk alasan penghapusan penuntutan, bagi Pasal 367
dan seterusnya karena hubungan hidup kekeluargaan, dan bagi parlementaire immuniteit untuk
kepentingan bebas berbicara di dalam persidangan parlemen.[9]
Dibandingkan
dengan “strafuitsluitingsgronden”
yang lain, maka peniadaan pidana yang berdasarkan “vervolgbaarheid uitsluiten” mempunyai keuntungan praktis, karena
tidak perlu memakan waktu dan membuang tenaga untuk sampai pada putusan Hakim
untuk melepaskan dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging), melainkan cukup pernyataan tidak
diterimanya penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum atas dasar pertimbangan politik
kriminil pemerintah melalui saluran penghentian penuntutan.[10]
_________________________________
|
1. “Asas-asas
Hukum Pidana”, Prof.
DR. Bambang Poernomo, S.H., Ghalia
Indonesia, Jakarta, Terbitan Keenam, 1993, Hal.: 80.
2. Ibid.
Hal.: 80.
3. Ibid.
Hal.: 81.
4. Ibid.
Hal.: 81.
5. Ibid.
Hal.: 81.
6. Ibid.
Hal.: 82.
7. Ibid.
Hal.: 82.
8. Ibid.
Hal.: 82.
9. Ibid.
Hal.: 83.
10. Ibid. Hal.: 83.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar