Kamis, 25 Juli 2019

Penggolongan Delik

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebagaimana telah kita lewati kuliah sebelumnya berjudul: ‘Subjek dan Rumusan Delik’, selanjutnya dalam kesempatan ini akan dibahas mengenai penggolongan daripada delik.

Penggolongan Delik

Penggolongan jenis-jenis delik di dalam KUHP, terdiri atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Penggolongan untuk kejahatan disusun di dalam Buku II KUHP dan pelanggaran disusun di dalam Buku III KUHP. Undang-undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, akan tetapi tidak memberikan arti yang jelas.[1] Oleh karena itu, sederhana sekali bahwa berbagai macam delik, khususnya yang terdapat di dalam KUHP, dapat digolongkan ke dalam dua kategori, pertama adalah delik kejahatan dan kedua adalah delik pelanggaran. Berikut dijelaskan mengenai perbedaan antara Kejahatan dengan Pelanggaran.

Kejahatan

Risalah penjelasan undang-undang (Mvt) yang terdapat di negara Belanda membuat ukuran kejahatan atas dasar teoritis bahwa kejahatan adalah “rechtdelicten”. Ilmu Pengetahuan kemudian menjelaskan bahwa rechtdelicten merupakan perbuatan dalam keinsyafan batin manusia yang dirasakan sebagai perbuatan tidak adil dan disamping itu juga sebagai perbuatan tidak adil menurut undang-undang.[2]

Kejahatan adalah “crimineel-onrecht”, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum. Ada juga yang memberikan pendapat lain bahwa arti crimineel-onrecht sebagai perbuatan bertentangan dengan norma-norma menurut kebudayaan atau keadilan yang ditentukan oleh Tuhan atau membahayakan kepentingan hukum.[3]

Pelanggaran

Risalah penjelasan undang-undang (Mvt) yang terdapat di negara Belanda membuat ukuran kejahatan atas dasar teoritis bahwa pelanggaran adalah “wetsdelicten”. Ilmu Pengetahuan kemudian menjelaskan bahwa wetdelicten merupakan perbuatan yang menurut keinsyafan batin manusia tidak dirasakan sebagai perbuatan tidak adil, tetapi baru dirasakan sebagai perbuatan terlarang karena undang-undang mengancam dengan pidana.[4]

Pelanggaran adalah “politie-onrecht”, yaitu merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Politie-onrecht ini menitikberatkan sebagai perbuatan yang pada umumnya dilarang oleh peraturan penguasa atau negara.[5]

Sebagai kesimpulan, Bambang Poernomo menjelaskan, bahwa perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran dikarenakan sifat dan hakikatnya, seperti ukuran perbedaan yang telah diuraikan terdahulu, akan tetapi adapula perbedaan kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas ukuran pelanggaran itu dipandang dari sudut kriminologi tidak begitu berat dibandingkan dengan kejahatan. Perbedaan yang demikian itu disebut perbedaan secara kualitatif dan kuantitatif.[6]
_________________________________
1.  “Asas-asas Hukum Pidana”, Prof. DR. Bambang Poernomo, S.H., Ghalia Indonesia, Jakarta, Terbitan Keenam, 1993, Hal.: 95-96.
2.  Ibid. Hal.: 96.
3.  Ibid. Hal.: 96.
4.  Ibid. Hal.: 96.
5.  Ibid. Hal.: 96.
6.  Ibid. Hal.: 97.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar