Senin, 30 September 2019

Istilah Dan Pengertian Kesalahan (Schuld)

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Telah kita lalui kuliah sebelumnya yang berjudul: ‘Pengertian Perbuatan Pidana Dan Strafbaar Feit’, pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Istilah dan Pengertian Kesalahan (Schuld).

Seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang bersifat melawan hukum, atau melakukan sesuatu perbuatan mencocoki dalam rumusan undang-undang hukum pidana sebagai perbuatan pidana, belumlah berarti bahwa dia langsung dipidana. Dia mungkin dipidana, yang tergantung kepada kesalahannya.[1]

Dapat dipidananya seseorang, terlebih dahulu harus ada dua syarat yang menjadi satu keadaan, yaitu perbuatan yang bersifat melawan hukum sebagai sendi perbuatan pidana, dan perbuatan yang dilakukan itu dapat dipertanggungjawabkan sebagai sendi kesalahan. Putusan untuk menjatuhkan pidana harus ditentukan adanya perbuatan pidana dan adanya kesalahan yang terbukti dari alat bukti dengan keyakinan Hakim terhadap seorang tertuduh yang dituntut di muka pengadilan.[2]

Vos menjelaskan bahwa tanpa sifat melawan hukumnya perbuatan tidaklah mungkin dipikirkan adanya kesalahan, namun sebaliknya sifat melawan hukumnya perbuatan mungkin ada tanpa adanya kesalahan. Prof. Moeljatno, S.H., menyatakan lebih baik dengan kalimat, bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana, tetapi meskipun melakukan perbuatan pidana tidak selalu dia dapat dipidana.[3]

Istilah kesalahan berasal dari kata “schuld”, yang sampai saat sekarang belum resmi diakui sebagai istilah ilmiah yang mempunyai pengertian pasti, namun sudah sering dipergunakan di dalam penulisan-penulisan.[4]

Apakah pengertian kesalahan itu, menurut pandangan para ahli hukum pidana? Ternyata terdapat keanekaragaman pendapat mengenai apa yang dimaksud pengertian kesalahan.[5]

Menurut Jonkers di dalam keterangan tentang “schuldbegrip” membuat pembagian atas tiga bagian dalam pengertian kesalahan yaitu:[6]
  1. Selain kesengajaan atau kealpaan (opzet of schuld);
  2. Meliputi juga sifat melawan hukum (de wederrechtelijkheid);
  3. dan kemampuan bertanggung jawab (de toerekenbaarheid).
Pompe berpendapat bahwa pengertian kesalahan mempunyai tanda sebagai hal yang tercela (verwijtbaarheid) yang pada hakikatnya tidak mencegah (vermijdbaarheid) kelakuan yang bersifat melawan hukum (der wederrechtelijke gedraging). Kemudian dijelaskan pula tentang hakikat tidak mencegah kelakuan yang bersifat melawan hukum (vermijdbaarheid der wederrechtelijke gedraging) di dalam perumusan hukum positif, di situ berarti mempunyai kesengajaan dan kealpaan (opzet en onachtzaamheid) yang mengarah kepada sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) dan kemampuan bertanggungjawab (toerekenbaarheid).[7]

Kedua pengertian tentang kesalahan tersebut di atas tampak sekali di dalam bidang kesalahan terselip elemen melawan hukum. Pendapat ini sebenarnya bertentangan dengan pandangan mengenai elemen melawan hukum seharusnya terletak pada bidang perbuatan pidana. Kemudian untuk lebih menyesuaikan dengan pandangan tentang perbuatan pidana dipisahkan dari kesalahan dengan unsurnya masing-masing, berikut ini dikemukakan dari beberapa ahli hukum yang berpandangan lain daripada yang tersebut lebih dahulu. Vos memandang pengertian kesalahan mempunyai tiga tanda khusus yaitu:[8]
  1. Kemampuan bertanggungjawab dari orang yang melakukan perbuatan (toerekeningsvatbaarheid van de dader);
  2. Hubungan batin tertentu dari orang yang berbuat, yang perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan;
  3. Tidak terdapat dasar alasan yang menghapus pertanggungjawaban bagi si pembuat atas perbuatannya.  
_________________________________
1. “Asas-asas Hukum Pidana”, Prof. DR. Bambang Poernomo, S.H., Ghalia Indonesia, Jakarta, Terbitan Keenam, 1993, Hal.: 135.
2.  Ibid. Hal.: 135.
3.  Ibid. Hal.: 135.
4.  Ibid. Hal.: 135.
5.  Ibid. Hal.: 136.
6.  Ibid. Hal.: 136.
7.  Ibid. Hal.: 136.
8.  Ibid. Hal.: 136-137.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar