Rabu, 18 September 2019

Pengertian Perbuatan Pidana Dan Strafbaar Feit

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Telah kita lalui kuliah sebelumnya yang berjudul: ‘Istilah dan Perbuatan Pidana’, pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Pengertian Perbuatan Pidana dan Strafbaar Feit.

Perlu dijelaskan dahulu adanya penafsiran yang sama atau yang berbeda mengenai pengertian “perbuatan pidana” dan “tindak pidana”. Selain pengertian yang diajukan oleh Jonkers, juga telah dikembangkan pengertian perbuatan pidana yang terpisah dari pertanggungjawaban pidana, sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Moeljatno.[1]

Konsekuensi dari rumusan strafbaar feit menurut pandangan Pompe, Jonkers dan Vos telah tumbuh pemikiran baru yang membuat pemisahan antara "de strafbaarheit van het feit” dan “de strafbaarheid van de dader”. Dengan perkataan lain tumbuh pemikiran baru tentang pemisahan antara “perbuatan yang dilarang dengan ancaman pidana” dan “orang yang melanggar larangan yang dapat dipidana”, di satu pihak tentang perbuatan pidana dan di lain pihak tentang kesalahan.[2]

Prof. Moeljatno, S.H., adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang telah menganut dan memperkenalkan pengajaran hukum pidana Indonesia tentang perlunya susunan pemikiran yang memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana.[3]

Dasar pemikiran adanya perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana masih dapat dilengkapi dengan masalah yang ditimbulkan karena adanya perbandingan rumusan strafbaar feit di satu pihak oleh Simons dan Jonkers, sedangkan di lain pihak oleh Van Hamel dan Pompe. Simons dan Jonkers dengan rumusannya tentang strafbaar feit telah merumuskan adanya unsur “schuld (opzet of schuld)” dan “toerekeningsvatbaar”, dimana kedua unsur itu dicantumkan bersama-sama dalam rumusan strafbaar feit. Dari rumusan Simons dan Jonkers itu kiranya tidak akan mengalami kesulitan untuk memahami dasar pemikiran tentang pemisahan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Namun di dalam rumusan strafbaar feit yang klasik dari Van Hamel dan rumusan strafbaar feit yang teoritis dari Pompe di situ dijumpai unsur “schuld” saja, sehingga dasar pemikiran yang ada harus tersusun menjadi perbuatan pidana dan kesalahan dalam hukum pidana.[4]

Doktrin pemisahan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, maupun pemisahan antara perbuatan pidana dan kesalahan dalam hukum pidana, kiranya tidak perlu dipandang sebagai perbedaan prinsip, apabila diikuti pandangan itu bahwa toerekeningsvatbaarheid adalah dasar yang penting untuk adanya schuld, jadi hanyalah letak penekanan saja yang menitikberatkan pada toerekeningsvatbaarheid (pertanggungan jawab) ataukah pada schuld (kesalahan).[5]

Prof. Moeljatno, S.H., memberikan arti “perbuatan pidana” mengandung pengertian bahwa: pertama, adalah kelakuan dan kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan, dan yang kedua, adalah perbuatan pidana tidak dihubungkan dengan kesalahan yang merupakan pertanggungjawaban pidana pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Apabila disimpulkan, maka perbuatan pidana itu hanyalah menunjukan sifatnya perbuatan yang terlarang dengan diancam pidana.[6] 

_________________________________
1. “Asas-asas Hukum Pidana”, Prof. DR. Bambang Poernomo, S.H., Ghalia Indonesia, Jakarta, Terbitan Keenam, 1993, Hal.: 125.
2.  Ibid. Hal.: 127.
3.  Ibid. Hal.: 127.
4.  Ibid. Hal.: 128-129.
5.  Ibid. Hal.: 129.
6.  Ibid. Hal.: 129-130.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar