(123RF.com)
Oleh:
Tim Hukumindo
Kuliah
sebelumnya yang berjudul: ‘Azas-azas Dan Dasar Alasan Penghapusan Pidana’, telah kita lalui, dan pada kesempatan ini
akan dibahas mengenai daya paksa (overmacht).
Daya
paksa yang disebut dalam Pasal 48 KUHP (“Orang
yang melakukan tindak pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dapat dipidana”)
memberikan dasar tentang tidak dipidananya suatu perbuatan karena didorong oleh
keadaan memaksa. MvT memberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan daya paksa
adalah suatu kekuatan, suatu paksaan, suatu tekanan yang tidak dapat dielakkan.[1]
Jonkers
membagi overmacht ke dalam tiga
bagian:[2]
- Overmacht yang absolut yaitu orang yang mengalami sesuatu yang tidak dapat dilawan karena pengaruh yang dialami baik yang bersifat kejasmanian maupun kejiwaan. Contoh: seseorang yang dipegang oleh orang yang lebih kuat lalu melemparkan sehingga timbul kerusakan pada barang-barang, atau seseorang yang terkena hypnose sehingga tidak sadar melakukan pertunjukan cabul di depan umum;
- Overmacht yang relatif yaitu orang yang mengalami pengaruh yang tidak mutlak akan tetapi paksaannya tidak dapat dilawan. Contoh: seorang pemimpin bank yang di bawah ancaman pistol menyerahkan sejumlah uang kepada perampok;
- Noodtoestand yaitu keadaan darurat karena seseorang terpaksa melakukan didorong oleh keadaan dari luar untuk memilih di antara dua peristiwa yang sama jeleknya.
Bagi
Prof. Moeljatno, S.H dalam Bambang Poernomo, semua daya paksa ini mempunyai
keadaan dimana fungsi batinnya tak dapat bekerja secara normal karena tekanan
dari luar, kepada orang itu dapat dimaafkan kesalahannya.[3]
_________________________________
|
1. “Asas-asas
Hukum Pidana”, Prof.
DR. Bambang Poernomo, S.H., Ghalia
Indonesia, Jakarta, Terbitan Keenam, 1993, Hal.: 194.
2. Ibid.
Hal.: 195.
3. Ibid.
Hal.: 197.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar