(valery-petelin-police-in-action)
Oleh:
Tim Hukumindo
Masih
dalam kuliah hukum pidana, khususnya bab tentang Azas-azas Dan Dasar Alasan Penghapusan Pidana. Pada kuliah sebelumnya yang berjudul: ‘Perihal Pembelaan Terpaksa (Noodweer)’, telah dilakukan pembahasan,
dan pada kesempatan ini akan dikaji mengenai melaksanakan ketentuan
undang-undang (wettelijkvoorchrift).
Pasal
50 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) berbunyi sebagaimana berikut: “Barang siapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang,
tidak dipidana”.
Bertindak
untuk melaksanakan ketentuan undang-undang menurut Pasal 50 KUHP tidak dipidana.
Dasar alasan penghapusan pidana dari Pasal 50 KUHP adalah paling mudah jalan
pemikirannya, oleh karena sudah selayaknya barangsiapa yang oleh undang-undang
yang satu diperintah/diberi kekuasaan untuk menjalankannya, di situ tidak akan dipidana
oleh undang-undang yang lain, sebab jika tidak demikian tidak akan ada orang
yang berani menjalankan undang-undang yang sering memuat larangan/perintah yang
berat.[1]
Perbuatannya
tidak bersifat melawan hukum, sehingga perbuatan itu dibenarkan karena rechtvaardigingsgrond. Namun tidak
berarti meskipun melaksanakan undang-undang itu tanpa batas-batas yang patut,
seperti halnya polisi menembak tahanan yang lari tanpa alasan isyarat lebih
dahulu. Beberapa yurisprudensi menunjukan bahwa tiap-tiap kasus ditinjau
sendiri-sendiri.[2]
Suatu
perkataan “menjalankan/melaksanakan” peraturan undang-undang, masih terdapat
perbedaan pendapat antara di satu pihak terbatas menjalankan kewajiban, dan di
lain pihak mencakup perbuatan menjalankan kewajiban serta menjalankan
kekuasaan. Dalam yurisprudensi pernah memutus dengan menganut pandangan yang
pertama maupun yang kedua dengan mencakup verplichting
dan bevoegheid.[3]
Mengenai
arti perkataan “ketentuan/peraturan undang-undang” dalam perkembangan yang
terdapat di dalam yurisprudensi sampai dengan tahun 1914, telah diterima
sebagai pengertian ketentuan/peraturan undang-undang dalam arti formal maupun
yang materiil, tidak hanya peraturan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang
saja, melainkan setiap kekuasaan yang berwenang untuk membuat peraturan yang
berlaku mengikat.[4]
_________________________________
|
1.“Asas-asas
Hukum Pidana”, Prof.
DR. Bambang Poernomo, S.H., Ghalia
Indonesia, Jakarta, Terbitan Keenam, 1993, Hal.: 200.
2. Ibid.
Hal.: 200.
3. Ibid.
Hal.: 201.
4. Ibid.
Hal.: 201.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar