(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Pada
kuliah sebelumnya yang berjudul: “Hukum Perorangan (Personenrecht)” telah dibahas mengenai manusia dan badan hukum
sebagai pembawa hak dan kewajiban. Pada kesempatan ini, kita akan melangkah
lebih jauh dengan mengkaji hukum yang melingkupi beberapa orang yang terikat
dalam suatu ikatan hukum berdasarkan darah dan ikatan perkawinan, umumnya
ikatan dimaksud disebut sebagai ikatan keluarga.
Hukum
keluarga memuat rangkaian peraturan-peraturan hukum yang ditimbulkan dari
pergaulan kekeluargaan. Cakupan hukum keluarga tentu sangat luas, akan tetapi
jika disederhanakan termasuk di dalamnya adalah:
Kekuasaan
Orang Tua,
Pasal 198 KUHPerdata dan seterusnya mewajibkan setiap anak untuk patuh dan
hormat kepada orang tuanya. Sebaliknya, orang tua wajib memelihara dan
membimbing anak-anaknya yang belum cukup umur sesuai dengan kemampuannya
masing-masing.[1] Peraturan ini mencakup hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya, sampai anak-anaknya dimaksud dewasa.
Perwalian, Pasal 331 KUHPerdata dan
seterusnya, mengatur tentang anak yatim piatu atau anak-anak yang belum cukup
umur namun tidak dalam kekuasaan orang tua secara hukum tetap memerlukan
pemeliharaan dan bimbingan, oleh karenanya harus ditunjuk wali, yaitu orang
atau perkumpulan yang akan menyelenggarakan keperluan hidup anak tersebut.[2] Hal ini berarti aturan hukum mengenai 'pengganti orang tua' dalam konteks anak dimaksud yatim piatu, sampai ia dewasa.
Pengampuan, Pasal 433 KUHPerdata dan
seterusnya, mengatur mengenai orang yang telah dewasa akan tetapi ia (1) sakit
ingatan; (2) Pemboros; (3) Lemah daya atau (4) tidak sanggup mengurus
kepentingan sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakuan buruk di luar batas
atau mengganggu keamanan, memerlukan pengampuan.[3] Hukum pengampuan berarti mengatur pengalihan kapasitas hukum orang dewasa, namun tidak dapat menjalankan dirinya sebagai subjek hukum.
Perkawinan
Menurut Hukum Perdata Eropa,
Pasal 26 KUHPerdata dan seterusnya, ialah peraturan-peraturan hukum yang
mengatur perbuatan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak,
yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan maksud hidup bersama untuk
waktu yang lama menurut peraturan perundang-undangan yang ditetapkan.[4] Hal ini berarti mengatur ikatan hukum antara seorang pria dan wanita dalam konteks perkawinan.
_______________________
|
1. “Pengantar
Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia”, Drs.
C.S.T. Kansil, S.H., Balai Pustaka,
Jakarta, Terbitan Kedelapan, 1989, Hal.: 217-218.
2. Ibid. Hal.: 218.
3. Ibid. Hal.: 218-219.
4. Ibid. Hal.: 219-222.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar