Senin, 06 April 2020

4 Cakupan Hukum Keluarga Menurut KUHPerdata (BW)

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kuliah sebelumnya yang berjudul: “Hukum Perorangan (Personenrecht)” telah dibahas mengenai manusia dan badan hukum sebagai pembawa hak dan kewajiban. Pada kesempatan ini, kita akan melangkah lebih jauh dengan mengkaji hukum yang melingkupi beberapa orang yang terikat dalam suatu ikatan hukum berdasarkan darah dan ikatan perkawinan, umumnya ikatan dimaksud disebut sebagai ikatan keluarga.

Hukum keluarga memuat rangkaian peraturan-peraturan hukum yang ditimbulkan dari pergaulan kekeluargaan. Cakupan hukum keluarga tentu sangat luas, akan tetapi jika disederhanakan termasuk di dalamnya adalah:

Kekuasaan Orang Tua, Pasal 198 KUHPerdata dan seterusnya mewajibkan setiap anak untuk patuh dan hormat kepada orang tuanya. Sebaliknya, orang tua wajib memelihara dan membimbing anak-anaknya yang belum cukup umur sesuai dengan kemampuannya masing-masing.[1] Peraturan ini mencakup hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya, sampai anak-anaknya dimaksud dewasa.

Perwalian, Pasal 331 KUHPerdata dan seterusnya, mengatur tentang anak yatim piatu atau anak-anak yang belum cukup umur namun tidak dalam kekuasaan orang tua secara hukum tetap memerlukan pemeliharaan dan bimbingan, oleh karenanya harus ditunjuk wali, yaitu orang atau perkumpulan yang akan menyelenggarakan keperluan hidup anak tersebut.[2] Hal ini berarti aturan hukum mengenai 'pengganti orang tua' dalam konteks anak dimaksud yatim piatu, sampai ia dewasa.

Pengampuan, Pasal 433 KUHPerdata dan seterusnya, mengatur mengenai orang yang telah dewasa akan tetapi ia (1) sakit ingatan; (2) Pemboros; (3) Lemah daya atau (4) tidak sanggup mengurus kepentingan sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakuan buruk di luar batas atau mengganggu keamanan, memerlukan pengampuan.[3] Hukum pengampuan berarti mengatur pengalihan kapasitas hukum orang dewasa, namun tidak dapat menjalankan dirinya sebagai subjek hukum.

Perkawinan Menurut Hukum Perdata Eropa, Pasal 26 KUHPerdata dan seterusnya, ialah peraturan-peraturan hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan maksud hidup bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan perundang-undangan yang ditetapkan.[4] Hal ini berarti mengatur ikatan hukum antara seorang pria dan wanita dalam konteks perkawinan.
_______________________
1. “Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia”, Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Balai Pustaka, Jakarta, Terbitan Kedelapan, 1989, Hal.: 217-218.
2.  Ibid. Hal.: 218.
3.  Ibid. Hal.: 218-219.
4.  Ibid. Hal.: 219-222.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar