Minggu, 26 April 2020

Identitas Para Pihak Dalam Gugatan

(getty images)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan sebelumnya telah dibahas mengenai "Gugatan Ditandatangani" juga telah dibahas tentang "Pemberian Tanggal Gugatan", dan telah disinggung juga perihal "Kemana Gugatan Ditujukan?" sebagai bagian dari pembahasan mengenai topik "Formulasi Surat Gugatan".

Sebagai kelanjutan dari topik formulasi gugatan, pada kesempatan ini akan dibahas mengenai identitas para pihak dalam sebuah surat gugatan. Penyebutan identitas dalam surat gugatan merupakan syarat formil keabsahan gugatan. Surat gugatan yang tidak menyebut identitas para pihak, apalagi tidak menyebut identitas Tergugat, menyebabkan gugatan tidak sah dan dianggap tidak ada.[1]


Identitas yang harus disebut dalam surat gugatan bertitik tolak dari ketentuan Pasal 118 ayat (1) H.I.R. Identitas yang harus dicantumkan cukup memadai sebagai dasar untuk: a). Menyampaikan panggilan; b). Menyampaikan pemberitahuan.[2] Sangat sederhana, cukup dua kriteria sebagaimana disebut di atas, maka cukup memenuhi kriteria dimaksud.

Dengan demikian, tujuan utama pencantuman identitas agar dapat disampaikan panggilan dan pemberitahuan, identitas yang wajib disebut, cukup meliputi:[3]
  1. Nama Lengkap, termasuk alias atau gelar jika memang ada. Dalam hal penulisan nama perseroan, harus lengkap dan jelas, sesuai dengan akta pendirian perusahaan dan perubahannya yang tercantum secara resmi.
  2. Alamat atau Tempat Tinggal, identitas lain yang mutlak dicantumkan adalah mengenai alamat atau tempat tinggal tergugat atau para pihak. Yang dimaksud dengan alamat meliputi: alamat kediaman pokok, bisa juga alamat kediaman tambahan atau tempat tinggal riil. Sedangkan bagi perseroan, dapat diambil dari NPWP, Anggaran Dasar, Izin Usaha atau Papan Nama. Perlu dipahami di sini, perubahan alamat setelah gugatan diajukan tidak mengakibatkan gugatan cacat formil, oleh karena itu tidak dapat dijadikan eksepsi atas hal dimaksud. Dan apabila alamat tergugat tidak diketahui, tidak menjadi hambatan bagi Penggugat untuk mengajukan Gugatan. Pasal 390 ayat (3) HIR telah mengantisipasi kemungkinan dimaksud dalam bentuk panggilan umum oleh Wali Kota atau Bupati.
  3. Penyebutan Identitas Lain Tidak Imperatif, adalah tidak dilarang mencantumkan identitas tergugat yang lengkap, meliputi umur, pekerjaan, agama, jenis kelamin, dan suku bangsa. Lebih lengkap tentunya lebih baik dan lebih pasti. Akan tetapi, hal itu jangan diterapkan secara sempit, yang menjadikan pencantuman identitas secara lengkap sebagai syarat formil. Karena tidak mudah mendapat identitas tergugat secara lengkap.

Guna membandingkannya pada tataran praktik, ada baiknya kita melihat contoh sebagaimana berikut:



Dari contoh di atas, pada dasarnya yang sangat penting dalam konteks identitas gugatan hanyalah nama dan tempat tinggal. Meskipun bisa dilakukan perubahan gugatan, dalam hal ini perubahan alamat, ada baiknya, alamat yang dicantumkan adalah lengkap, dimulai dari Nomor rumah, nama jalan, RT/RW, Kelurahan/Desa, Kecamatan, dan Kabupaten/Kota serta Provinsi. Hal ini tentunya untuk mempermudah proses pemanggilan. Jika setelah dilakukan pemanggilan oleh Juru Sita ternyata tempat keliru, maka dalam praktik akan diminta untuk dilakukan perbaikan gugatan. 

____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 53.
2. Ibid. Hal.: 54-56.
3. Ibid. Hal.: 54-57. 

3 komentar:

  1. Senang membaca tulisan bapak, pertanyaan saya apakah lazim dlm gugatan perdata ditambah alias ? menurut Sy tidak lazim.

    Kita buat simulasi asumsikan saja nama tergugat ditambahkan alias, lalu saat jawab jinawab tergugat menjawab dgn tidak mengakui nama alias itu ....logic sederhana kan gugatan potential di NO...


    2 kondisi dari saya kalau alias tidak dipermasalahkan lawan bagi saya sementara tidak masalah, tetapi mungkin juga di NO hakim melalui pertimbanganny karena bisa dianggap kabur.

    Tapi bila alias itu dipermasalahkan lawan, bagi saya besar kemungkinannya di NO.

    Menurut hemat saya, kalau nama faktual (resmi) sudah diketahui lebih baik tulis saja nama resminya, karena menambahkan alias sangat membuka potensi di eksepsi.

    Salam hormat untuk penulis.

    BalasHapus
  2. Dapat penulis jawab sebagai berikut:

    Pertanyaan saya apakah lazim dlm gugatan perdata ditambah alias ? menurut Sy tidak lazim.

    Betul itu, pemakaian alias dalam gugatan perdata tidak lazim. Sepengalaman saya berpraktik juga demikian. Dan dari referensi yang saya ambil (penulis M. Yahya Harahap), memang juga tidak mewajibkan untuk dicantumkan (Penyebutan Identitas Lain Tidak Imperatif).

    Pada kesimpulan saya di atas sudah disampaikan: "Guna membandingkannya pada tataran praktik, ada baiknya kita melihat contoh sebagaimana berikut: -
    Dari contoh di atas, pada dasarnya yang sangat penting dalam konteks identitas gugatan hanyalah nama dan tempat tinggal."
    __________________
    Point kritiknya: Malahan mungkin jika dicantumkan alias dan ditolak oleh Tergugat serta beralasan secara hukum, maka bisa diputus tidak dapat diterima karena bisa dikategorikan eksespsi error in persona-nya terbukti.

    BalasHapus
  3. Dear Netizen, ternyata ada ini salah satu contoh bagus penggunaan 'alias' dalam suatu gugatan perdata. Sebagaimana dikutip dari www.detik.com dengan judul "Ustaz Yusuf Mansur Digugat Rp. 98 Triliun!" pada tanggal 13 Jan 2022.
    Adapun gugatan teregister dg No.: 28/Pdt.G/2022/PN Jkt. Sel., oleh Zaini Mustofa di PN Jakarta Selatan.
    Disitu tertulis Tergugat III adalah: Jam'an Nurkhotib Mansyur alias Yusuf Mansyur alias H. Yusuf Mansyur alias Ustaz Yusuf Mansur alias UYM.
    Menurut saya penggunaan 'alias' disini cukup beralasan secara hukum. Meskipun secara pribadi belum pernah menggunakannya ketika berpraktik.
    Demikian hal ini disampaikan. Salam.

    BalasHapus