(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Pada
kuliah sebelumnya yang berjudul: “4 Cakupan Hukum Keluarga Menurut KUHPerdata (BW)” telah dibahas mengenai batas
mana saja yang termasuk hukum keluarga menurut KUHPerdata. Pada kesempatan ini
akan dijabarkan cakupan yang pertama, yaitu ‘Kekuasaan Orang Tua’ (ouderlijke macht).
Setiap
anak yang belum dewasa (21 tahun dan belum kawin menurut KUHPerdata) dianggap belum
cakap bertindak secara hukum.[1] Oleh karena itu sebagai ganti dari keadaan
yang demikian, tugas orang tua dimata hukum adalah menggantikan segala tindakan
dan kecakapannya.
Kepada
orang tua dibebankan kewajiban menafkahi (alimentasi),
yaitu kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya yang belum cukup
umur. Sebaliknya, anak-anak yang telah dewasa mempunyai kewajiban untuk
memelihara orang tuanya dan keluarganya menurut garis lurus ke atas.[2] Hal ini
mempunyai makna bahwa sepasang orang tua kewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya adalah selama jangka waktu sebelum anak dimaksud dewasa.
Kekuasaan
orang tua terhadap anak-anaknya terhenti apabila: a). Anak tersebut dewasa; b).
Perkawinan orang tua putus; c). Kekuasaan orang tua dipecat oleh Hakim (melalui
Putusan Pengadilan); d). Pembebasan dari kekuasaan orang tua, misalnya kelakuan
si anak luar biasa nakalnya.[3] Untuk huruf ‘b’, maka bisa saja perkawinan
orang tuanya putus, dalam hal ini cerai.
Jadi,
segala hak dan kewajiban yang timbul antara anak dengan orang tua seperti
akibat-akibat kekuasaan bapak terhadap si anak dan harta bendanya, pembebasan
dan pemecatan kekuasaan orang tua, kewajiban timbal balik orang tua dan anak
tersebut kesemuanya diatur dalam peraturan tentang kekuasaan orang tua.[4]
Dengan demikian, hubungan timbal balik antara orang tua dengan anaknya, selama anak
belum dewasa dan setelah orang tua menjadi renta, diatur oleh hukum, khususnya
oleh KUHPerdata.
_______________________
|
1. “Pengantar
Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia”, Drs.
C.S.T. Kansil, S.H., Balai Pustaka,
Jakarta, Terbitan Kedelapan, 1989, Hal.: 217.
2. Ibid. Hal.: 217.
3. Ibid. Hal.: 217.
4. Ibid. Hal.: 218.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar