(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Actor Sequitor Forum Rei Tanpa Hak Opsi", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Kebolehan Menerapkan Kompetensi Relatif Berdasarkan Tempat Tinggal Penggugat.
Pasal 118 ayat (3) HIR kalimat pertama, memberi hak kepada Penggugat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri tempat tinggal Penggugat. Kebolehan menerapkan kompetensi relatif berdasarkan tempat tinggal Penggugat, dengan syarat sebagai berikut:[1]
- Apabila tempat tinggal atau kediaman Tergugat tidak diketahui. Maksudnya, tempat tinggal atau kediaman tergugat tidak diketahui. Rumusan Pasal 118 ayat (3) HIR mempergunakan juga kata-kata tempat tinggal Tergugat tidak dikenal dianggap tidak rasional. Maksud yang sebenarnya, tempat tinggal tergugat tidak diketahui. Pasal 390 ayat (3) HIR, telah mengatur tata cara pemanggilannya melalui panggilan umum oleh Walikota atau Bupati.
- Penerapan katentuan ini, tidak boleh dimanipulasi oleh Penggugat. Agar penerapan yang memberi hak bagi Penggugat mengajukan Gugatan kepada Pengadilan Negeri, di tempat tinggal Penggugat, perlu diikuti dengan surat keterangan dai pejabat yang berwenang, yang menyatakan tempat tinggal Tergugat tidak diketahui. Yang dianggap paling objektif dan kompeten mengeluarkan surat keterangan tentang itu adalah Kepala Desa (atau Lurah) tempat terakhir Tergugat bertempat tinggal.
Ketentuan mengenai kebolehan penerapan ini, lebih jelas diatur dalam Pasal 99 ayat (3) Rv, yang berbunyi: "Jika ia (Tergugat) tidak mempunyai tempat tinggal yang diakui, dihadapan hakim di tempat tinggal Penggugat". Penerapan ketentuan ini beralasan, dan efektif mengatasi Tergugat yang beritikad buruk menghilangkan jejak tempat tinggalnya. Karena dengan ketentuan ini, undang-undang membuka jalan bagi Penggugat membela dan mempertahankan haknya melalui Pengadilan, meskipun Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya.[2]
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 197.
2. Ibid. Hal.: 197.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar