(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Penyampaian Gugatan kepada Pengadilan Negeri", dan sebagai kelanjutannya pada kesempatan ini akan membahas tentang Pembayaran Biaya Perkara.
Pasal 121 ayat (4) HIR menyatakan dengan tegas pembayaran biaya perkara. Disebut juga panjar perkara, pembayaran biaya perkara merupakan syarat imperatif (imperative requirement) atau syarat memaksa atas pendaftaran perkara dalam buku registrasi. Konsekuensi atas ketentuan Pasal ini, selama Penggugat belum membayar lunas biaya perkara yang ditetapkan Panitera PN, belum timbul kewajiban hukum (legal obligation) bagi PN untuk memasukkan gugatan dalam buku register perkara. Akibat lebih lanjut dari keadaan ini, gugatan dimaksud tidak dapat diproses pelimpahan dan pendistribusiannya, sehingga tidak mungkin diperiksa dan diputus melalui proses persidangan.[1]
Lebih lanjut terkait dengan pembayaran biaya perkara ini dapat dijabarkan sebagai berikut:[2]
- Yang dimaksud biaya perkara, biaya perkara yang harus dibayar Penggugat adalah panjar biaya perkara, yang disebut juga biaya sementara, agar gugatan dapat diproses dalam pemeriksaan persidangan. Biaya sementara berpatokan pada Pasal 182 ayat (1) HIR dapat bertambah sesuai dengan kebutuhan proses pemeriksaan.
- Patokan Menentukan Panjar Biaya, patokan menentukan besarnya panjar biaya perkara menurut Pasal 121 ayat (4) HIR, didasarkan pada taksiran menurut keadaan, meliputi komponen: a). Biaya kantor kepaniteraan dan biaya meterai; b). Biaya melakukan panggilan saksi, ahli, juru bahasa, dan biaya sumpah; c). Biaya pemeriksaan setempat; d). Biaya juru sita melakukan pemanggilan dan pemberitahuan; dan e). Biaya eksekusi.
- Dimungkinkan Berperkara Tanpa Biaya (Prodeo), pada Bab ketujuh, bagian ketujuh HIR, mengatur tentang izin berperkara tanpa biaya, disebut juga berperkara secara prodeo atau kosteloos (free of charge). 1. Syarat berperkara tanpa biaya, diatur dalam Pasal 237 HIR yang menegaskan, bagi orang-orang yang tidak mampu membayar biaya perkara, dapat diberi izin untuk berperkara tanpa biaya; 2. Pengajuan oleh Penggugat, Pasal 238 ayat (1) HIR, diajukan pada saat penyampaian surat gugatan dan dapat juga diajukan secara lisan; 3. Syarat permintaan, Pasal 238 ayat (3), disertai surat keterangan tidak mampu dari Kepala Kepolisian Setempat. Ketentuan ini sekarang tidak tepat, dalam praktik dilakukan oleh Pemerintah Setempat, seperti Lurah atau Kepala Desa; 4. Proses pemberian izin, Pasal 239 aat (1) HIR, permintaan dilakukan pada sidang pertama, sebelum majelis memeriksa perkara, dapat diputus terlebih dahulu, dan pihak lawan bisa mengajukan perlawanan; 5. Putusan izin prodeo tidak bisa dibanding. Dasar Pasal 291 HIR. Merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 214.
2. Ibid. Hal.: 215-216.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar