(Getty Images)
Oleh:
Tim Hukumindo
Pada bahasan sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai Kekuasaan Mengadili dengan artikel terakhir berjudul "Negara/Pemerintah Dapat Digugat pada Setiap Pengadilan Negeri (PN)", dan Pada kesempatan selanjutnya akan membahas Tata Cara Panggilan Dan Proses Yang Mendahuluinya. Pertama-tama akan dibahas pada artikel ini tentang Pengertian Panggilan.
Hukum acara perdata mengartikan Panggilan sebagai: menyampaikan secara resmi (official) dan patut (properly) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di Pengadilan, agar memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan majelis hakim atau Pengadilan.[1]
Menurut Pasal 388 dan Pasal 390 ayat (1) HIR, yang berfungsi melakukan panggilan adalah juru sita. Hanya panggilan yang dilakukan juru sita yang dianggap sah dan resmi. Kewenangan juru sita ini, berdasarkan Pasal 121 ayat (1) HIR diperolehnya lewat perintah ketua (Majelis Hakim) yang dituangkan dalam penetapan hari sidang atau penetapan pemberitahuan. [2]
Pemanggilan atau panggilan (convocation, convocatie) dalam arti sempit dan sehari-hari sering diidentikan, hanya terbatas pada perintah menghadiri sidang pada hari yang ditentukan. Akan tetapi, dalam hukum acara perdata, sebagaimana dijelaskan Pasal 388 HIR, pengertian panggilan meliputi makna dan cakupan yang lebih luas, yaitu:[3]
- Panggilan sidang pertama kepada Penggugat dan Tergugat;
- Panggilan menghadiri sidang lanjutan kepada Pihak-pihak atau salah satu pihak apabila pada sidang yang lalu tidak hadir baik tanpa alasan yang sah atau berdasarkan alasan yang sah;
- Panggilan terhadap saksi yang diperlukan atas permintaan salah satu pihak berdasarkan Pasal 139 HIR (dalam hal mereka tidak dapat menghadirkan saksi yang penting ke Persidangan);
- Selain daripada itu, panggilan dalam arti luas meliputi juga tindakan hukum berupa pemberitahuan atau aanzegging (notification), antara lain: a). Pemberitahuan putusan PT dan MA; b). Pemberitahuan permintaan banding kepada Terbanding; c). Pemberitahuan memori banding dan kontra memori banding, dan d). Pemberitahuan permintaan kasasi dan memori kasasi kepada Termohon Kasasi.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 213.
2. Ibid. Hal.: 213
3. Ibid. Hal.: 213-214.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar