Selasa, 04 Agustus 2020

Pemanggilan Terhadap yang Meninggal

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pemanggilan Tergugat yang Berada di Luar Negeri", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Pemanggilan Terhadap yang Meninggal.

Tata cara pemanggilan terhadap Tergugat yang meninggal dunia merujuk kepada ketentuan Pasal 390 ayat (2) HIR dan Pasal 7 Rv. Berdasarkan ketentuan itu, apabila Tergugat atau orang yang hendak dipanggil meninggal dunia, adalah sebagai berikut:[1]
  1. Apabila Ahli Waris Dikenal, Panggilan ditujukan kepada semua ahli waris sekaligus tanpa menyebutkan nama dan tempat tinggal mereka satu persatu. Dalam hal itu cukup disebut nama dan tempat tinggal Pewaris yang meninggal itu. Panggilan disampaikan di tempat tinggal almarhum (pewaris) yang terakhir.
  2. Apabila Ahli Waris Tidak Dikenal, a). Panggilan disampaikan kepada Kepala Desa (Lurah) di tempat tinggal terakhir almarhum; b). Selanjutnya, Kepala Desa (Lurah) segera menyampaikan Panggilan tersebut kepada ahli waris almarhum; c). Jika Kepala Desa (Lurah) tidak mengetahui dan tidak mengenal ahli waris, panggilan dikembalikan kepada Juru Sita yang dilampiri dengan surat keterangan tidak diketahui dan tidak dikenal. Atas dasar penjelasan Kepala Desa (Lurah) itu, Juru Sita dapat menempuh tata cara melalui Panggilan Umum.
Sedikit memberikan komentar terkait dalam hal apabila ahli waris dikenal, sepengalaman Penulis sebagai Advokat ketika beracara (perkara sengketa kepemilikan tanah di daerah Jakarta Selatan), justru diarahkan oleh majelis hakim untuk dilakukan perubahan surat gugatan, dan diminta untuk mencantumkan seluruh ahli waris beserta alamatnya. Tentu hal ini sungguh memberatkan, karena melacak hal demikian bukanlah pekerjaan yang mudah. Ternyata setelah membaca pendapat dari ahli M. Yahya Harahap, S.H. di atas dengan berpegang pada ketentuan Pasal 390 ayat (2) HIR dan Pasal 7 Rv, Panggilan cukup ditujukan kepada semua ahli waris sekaligus tanpa menyebutkan nama dan tempat tinggal mereka satu persatu, tentu hal ini sangat menggembirakan Penulis. Hal yang sama Penulis harapakan kepada sidang Pembaca. 
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 224.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar