Rabu, 26 Agustus 2020

Sistem Penggabungan Pengadilan dengan Arbitrase

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pembatasan Perkara yang dapat Dikasasi", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Sistem Penggabungan Pengadilan dengan Arbitrase.

Sistem menggabungkan Pengadilan dengan Arbitrase, telah berkembang di beberapa Negara. Di Inggris disebut in court arbitration system. Di Amerika Serikat disebut court connected arbitration. Sedangkan di Australia dinamakan court annexed arbitration.[1]

Mekanisme Prosesnya

Setiap perkara yang diajukan ke Pengadilan:[2]
  • Tidak langsung diperiksa melalui proses litigasi;
  • Lebih dahulu diperiksa dan diselesaikan melalui proses arbitrase;
  • Yang bertindak sebagai arbiter, salah seorang hakim yang bertugas di PN yang bersangkutan;
  • Penyelesaian melalui arbitrase bersifat memaksa: a). Mau tidak mau Para Pihak yang berperkara mesti taat mengikuti proses penyelesaian melalui arbitrase; b). Hal dimaksud disebut juga compulsory arbitration system; c). Hakim yang ditunjuk sebagai arbiter, mesti mengambil dan menjatuhkan putusan dalam bentuk putusan arbitrase.
Daya Kekuatan Mengikat Putusan

Putusan yang dijatuhkan arbiter dalam sistem court connected arbitration bersifat alternatif:[3]
  1. Bila Disetujui Para PihakFinal and Binding: dalam arti putusan langsung final and binding, tertutup upaya banding, serta langsung memiliki kekuatan eksekutorial.
  2. Bila Tidak Disetujui Para Pihak: hal ini berarti putusan yang dijatuhkan dengan sendirinya batal demi hukum (null and void), dan putusan dianggap tidak pernah ada (never existed), dengan demikian, perkara mentah kembali, dan untuk seterusnya diperiksa melalui proses litigasi.
Memperhatikan sifat final dan mengikat putusan digantungkan pada persetujuan kedua belah pihak yang berperkara, putusan yang dijatuhkan arbiter dalam sistem ini disebut dengan:[4]
  • Pre-trial settlement (putusan pra peradilan); atau
  • Mandatory and nonbinding.
Sebagai salah seorang advokat praktik, penulis dapat mengomentari bahwa sistem penggabungan antara litigasi dengan arbitrase di Indonesia belumlah diterapkan. Hal ini adalah wawasan baru bagi penulis, dan mungkin juga bagi sidang pembaca. Meskipun demikian, yang sudah diterapkan adalah penggabungan antara Mediasi dengan Litigasi, hal ini sesuai dengan Perma Nomor: 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Tentu ada perbedaan tersendiri antara mediasi dengan arbitrase, dan hal ini baiknya menjadi bahasan tersendiri di artikel yang akan datang.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 232.
2. Ibid. Hal.: 232.
3. Ibid. Hal.: 232.
4. Ibid. Hal.: 233.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar