- Sita merupakan tindakan eksepsional, dengan kata lain penyitaan termasuk salah satu acara mengadili yang bersifat istimewa, hal ini dikarenakan: a). Penyitaan memaksakan kebenaran Gugatan; b). Penyitaan membenarkan Putusan yang belum dijatuhkan;[2]
- Sita merupakan tindakan perampasan, jika ditinjau dari segi HAM, penyitaan tidak berbeda dengan perampasan harta kekayaan Tergugat. Padahal salah satu hak asasi yang paling mendasar adalah mempunyai hak milik, dan pada prinsipnya seseorang tidak boleh dirampas hak miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum. Akan tetapi, meskipun hak itu bersifat universal, tindakan perampasan itu dijustifikasi hukum acara, sehingga tindakan itu sah secara hukum. Perlu pertimbangan yang seksama dan objektif terkait pengabulan permintaan sita;[3]
- Penyitaan berdampak psikologis, dikarenakan pelaksanaannya dilakukan di tengah-tengah masyarakat, disaksikan oleh dua saksi dari Kepala Desa namun boleh juga ditonton masyarakat luas, secara administratif penyitaan barang tertentu harus diumumkan dengan cara mendaftarkannya di buku register kantor yang bersangkutan agar terpenuhi asas publisitas. Oleh karena itu penyitaan sangat berdampak psikologis berupa merugikan nama baik seseorang apalagi sebagai pelaku bisnis;[4]
- Tujuan penyitaan, adapun tujuan penyitaan adalah: a). Agar gugatan tidak ilusoir, artinya tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual-beli atau penghibahan, dan sebagainya serta tidak dibebani dengan sewa-menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga; b). Objek eksekusi sudah pasti, pada saat permohonan sita diajukan, Penggugat harus menjelaskan dan menunjukan identitas barang yang hendak disita. Menjelaskan letak, jenis, ukuran, dan batas-batasnya. Artinya sejak semula sudah diketahui dan dipastikan objek barang yang disita.[5]
Rabu, 30 September 2020
Esensi Tindakan Penyitaan
Selasa, 29 September 2020
Pengertian dan Tujuan Penyitaan
- Tindakan menempatkan harta kekayaan Tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant);
- Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan perintah Pengadilan atau Hakim;
- Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang Debitur atau Tergugat, dengan jalan menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut;
- Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses pemeriksaan, sampai ada putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan Penyitaan itu.
Senin, 28 September 2020
Maria Ulfah, Sarjana Hukum Perempuan Pertama Indonesia
________
1. "Maria Ulfah Santoso", id.Wikipedia.org., diakses pada 26 September 2020, https://id.wikipedia.org/wiki/Maria_Ulfah_Santoso
2. "Mengenal Maria Ulfah, Advokat Bagi Kaum Perempuan yang Juga Menteri Sosial Pertama RI", goodnewsfromindonesia.id., Aninditya Ardhana Riswari, 24 Agustus 2018, diakses pada 26 September 2020, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/08/24/mengenal-maria-ulfah-advokat-bagi-kaum-perempuan-yang-juga-menteri-sosial-pertama-ri
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. Ibid.
Sabtu, 26 September 2020
3 Kekuatan Hukum Penetapan Akta Perdamaian
- Disamakan Kekuatannya dengan Putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap, menurut Pasal 1858 ayat (1) KUHPerdata, perdamaian di antara pihak, sama kekuatannya seperti putusan hakim yang penghabisan. Hal inipun ditegaskan pada kalimat terakhir Pasal 130 ayat (2) HIR, bahwa putusan akta perdamaian memiliki kekuatan sama seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sifat kekuatan yang demikian merupakan penyimpangan dari ketentuan konvensional. Secara umum suatu putusan baru memiliki kekuatan hukum tetap, apabila terhadapnya sudah tertutup upaya hukum.[2]
- Mempunyai Kekuatan Eksekutorial, penegasan ini disebut dalam Pasal 130 ayat (2) HIR. Kalimat terakhir Pasal tersebut menegaskan, bahwa putusan akta perdamaian: a). Berkekuatan sebagai putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan b). Juga berkekuatan eksekutorial (executorial kracht) sebagaimana halnya putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini berarti apabila salah satu pihak tidak menaati atau melaksanakan pemenuhan yang ditentukan dalam perjanjian secara sukarela, maka ia dapat dimintakan eksekusi kepada Pengadilan Negeri, dan atas permintaan itu, Ketua Pengadilan Negeri menjalankan eksekusi sesuai dengan ketentuan Pasal 195 HIR.[3]
- Putusan Akta Perdamaian Tidak Dapat Dibanding, hal ini ditegaskan dalam Pasal 130 ayat (3) HIR. Putusan akta perdamaian, tidak dapat dibanding. Dengan kata lain, terhadap putusan tersebut tertutup upaya hukum banding dan kasasi. Larangan itu sejalan dengan ketentuan yang mempersamakan kekuatannya sebagai putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal itupun ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 1038 K/Sip/1973, bahwa terhadap Putusan Perdamaian tidak mungkin diajukan permohonan Banding. Dijelaskan kenapa tidak dapat dibanding, karena sesuai ketentuan Pasal 154 RBg/ 130 HIR, putusan Perdamaian atau acte van vergelijk, merupakan suatu Putusan yang tertinggi, tidak ada upaya banding dan kasasi terhadapnya.[4]
____________
Jumat, 25 September 2020
Putusan Perdamaian Yang Bertentangan Dengan Undang-Undang Dapat Dibatalkan
- Pasal 1859 ayat (1) KUHPerdata, pasal ini melarang persetujuan perdamaian yang mengandung kekhilafan, mengenai orangnya, atau mengenai pokok perselisihan;
- Pasal 1859 ayat (2) KUHPerdata, persetujuan perdamaian tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan dan pemaksaan;
- Pasal 1860 KUHPerdata, penetapan akta perdamaian yang bersumber dari persetujuan yang mengandung kesalahpahaman tentang duduk perkara, mengenai alas hak yang batal, bertentangan dengan Pasal 1860 KUHPerdata, terhadap hal dimaksud dapat dibatalkan;
- Pasal 1861 KUHPerdata, persetujuan perdamaian yang diadakan berdasarkan surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu dianggap mengandung cacat materiil, oleh karena itu dianggap tidak sah dan batal demi hukum;
- Pasal 1862 KUHPerdata, suatu persetujuan mengenai sengketa yang sudah berakhir berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap (res judicata), namun hal itu tidak disadari para pihak atau salah satu pihak mengakibatkan persetujuan itu batal. Oleh karena itu, penetapan akta perdamaian yang bersumber dari persetujuan yang demikian dapat diajukan pembatalan.
____________
Kamis, 24 September 2020
Waktu Tunggu Bagi Perempuan Muslim Setelah Perceraian
"(1) Waktu tunggu bagi seorang janda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ditentukan sebagai berikut: a). Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari; b). Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari; c). Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan;
(2) Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin;
(3) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami."
Jika memperhatikan ketentuan di atas, serta dikaitkan dengan pertanyaan yaitu berapa lama masa tunggu bagi seorang perempuan muslim untuk dapat menikah kembali, dan dihitung sejak kapan? Perlu ditambahkan di sini, perempuan muslim dimaksud adalah telah selesai mengajukan gugatan cerai di salah satu Pengadilan dan putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan ketentuan di atas, baginya berlaku ketentuan bahwa dalam hal perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) har, selain itu perhitungan mengenai kapan dimulainya waktu tunggu dimaksud adalah bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Perlu diperhatikan bahwa dalam hal putusanya perkawinan akibat perceraian, masa tunggu dihitung sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (in kraht van gewijsde), bukan dihitung sejak putusnya perkara pada Pengadilan tingkat pertama. Hal ini berarti, bisa saja salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak puas dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dan mengajukan upaya hukum lanjutan seperti Banding atau Kasasi.
Referensi:
Selasa, 22 September 2020
4 Syarat Formil Putusan Perdamaian
Sabtu, 19 September 2020
Tempat Dan Biaya Mediasi
- Tempat Penyelenggaraan Mediasi, pada umumnya diselenggarakan di salah satu Ruang Pengadilan. Inilah ketentuan umum (general rule) yang harus diterapkan: a). Diselenggarakan di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama; b). Jika ketentuan ini dihubungkan dengan sistem proses mediasi yang digariskan Pasal 14 ayat (1), yang menganut asas tidak terbuka untuk umum, penyelenggaraannya tidak mesti pada ruang sidang tertentu; c). Akan tetapi kalau objek mediasi sengketa publik yang menganut asas mutlak terbuka untuk umum sebagaimana yang digariskan Pasal 14 ayat (2), proses mediasi mesti dilakukan pada salah satu ruang sidang yang telah ditentukan. Mediasi juga dapat dilakukan di tempat lain, tidak mutlak di salah satu ruang pengadilan, dengan syarat: a). Disepakati oleh para pihak; b). Bersedia memikul biaya berdasarkan kesepakatan para pihak;
- Biaya Penyelenggaraan Mediasi, terkait masalah biaya, biaya mediasi disebut nominal or low cost. Sehubungan dengan itu, agar proses mediasi yang diatur dalam PERMA Nomor: 2 Tahun 2003 tidak mengalami erosi, asas biaya rendah (nominal cost) yang menjadi landasan perkembangan mediasi di negara lain, harus dijaga dan dipelihara. Hal ini meliputi: a). Penyelenggaraan di Ruang Pengadilan, tidak dikenakan biaya; b). Apabila penyelenggaraan di tempat lain, biaya dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan; c). Penggunaan mediator hakim, jika mediatornya hakim tidak dipungut biaya; d). Jika menggunakan mediator bukan hakim, maka biaya ditanggung para pihak; e). Dalam hal tidak mampu, tidak dipungut biaya mediator.
Jumat, 18 September 2020
5 Tahap Ruang Lingkup Pra Mediasi
- Hakim memerintahkan Menempuh Mediasi, langkah pertama yang mesti dilakukan Hakim pada tahap pra mediasi adalah memerintahkan para pihak lebih dahulu untuk menempuh mediasi, perintah dilakukan pada sidang pertama, sebelum membuka acara replik-duplik, dan syarat penyampaian perintah adalah sidang dihadiri kedua belah pihak.
- Hakim wajib menunda persidangan, hal ini berarti hakim wajib menunda persidangan, dan para pihak wajib lebih dahulu menempuh proses mediasi. Penundaan dimaksud adalah untuk memberi kesempatan para pihak agar menyelesaikan sengketa melalui proses mediasi.
- Hakim wajib memberi penjelasan tentang Prosedur dan Biaya Mediasi, pada bagian ini hakim wajib memberi penjelasan mengenai tata cara dan prosedur mediasi, seperti pemilihan mediator dll. Serta mengenai biaya mediasi, juga wajib diberikan penjelasan oleh hakim.
- Wajib memilih Mediator, hal mengenai kewenangan untuk memilih mediator sepenuhnya adalah prerogatif para pihak yang berperkara, berdasarkan kesepakatan dan hakim tidak mempunyai kewenangan untuk menunjuk mediator secara ex-officio dalam keadaan normal.
- Proses Mediasi oleh Mediator Luar, pada dasarnya apa yang digariskan di sini tidak termasuk lingkup pra mediasi, namun lebih tepatnya sebagai tahap mediasi. Untuk mengikuti alur berpikir PERMA, tidak salah jika dimasukkan di sini. Hal ini adalah proses mediasi menggunakan mediator di luar daftar mediator yang dimiliki pengadilan.
Kamis, 17 September 2020
Lingkup Integrasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan
- Institusionalisasi Proses Mediasi dalam Sistem Peradilan, merupakan pelembagaan proses mediasi dalam badan peradilan;
- Pengertian Mediasi, adalah proses penyelesaian sengketa di Pengadilan melalui perundingan antara pihak yang berperkara, serta perundingan yang dilakukan para pihak dibantu oleh mediator;
- Yang Bertindak Sebagai Mediator, klasifikasi mediator diatur dalam Pasal 1 butir 2 dan Pasal 5 ayat (1) PERMA Nomor: 2 Tahun 2003;
- Lingkup Yurisdiksi, adalah batas-batas kewenangan berlakunya proses integrasi mediasi dalam sistem Peradilan;
- Proses Mediasi Bersifat Memaksa, bersifat memaksa atau compulsory. Artinya, para pihak yang berperkara tidak mempunyai pilihan selain mesti dan wajib menaatinya (comply);
- Jangka Waktu Proses Mediasi, mengenai jangka waktu mediasi terdapat dua versi, pertama sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) yaitu 30 hari kerja, dan kedua yaitu sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) yaitu dua puluh hari kerja.
Rabu, 16 September 2020
Landasan Formil Prosedur Mediasi
- Semula Diatur dalam SEMA No. 1 Tahun 2002, SEMA ini diterbitkan pada tanggal 30 Januari 2002 yang berjudul Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR). Penerbitan SEMA tersebut bertitik tolak dari salah satu hasil Rakernas MA di Yogyakarta pada tanggal 24 s.d. 27 September 2001. Motivasi yang mendorongnya, adalah untuk membatasi perkara kasasi secara substantif dan prosesual. Sebab apabila peradilan tingkat pertama mampu menyelesaikan perkara melalui perdamaian, akan berakibat turunnya jumlah perkara pada tingkat Kasasi.
- Disempurnakan dalam PERMA No. 2 Tahun 2003, umur SEMA No. 1 Tahun 2002, hanya 1 Tahun 9 bulan, pada tanggal 11 September 2003, MA mengeluarkan PERMA No. 2 Tahun 2003 sebagai penggantinya. Pasal 17 PERMA ini menegaskan: "Dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) ini, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/ 145 RBg) dinyatakan tidak berlaku".
- Alasan Penerbitan PERMA, dalam konsiderans dikemukakan beberapa alasan yang melatarbelakangi penerbitan PERMA menggantikan SEMA No. 1 Tahun 2002, antara lain: a). Mengatasi penumpukan perkara; b). SEMA No. 1 Tahun 2002, belum lengkap; c). Pasal 130 HIR, Pasal 154 RBg, dianggap tidak memadai.
Selasa, 15 September 2020
Kenyataan Mediasi Di Pengadilan
Senin, 14 September 2020
Contoh Surat Kuasa Pendaftaran Go-Biz atau Grab Merchant
- Mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran;
- Mengumpulkan dan menyerahkan semua berkas-berkas yang diperlukan untuk pendaftaran;
- Mengunggah (upload) dan mengunduh (download) semua berkas-berkas yang diperlukan untuk pendaftaran pada platform terkait;
- Melakukan wawancara dengan petugas perusahaan yang ditunjuk dalam hal diperlukan;
- Dalam hal perlu, menghadap petugas perusahaan dan melakukan segala bentuk komunikasi untuk kelancaran proses pendaftaran;
- Melakukan tindakan lain sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku.
Jumat, 11 September 2020
Lasdin Wlas, Advokat Veteran Yang Masih Aktif Berpraktik
Kamis, 10 September 2020
Upaya Mendamaikan Bersifat Imperatif
- Jika hakim tidak dapat mendamaikan para pihak,
- Maka hal itu mesti disebut dalam berita acara sidang.
- Mengandung cacat formil, dan
- Berakibat pemeriksaan batal demi hukum.
- Secara ekstrem Pemeriksaan yang Mengabaikan Tahap Mendamaikan, Tidak Sah. Bertitik tolak dari Pasal 130 ayat (1) Jo. Pasal 131 ayat (1) HIR, hakim yang mengabaikan pemeriksaan tahap mendamaikan dan langsung memasuki tahap pemeriksaan jawab-menjawab, dianggap melanggar tata tertib beracara, sehingga proses pemeriksaan dikualifikasi undue process.
- Pencantuman Upaya Mendamaikan dalam Putusan, sesuai ketentuan Pasal 131 ayat (1) HIR dimaksud, upaya mendamaikan mesti dicantumkan dalam berita acara sidang. Namun tidak terbatas dalam berita acara saja, tapi juga dalam Putusan. Bunyinya paling sedikit: "hakim telah berupaya mendamaikan Para Pihak, tetapi tidak berhasil...".
Rabu, 09 September 2020
Hukum Acara Menghendaki Perdamaian
"Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka Pengadilan Negeri dengan pertolongan Ketua mencoba akan memperdamaikan mereka".
Selanjutnya, ayat 2 berbunyi:[2]
"Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa".
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal ini, sistem yang diatur hukum acara dalam penyelesaian perkara yang diajukan kepada Pengadilan Negeri, hampir sama dengan court connected arbitration system, dimana pertama-tama hakim menolong para pihak yang bersengketa untuk berdamai, kedua apabila tercapai kesepakatan damai dituangkan dalam perjanjian perdamaian, dan terhadap perjanjian perdamaian dibuatkan putusan Pengadilan yang menghukum para pihak untuk menepati perjanjian perdamaian tersebut.[3]
Jika demikian, bertitik tolak dari Pasal 130 HIR dalam Hukum Acara Perdata menunjukan sejak jauh dari sebelum sistem ADR dikenal pada era sekarang, telah dipancangkan landasan yang menuntut dan mengarahkan penyelesaian sengketa melalui Perdamaian.[4]
Selasa, 08 September 2020
Keuntungan Penyelesaian Sengketa Secara Damai
- Penyelesaian Bersifat Informal, dalam artian kedua belah pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum, dan memakai pendekatan bercorak nurani dan moral;
- Yang Menyelesaikan Sengketa Para Pihak Sendiri, dalam artian penyelesaian para pihak tidak diserahkan kepada Pihak Ketiga seperti Hakim atau Arbiter;
- Jangka Waktu Penyelesaian Pendek, paling lama waktu penyelesaian satu atau dua minggu, atau paling lama satu bulan, asal ada ketulusan dan kerendahan hati kedua belah Pihak;
- Biaya Ringan, boleh dikatakan tidak diperlukan biaya, meskipun ada sangat murah atau zero cost;
- Aturan Pembuktian Tidak Perlu, tidak ada pertarungan yang sengit dari para pihak untuk saling membantah dan menjatuhkan lawan;
- Proses Penyelesaian Bersifat Konfidensial, dalam artian penyelesaian perdamaian bersifat rahasia;
- Hubungan Para Pihak Bersifat Kooperatif, hal ini dikarenakan yang berbicara dalam penyelesaian adalah hati nurani, terjalin penyelesaian berdasarkan kerja sama;
- Komunikasi dan Fokus Penyelesaian, dalam penyelesaian perdamaian terwujud komunikasi aktif antara Para Pihak, dalam komunikasi itu terpancar keinginan untuk memperbaiki Perselisihan dan Kesalahan masa lalu menuju hubungan yang lebih baik di masa depan;
- Hasil yang Dituju Sama Menang, hasil akhir yang dituju adalah sama, yaitu win win solution, dengan menjauhi sifat egoistik;
- Bebas Emosi dan Dendam, dalam arti meredam sikap emosional tinggi dan bergejolak ke arah suasana bebeas emosi selama berlangsung penyelesaian maupun setelah Penyelesaian dicapai.
Minggu, 06 September 2020
Penyelesaian Melalui Perdamaian
Oleh:
Tim Hukumindo
Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai 7 Kritik Mendunia Terhadap Peradilan, dan pada kesempatan ini akan membahas mengenai Penyelesaian Melalui Perdamaian.
Penyelesaian sengketa melalui perdamaian jauh lebih efektif dan efisien. Itu sebabnya pada masa belakangan ini berkembang berbagai cara penyelesaian sengketa di luar Pengadilan, yang dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR), dalam berbagai bentuk seperti:[1]
- Mediasi (mediation) melalui sistem kompromi di antara para pihak, sedangkan pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator hanya sebagai fasilitator;
- Konsiliasi (conciliation) melalui konsiliator, Pihak Ketiga sebagai konsiliator merumuskan perdamaian, akan tetapi keputusan tetap pada Para Pihak;
- Expert Determination, menunjuk seorang ahli memberi penyelesaian yang menentukan, keputusan yang diambilnya mengikat para pihak;
- Mini Trial, hal mana Para Pihak sepakat menunjuk seorang advisor yang akan bertindak: a). Memberi opini kepada kedua belah pihak; b). Opini diberikan advisor setelah mengdengar permasalahan sengketa dari kedua belah Pihak; c). Opini berisi kelemahan dan kelebihan masing-masing Pihak, serta memberi pendapat bagaimana cara penyelesaian yang harus ditempuh Para Pihak.
_____________
Referensi:
1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap., S.H., Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ke-Sepuluh: 2010, Hal.: 236.
2. Ibid., Hal.: 236.