Oleh:
Tim Hukumindo
Pada platform sebelumnya, Hukumindo.com telah membahas mengenai "Penggugat Wajib Menunjukan Barang Objek Sita", dan pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Permohonan Sita Dapat Diajukan Selama Pemeriksaan Sidang.
Sebagai pedoman, dapat diikuti penegasan Putusan MA Nomor: 371 K/Pdt/1984 yang mengatakan, meskipun sita jaminan (CB) tidak tercantum dalam gugatan maupun dalam petitum gugatan, dan baru diajukan belakangan dalam surat tersendiri, jauh setelah gugatan didaftarkan, cara yang demikian tidak bertentangan dengan tata tertib beracara, karena undang-undang membolehkan pengajuan sita jaminan (CB) dapat dilakukan permintaannya sepanjang proses persidangan berlangsung. Oleh karena itu, pengabulan sita dalam kasus yang seperti ini tidak bertentangan ultra petitum partium yang digariskan Pasal 178 ayat (3) HIR. Memperhatikan putusan di atas dihubungkan dengan ketentuan Pasal 227 ayat (1) HIR, dapat dikemukakan acuan penerapan pengajuan permintaan sita.[1] Diterangkan sebagai berikut.
Pertama, selama belum dijatuhkan putusan pada tingkat Peradilan Pertama. Selama proses pemeriksaan pada tingkat peradilan pertama di PN, Penggugat dapat dan dibenarkan mengajukan permintaan sita. Ketentuan batas waktu ini, secara tersurat disebut dalam Pasal 127 ayat (1) HIR yang mengatakan, sita terhadap harta kekayaan tergugat (debitur) dapat diminta selama belum dijatuhkan putusan atas perkara tersebut. Bahkan seperti telah dijelaskan terdahulu, permintaan sita dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan melalui cara mencantumkan permintaan itu dalam gugatan yang bersangkutan.[2]
Kedua, dapat diajukan selama Putusan belum dieksekusi. Ketentuan ini dinyatakan dalam Pasal 227 ayat (1) HIR yang berbunyi: selama putusan yang mengalahkannya belum dijalankan eksekusinya. Dengan demikian: baik selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum; selama putusan belum dieksekusi, Penggugat dapat mengajukan permintaan sita atas harta kekayaan Tergugat. Memperhatikan ketentuan ini, permintaan sita tidak hanya dapat diajukan selama pemeriksaan perkara pada tingkat pertama PN, tetapi juga dapat diajukan dalam semua tingkat pemeriksaan: dapat diajukan Penggugat selama proses pemeriksaan di PN; dapat juga diajukan selama berlangsung pemeriksaan tingkat banding di PT; atau selama proses pemeriksaan berlangsung pada tingkat Kasasi di MA.[3]
Ketiga, instansi yang berwenang memerintahkan sita. Mengenai kasus permohonan sita yang diajukan setelah proses pemeriksaan berlangsung pada tingkat Banding atau Kasasi, terdapat perbedaan pendapat. Pedapat pertama, Mutlak menjadi kewenangan PN. menurut pendapat ini hanya PN, instansi yang berwenang memerintahkan dan melaksanakan sita, Pendapat ini bertitik tolak dari ketentuan Pasal 197 ayat (1) HIR yang berbunyi: Ketua PN karena jabatannya memerintahkan Penyitaan; Pelaksanaan perintah penyitaan dijalankan oleh Panitera atau Juru Sita. Pendapat kedua, Pengadilan Tinggi berwenang Memerintahkan Sita, menurut Subekti, permohonan sita (CB) dapat juga diajukan kepada PT selama pokok perkaranya belum diputus pada tingkat banding. Pendapat ini didasarkan pada bunyi Pasal 227 ayat (1) HIR yang mengatakan sita dapat diajukan selama perkara tersebut belum memperolah putusan yang berkekuatan hukum tetap.[4]
______________
Referensi:
1. "Hukum Acara Perdata (Tentang: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 292.
2. Ibid. Hal.: 292.
3. Ibid. Hal.: 292-293.
4. Ibid. Hal.: 293-297.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar