Oleh:
Tim Hukumindo
Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Atas Barang Yang Telah Disita, Dapat Diletakkan Sita Penyesuaian", dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Agunan Tidak Dapat Disita, Tapi Dapat Diterapkan Sita Penyesuaian.
Jangkauan prinsip sita penyesuaian, tidak hanya terbatas pada larangan menyita barang yang disita pada waktu yang bersamaan atas permintaan pihak ketiga, tetapi meliputi juga terhadap barang agunan atau barang yang dijadikan jaminan utang. Larangan itu meliputi segala bentuk agunan, baik hipotek atas kapal atau pesawat terbang atau hak tanggungan atas tanah maupun gadai dan fidusia. Bahkan tidak terbatas pada bentuk agunan yang memiliki hak preferens (hak privilege) dan titel eksekutorial seperti hipotek, hak tanggungan, fidusia, dan gadai, tetapi juga pada bentuk agunan biasa. Misalnya, A mengagunkan tanah dan rumahnya sebagai jaminan kredit kepada bank berdasarkan perjanjian yang dibuat tanggal 1 Januari 2003. Pada bulan Maret 2003, B menggubat A dan meminta agar tanah dan rumah A diletakkan sita jaminan untuk menjamin pembayaran utangnya apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap.[1]
Pada contoh di atas, Peradilan harus menegakkan prinsip sita penyesuaian. Pengadilan dilarang mengabulkan dan meletakkan sita di atas tanah dan rumah A tersebut, karena pada barang itu telah lebih dahulu melekat hak agunan bank di atasnya. Yang dapat dikabulkan dan diterapkan hanya sita penyesuaian atas alasan, di atas barang itu telah melekat lebih dahulu hak agunan kepada pihak lain. Demikian penegasan Putusan MA Nomor: 1829 K/Pdt/1992. Dalam kasus ini, pengadilan telah meletakkan sita jaminan di atas barang agunan kredit. Tindakan itu pada tingkat Kasasi dibatalkan MA dengan pertimbangan, bahwa praktik peradilan telah lama menerapkan azas vergelijkende beslag yang diatur Pasal 463 Rv sebagai ketentuan tata tertib beracara. Berdasarkan prinsip tersebut terhadap barang yang telah dijadikan agunan kredit tidak boleh diletakkan sita jaminan. Yang dapat diterapkan adalah sita penyesuaian yang menempatkan pemohon sita berada pada urutan berikutnya di bawah hak agunan yang dipegang kreditur.[2]
Memperhatikan penjelasan di atas, dapat dikemukakan patokan penerapan prinsip sita penyesuaian dihubungkan dengan pemintaan sita jaminan atau penyitaan pada umumnya terhadap barang jaminan kredit, yaitu:[3]
- Pengadilan atau Hakim dilarang mengabulkan dan meletakkan sita jaminan terhadap barang yang diagunkan dan dijaminkan pada waktu yang bersamaan;
- Permohonan sita terhadap barang yang sedang diagunkan harus ditolak, demi melindungi kepentingan pihak pemegang agunan;
- Yang dapat diberikan Pengadilan atas Permintaan Sita tersebut, hanya sebatas sita penyesuaian atau vergelijkende beslag.
- Secara murni benar-benar bebas dari pembebanan dari segala bentuk penyitaan (beslag) maupun dari segala bentuk pengagunan;
- Prinsip ini harus konsekuen ditegakkan penerapannya demi melindungi kepentingan Pemegang Sita atau pemegang hak agunan terdahulu.
Apabila terjadi kekeliruan atau kelalaian mengabulkan sita di atas barang yang diagunkan, misalnya dengan barang yang diikat dengan hak tanggungan, pasti terjadi tabrakan antara pemegang sita jaminan dengan pemegang hak tanggungan, dan tabrakan itu dapat menimbulkan penyesuaian yang rumit, karena masing-masing pihak mengatakan dirinya yang lebih unggul prioritasnya.[5]
________________
Referensi:
1. "Hukum Acara Perdata (Tentang: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 319.
2. Ibid. Hal.: 319.
2. Ibid. Hal.: 319.
3. Ibid. Hal.: 320.
4. Ibid. Hal.: 320.
5. Ibid. Hal.: 320.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar