Oleh:
Tim Hukumindo
Masih dalam label praktik hukum, sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Kekuatan Mengikat Sita Sejak Diumumkan", selanjutnya dalam artikel ini akan membahas Dilarang Memindahkan Atau Membebani Barang Sitaan.
Jangkauan kekuatan mengikat sita jaminan yang telah diumumkan secara sah oleh Juru Sita dijelaskan pada Pasal 199 ayat (1), dan Pasal 200 HIR (Pasal 214 ayat (1) dan Pasal 215 RBg). Berdasarkan ketentuan tersebut, kekuatan mengikat sita jaminan meliputi:[1]
- Para Pihak yang berperkara, dan
- Juga menjangkau pihak lain (Pihak Ketiga) yang tidak ikut sebagai pihak dalam perkara.
- Tidak melenyapkan hak pihak ketiga mempertahankan haknya terhadap barang sitaan melalui derden verzet berdasarkan Pasal 195 ayat (6) HIR;
- Tetapi hanya meliputi larangan kepada pihak ketiga untuk mengadakan transaksi yang bersifat pemindahan hak atau pembebanan atas objek barang yang disita.
- Dilarang memindahkan, Membebani, atau Menyewakan Barang Sitaan, terhitung sejak pemberitahuan atau pengumuman barang yang disita pada kantor pendaftaran yang ditentukan untuk itu, hukum melarang untuk: a). Memindahkan barang sita kepada Pihak orang lain; b). Membebani barang itu kepada orang lain; c). Menyewakan barang sitaan kepada orang lain.
- Akibat Hukum atas Pelanggaran Larangan, Transaksi Batal Demi Hukum, menurut Pasal 199 ayat (2) HIR, setiap Perjanjian transaksi pemindahan, pembebanan atau penyewaan barang yang disita, dianggap merupakan: a). Pelanggaran atas larangan yang digariskan Pasal 199 ayat (1) HIR; b). Oleh karena itu, perjanjian transaksi dinyatakan batal demi hukum (null and void). Dapat dilihat, penyitaan yang sudah diumumkan mengikat kepada Pihak Ketiga. Pada dasarnya pihak ketiga yang mengadakan transaksi jual-beli atau bentuk lain dengan Tersita atas barang yang disita, tidak dapat mempergunakan alasan itikad baik (good faith).
- Pihak Ketiga Tidak Dapat Mempergunakan Upaya Derden Verzet untuk Mempertahankan Kepemilikan atas Perolehan Barang yang Disita, penegasan ini diatur dalam Pasal 199 ayat (2) HIR. Setiap perjanjian transaksi yang melanggar larangan yang digariskan Pasal 199 ayat (1) HIR, tidak dapat dijadikan dalih atau dasar alasan mengajukan derden verzet atas sita eksekusi atau atas eksekusi barang sitaan.
- Pelanggaran Terhadap Pasal 199 ayat (1) HIR Dapat Dipidana Berdasarkan Pasal 231 KUHP, akibat yang timbul atas pelanggaran Pasal 199 ayat (1) HIR, bukan hanya dari segi Perdata saja, yaitu transaksi tersebut batal demi hukum, tetapi juga dari segi pidana. Dari segi Pidana, tindakan itu dianggap melanggar delik Pasal 231 KUHP. Unsurnya: a). Barang siapa dengan sengaja melepaskan barang yang disita, atau melepaskan dari simpanan, atau menyembunyikan barang sitaan, dan; b). Dia mengetahui barang itu dilepaskan dari sitaan; c). Perbuatan itu diancam Pidana Penjara maksimal empat tahun. Bahkan menurut Pasal 231 ayat (3) KUHP, orang yang menyimpan yang dengan sengaja membiarkan perbuatan itu atau membantu orang yang melakukan kejahatan itu, diancam dengan penjara maksimal lima tahun.
___________
Referensi:
1. "Hukum Acara Perdata (Tentang: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 313.
2. Ibid. Hal.: 313-314.
2. Ibid. Hal.: 313-314.
3. Ibid. Hal.: 314-316.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar