Oleh:
Tim Hukumindo
Pada label Praktik Hukum, sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Tata Cara Pemberian Sita Penyesuaian", dan pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Kedudukan Hukum Pemegang Sita Penyesuaian.
Kedudukan hukum pemegang sita penyesuaian terhadap barang yang disita atau diagunkan kepada orang lain adalah sebagai berikut:[1]
- Berada setingkat di bawah pemegang sita atau agunan. Hal ini berarti pemegang sita atau agunan, berada pada tingkat pertama, dan pemegang sita penyesuaian berada di bawahnya;
- Pengambilan pemenuhan atas pembayaran tuntutan dari barang tersebut, diberikan prioritas utama kepada pemegang sita atau agunan, baru menyusul pemegang sita penyesuaian dengan acuan penerapan: a). Apabila hasil penjualan hanya mencukupi untuk melunasi tuntutan pemegang sita atau agunan, sepenuhnya jumlah itu menjadi hak pemegang sita atau agunan, tanpa mengurangi pembagian hasil penjualan secara berimbang dalam eksekusi serentak berdasarkan Pasal 202 HIR, Pasal 219 dan Pasal 220 RBg dan pemegang sita atau agunan tidak berkedudukan sebagai kreditor yang mempunyai hak privilege atas barang tersebut; b). Sekiranya hasil penjualan barang melebihi tuntutan pemegang sita atau agunan, maka sisa kelebihan itu menjadi hak pemegang sita penyesuaian;
- Selama sita atau agunan belum diangkat atau dicabut, kedudukannya tetap berstatus sebagai pemegang sita penyesuaian;
- Apabila sita jaminan atau agunan terlebih dahulu diangkat, posisi, hak dan kedudukan pemegang sita penyesuaian, dengan sendirinya menurut hukum berubah menjadi pemegang sita jaminan (CB).
Sedangkan apabila barang itu dijual lelang, yang mempunyai hak prioritas pertama mendapat pelunasan adalah pemegang sita atau agunan terdahulu, dan pemegang sita penyesuaian hanya berhak atas sisanya (jika ada), dan dia tidak berhak dan mempunyai kedudukan memperoleh pembayaran berimbang (fond-fond gewijs) tanpa mengurangi kemungkinan penerapan Pasal 201 dan 202 HIR.[3]
Adapun bunyi Pasal 201 HIR adalah sebagai berikut:[4]
"Jika pada suatu waktu bersama-sama diajukan dua permintaan atau lebih untuk pelaksanaan keputusan hakim yang dijatuhkan kepada seorang debitur, maka dengan satu berita acara disitalah sekian banyak barangnya, sehingga hakimnya cukup untuk mengganti jumlah uang dari semua keputusan biaya pelaksanaan keputusan itu."
Sedangkan bunyi Pasal 202 HIR adalah sebagaimana dikutip berikut ini:[5]
"Jika sesudah dilakukan suatu penyitaan, tetapi sebelum dijual barang yang disita itu, diterima lagi permintaan lain untuk melaksanakan keputusan yang dijatuhkan pada debitur itu, maka hasil penyitaan itu dapat dipergunakan juga untuk mengganti uang yang mesti dibayar menurut keputusan yang dimaksud dengan permintaan itu; jika perlu, ketua dapat memberi perintah untuk melanjutkan penyitaan atas sekian banyak barang yang belum disita, sampai cukup untuk mengganti jumlah uang yang harus dibayar menurut keputusan itu serta biaya untuk penyitaan lanjutan itu."
_________________
Referensi:
1. "Hukum Acara Perdata (Tentang: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 321-322.
2. Ibid. Hal.: 322.
3. Ibid. Hal.: 322.
4. Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R.);
5. Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar