"(1). Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak;
(2). Dalam sidang perdamaian tersebut, suami-isteri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu;
(3). Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka Penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi;
(4). Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan."
Wajib Hadir Secara Pribadi Pada Sidang Pertama
Dari ketentuan di atas, dapat diartikan bahwa agenda sidang pertama pada sidang perkara perceraian di Pengadilan Agama adalah dengan agenda perdamaian. Kecuali dalam hal suami atau istri bertempat tinggal di luar negeri, maka pada agenda sidang pertama dimaksud adalah wajib hukumnya untuk hadir secara pribadi di depan sidang.
Jika penulis bandingkan dalam tataran praktik, sidang pembaca juga perlu lebih jeli, karena ketentuan ini juga mensyaratkan adanya surat panggilan yang sah dan patut kepada para pihak. Pemanggilan kepada Tergugat mesyaratkan sah dan patut, terkait kepatutan ini dilakukan maksimal 3 (tiga) kali pemanggilan. Hal ini berarti, tidak menutup kemungkinan bahwa pada sidang pertama dan kedua, Tergugat tidak hadir. Dengan demikian agenda sidang dimaksud untuk dilakukan perdamaian oleh majelis hakim pokok perkara tidak selalu dapat dilakukan pada sidang panggilan pertama. Artinya, setelah dilakukan pemanggilan, entah pertama, kedua ataupun panggilan ketiga, baru para pihak hadir (Penggugat dan Tergugat), maka dapatlah agenda perdamaian ini dilaksanakan.
Selanjutnya, dalam hal Penggugat dan Tergugat sudah hadir keduanya, maka hakim pokok perkara akan menanyakan kepada Para Pihak apakah masih mungkin dilakukan perdamaian? Dalam hal jawaban kedua belah pihak terjadi perdamaian, maka perkara akan dicabut. Dalam hal salah satu pihak atau kedua belah pihak menjawab bahwa perkara dilanjutkan atau tidak ada perdamaian, maka hakim pokok perkara akan memerintahkan para pihak untuk melakukan mediasi. Sidang kemudian selesai ditunda untuk dilanjutkan ke agenda berikutnya mendengar hasil mediasi.
Pada proses mediasi, hal yang sama juga akan ditanyakan oleh Mediator, apakah masih mungkin dilakukan perdamaian oleh para pihak. Hanya saja terdapat perbedaan di sini, bahwa yang menjadi pemeriksa adalah mediator, bukan hakim pokok perkara. Demikian informasi ini semoga bermanfaat bagi sidang pembaca yang budiman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar