(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Larangan Menyita Milik Negara", dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Penyitaan Terhadap Uang Milik BUMN.
Perhatikan kembali Pasal 50 Undang-undang Nomor: 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, yang mutlak dilarang penyitaannya adalah uang dan barang-barang milik negara dan daerah. Sehubungan dengan itu ada yang berpendapat, apabila suatu BUMN telah go public atau menjadi Persero Tbk., pada dirinya dan pada uang atau barang yang dimilikinya tidak melekat lagi unsur milik negara, tetapi sudah menjadi milik publik atau milik umum yang tunduk kepada ketentuan Hukum perdata, dan tidak lagi tunduk pada hukum publik.[1]
Oleh karena itu, seluruh harta kekayaan atau asset maupun barang-barang yang ada pada penguasaannya tunduk pada ketentuan hukum perdata. Dengan demikian, penyitaan pun tunduk sepenuhnya kepada ketentuan hukum acara perdata dengan jalan menyingkirkan ketentuan Pasal 50 Undang-undang Nomor: 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara (dahulu ketentuan Pasal 65 dan 66 ICW).[2]
Begitu juga tanah yang dimiliki BUMN berdasarkan hak tertentu sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1961, seperti HGU dan HGB, dianggap sebagai barang yang berada dalam lingkup perdagangan. Pemegang haknya dapat menjual atau mengagunkannya maupun menyewakannya atau terhadap hak yang demikian bisa terjadi sengketa perdata seperti sengketa milik dengan Pihak Ketiga.[3]
Oleh karena itu, meskipun pemegang HGU atau HGB-nya adalah BUMN yang belum Tbk., jenis barang yang demikian tidak tunduk kepada ketentuan Pasal 65 dan 66 ICW (sekarang Pasal 50 UU Nomor: 1 Tahun 2004). Maka terhadapnya berlaku ketentuan perdata, sehingga dapat diminta dan diletakkan sita oleh Pengadilan. Bisa sita jaminan berdasarkan sengketa milik atau utang-piutang maupun sita eksekusi dalam rangka pemenuhan pembayaran utang atau ganti rugi.[4]
________________
Referensi:
1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 324.
2. Ibid., Hal.: 324.
3. Ibid., Hal.: 324.
4. Ibid., Hal.: 324.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar