Oleh:
Tim Hukumindo
Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Penerapan Sita Revindikasi Dalam Transaksi Tertentu", dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Syarat atau alasan pokok sita revindikasi.
Sita revindikasi diatur dalam Pasal 226 HIR atau Pasal 714 Rv. Dalam pasal-pasal tersebut tidak diatur syarat, bahwa permintaan penyitaan didasarkan pada adanya dugaan atau persangkaan yang beralasan kalau Tergugat akan menggelapkan atau melenyapkan barang sengketa. Dengan demikian, permintaan sita dianggap memenuhi syarat, meskipun pemohon tidak mengajukan fakta-fakta atau indikasi adanya dugaan atau persangkaan yang beralasan bahwa Tergugat mencari akal untuk menggelapkan barang tersebut.[1]
Oleh karena itu, Pengadilan dalam menilai permintaan sita revindikasi, tidak boleh berlebihan menuntut dari Penggugat agar mengajukan fakta-fakta atau indikasi yang cukup kuat dan beralasan mengenai adanya usaha Tergugat untuk melenyapkan barang sengketa. Tindakan yang demikian bertentangan dengan Pasal 226 HIR maupun Pasal 714 Rv.[2]
Sehubungan dengan itu, syarat pokok atau alasan utama yang mesti dinilai Pengadilan atas permintaan sita revindikasi merukuk kepada ketentuan Pasal 226 ayat (1) HIR, dan Pasal 714 Rv, sebagai berikut:[3]
- Objek sengketa adalah barang bergerak, adapun objek sita berupa barang bergerak yang berada di tangan Tegrugat.
- Pemohon sita adalah pemilik barang, alasan yang dibenarkan untuk meminta sita revindikasi disini adalah pemohon selaku pemilik barang bergerak sebagaimana dimaksud di atas.
- Barang berada di bawah Penguasaan Tergugat tanpa hak berdasarkan Jual-beli maupun Pinjam meminjam.
- Menyebut dengan seksama barang yang hendak disita, syarat yang diatu dalam Pasal 266 ayat (2) HIR ini mengatur bahwa barang yang hendak disita harus dinyatakan secara seksama dalam surat permintaan, dalam artian secara detail. Dapat penulis tambahkan, misalkan kendaraan roda empat disebutkan sebagaimana detailnya di dalam STNK dan BPKB.
________________
Referensi:
1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 330.
2. Ibid., Hal.: 330.
3. Ibid., Hal.: 330-332.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar