Senin, 23 November 2020

Urgensi Sita Revindikasi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pengertian Sita Revindikasi" dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Urgensi Sita Revindikasi.

Urgensi sita revindikasi berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata. Menurut ayat (1) pasal ini:[1]
  • Barangsiapa yang menguasai barang bergerak, dianggap sebagai pemilik yang sempurna atas barang itu. Dalam pengkajian hukum, telah diajarkan doktrin "penguasaan atas barang bergerak dianggap sebagai bukti pemilikan yang sempurna atas barang itu".;
  • Berdasarkan doktrin tersebut, untuk menghindari jatuhnya barang itu kepada pihak ketiga yang berakibat barang itu dianggap miliknya, sangat mendesak meletakkan sita terhadapnya.
Apabila Tergugat sampai menjual atau menghibahkan barang itu kepada Pihak Ketiga, kemudian pihak ketiga itu mempergunakan Pasal 1977 KUH Perdata sebagai perisai, semakin mempersulit proses pengembalian barang itu kepada Penggugat sebagai pemilik. Apalagi jika perpindahan kepada pihak ketiga dapat dibuktikan berdasarkan itikad baik, semakin kecil harapan barang itu kembali kepada pemilik semula. Akan tetapi perlu diingat, penerapan sita revindikasi harus didasarkan atas penguasaan tanpa hak atau tanpa titel yang sah (zonder titel). Misalnya, barang itu berada di tangan orang lain (Tergugat) karena dirampas, dicuri atau dengan tipu muslihat. Dalam hal yang seperti itu, doktrin "penguasaan atas barang bergerak dianggap sebagai bukti kepemilikan yang sempurna atas barang itu" tidak mengikat kepada yang memegangnya. Hal itu dijelaskan dalam Pasal 1977 ayat (2) KUH Perdata, Barangsiapa yang kehilangan atau kecurian barang bergerak, dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak hilang atau dicurinya barang itu, dapat menuntut kembali barang itu sebagai miliknya di tangan siapa barang itu ditemukan.[2]

Sehubungan dengan itu, tanpa mengurangi urgensi sita revindikasi, dalam rangka menyelamatkan pengembalian barang kepada pemilik yang sebenarnya, sita ini tidak dapat diterapkan apabila keberadaan barang di bawah penguasaan Tergugat berdasarkan titel yang sah. Misalnya, melalui jual-beli, tukar-menukar atau hibah dan sebagainya.[3] 
____________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 327.
2. Ibid., Hal.: 327.
3. Ibid., Hal.: 327-328.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar