Senin, 11 April 2022

Contoh Surat Eksepsi Pidana Kasus Narkoba

(iStock)

By:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Antigone Case: Law Versus Morality", "Contoh Nota Keberatan (Eksepsi) Perkara Pidana", anda juga bisa membaca "Contoh Surat Dakwaan" dan pada kesempatan yang berharga ini kami akan membahas mengenai 'Contoh Surat Eksepsi Pidana Kasus Narkoba'. 

Secara sederhana, eksepsi dalam hukum acara pidana adalah alat pembelaan dengan tujuan untuk menghindarkan diadakannya putusan tentang pokok perkara, karena apabila tangkisan ini diterima oleh pengadilan, pokok perkara tidak perlu diperiksa dan diputus. Eksepsi menurut Luhut M.P. Pangaribuan adalah untuk menjawab surat dakwaan dan berhubungan dengan apakah: (a). pengadilan tidak berwenang mengadili perkara, (b). dakwaan tidak dapat diterima, dan (c). surat dakwaan harus dibatalkan.[1]

Eksepsi di mana pengadilan dinyatakan tidak berwenang dapat bersifat relatif dan absolut. Eksepsi relatif terjadi bilamana pengadilan tidak berwenang atau dua pengadilan atau lebih berwenang mengadili perkara yangs ama atau tidak berwenang mengadilinya karena waktu dan tempat tidak pernah terjadi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 150 KUHAP dan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, yang berbunyi: Pasal 150 KUHAP: “sengketa tentang wewenang mengadili terjadinya: 1). Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama; 2). Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perakra yang sama; Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP: (2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.[2] Berikut Contoh Surat Eksepsi Pidana Kasus Narkoba sebagaimana dimaksud. 


Bungo, 11 Oktober 2018
No : 01/NP/Pid- /ISP/X/2018
Hal : NOTA KEBERATAN (EXEPTIE)

 
Kepada
Yth. Ketua Majelis Hakim Perkara No : 197/Pid.Sus/2018/PN.Mrb
Di Pengadilan Negeri Muara Bungo
Jl. RM Thaher No 495 Rimbo Tengah, Bungo.

Dengan hormat,

Perkenankan saya, Indra Setiawan, S.H, selaku Advokat berkewarganegaraan Indonesia yang beralamat kantor di Jl. Diponegoro BTN BMI No.M-11 Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo. Berdasarkan Penetapan Ketua Majelis Hakim Perkara No.197/Pid.Sus/2018/PN.Mrb tentang Penunjukan Indra Setiawan, SH dan Rinaldi, SH sebagai Penasihat Hukum Terdakwa secara Cuma-Cuma. Dalam hal ini bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membela hak dan kepentingan hukum Terdakwa yaitu :

Nama : X Bin Y 
Tempat & Tgl Lahir : Sungai Gambir, 10 Juli 1988
Pekerjaan : Pegawai Honor Satpol PP Kab. Bungo
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Dusun Pasar Rantau Embacang Kec. Tanah Sepenggal- Bungo.

Bahwa dalam hal ini hedak mengajkan Nota Keberatan terhadap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum No.Reg.Perk: PDM-96/MBNGO/09/2018 tanggal 30 Agustus 2018, dengan uraian sebagai berikut :

Adapun eksepsi ini kami buat dengan sistematika sebagai berikut:

1. Pendahuluan
2. Eksepsi
3. Permohonan
4. Penutup

PENDAHULUAN

Setelah pada persidangan lalu kita mendengarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa, maka kini perkenankanlah kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa menyampaikan eksepsi/tangkisan/keberatan dalam perkara yang tengah diperiksa ini. Berdasarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Yang Terhormat, kiranya kami merasa sangat perlu untuk menyampaikan eksepsi ini demi kepentingan hukum dan keadilan serta memperoleh jaminan perlindungan hak-hak asasi tersangka/terdakwa atas kebenaran, kepastian hukum dan keadilan. Selain itu, eksepsi ini perlu kami sampaikan demi perlindungan hukum yang lebih luas bagi masyarakat pada umumnya maupun pembangunan hukum dalam proses beracara pada persidangan  perkara pidana yang semuanya itu telah pula dijamin oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai landasan hukum beracara di negara ini.

EKSEPSI

Dasar Hukum

Bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, berbunyi sebagai berikut : “Dalam hal terdakwa atau penasehat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak wenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan kebenaran tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan”.

Eksepsi Mengenai Surat Dakwaan

Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Tidak Sah. Bahwa berdasarkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai Penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk Penasihat hukum bagi mereka”.

Bahwa Pasal 56 ayat 1 KUHAP sudah menegaskan bahwa bantuan hukum itu wajib disediakan (dengan menunjuk Penasihat Hukum) oleh pejabat yang memeriksa disetiap tingkat pemeriksaan, baik ditingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan. Terlepas Penasihat Hukum yang ditunjuk menjalankan profesinya atau tidak, tetapi pejabat yang bersangkutan selaku perwakilan pemerintah telah melaksanakan kewajibannya menjalankan perintah undang-undang dan tetap menjamin hak asasi terdakwa. Lantas, bagaimana jika pejabat yang melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa melanggar KUHAP? Maka dapat dikatakan tujuan hukum acara sebagai landasan bagi aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum telah gagal diterapkan bahkan dapat dikatakan sebagai suatu penyalahgunaan jabatan (abuse of power).

Bahwa berdasarkan Pasal 137 KUHAP “Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili

Bahwa berdasarkan BAB XV tentang Penuntutan Pasal 137 sd Pasal 144 UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Jaksa Penuntut Umum adalah pejabat yang bersangkutan pada tingkat pemeriksaan tahap penuntutan. Oleh karenanya Jaksa Penuntut Umum berkewajiban melaksanakan perintah undang-undang yang diatur dalam KUHAP termasuk ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP

In casu, Terdakwa telah disangka dipenyidikan dengan melanggar 114 ayat (1) Jo. Pasal 132 ayat (1) atau Kedua melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Ketiga melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun, mengharuskan pejabat yang melakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa wajib menunjuk Penasihat Hukum secara Cuma-Cuma sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Bahwa pada tahap penyidikan ini, pejabat yang bersangkutan yaitu pihak Kepolisian RI telah menunjuk Advokat Suwandi, SH, MH selaku Penasihat Hukum tersangka secara Cuma-Cuma.

Bahwa, begitu pula pada tahap Pemeriksaan di Pengadilan, Terdakwa yang didakwa melanggar Pasal 114 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) atau Kedua melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Ketiga melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pejabat yang bersangkutan yaitu Ketua Majelis Hakim telah memperhatikan Pasal 56 ayat (1) KUHAP dengan  menunjuk Penasihat Hukum bagi Tedakwa secara Cuma-Cuma

Lalu bagaimana pada tahap Penuntutan?, saat pelimpahan berkas perkara atas nama Terdakwa dari penyidikan di Kepolisian ke tahap Penuntutan di Kejaksaan, Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan dan yang memeriksa Tedakwa wajib melaksanakan ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Bahwa setelah mempelajari berkas perkara atas nama Terdakwa termasuk Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa, ternyata Jaksa Penuntut Umum selaku Pejabat yang melakukan pemeriksaan terhadap Tedakwa, tidak menunjuk Penasihat Hukum bagi Terdakwa secara Cuma-Cuma. Padahal Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa Tedakwa dengan Dakwaan Pertama melanggar 114 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) atau Kedua melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Ketiga melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara, yang mengharuskan Jaksa Penuntut Umum wajib menunjuk Penasihat Hukum secara Cuma-Cuma sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (1) KUHAP.

Bahwa ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP adalah bagian dari Hukum Acara Pidana yang wajib ditaati dalam penegakan hukum pidana dan memiliki konsekuensi hukum bila dengan sengaja mengabaikan atau lalai menerapkan hukum acara sebagaimana kaidah hukum dibawah ini:

-Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 510 K/Pid/ 1988 tanggal 28 April 1988, yang menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima

-Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1565 K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993 yang menyatakan : apabila syarat-syarat permintaan dan/atau hak tersangka/terdakwa tidak terpenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima

-Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor: 03 Pid/2002/PTY tertanggal 07 Maret 2002, menyatakan penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum tidak dapat diterima karena didasarkan pada penyidikan yang tidak syah, yaitu melanggar Pasal 56 ayat (1) KUHAP;

-Putusan Pengadilan Negeri Blora, No: 11/Pid.B/2003/PN.Bla tertanggal 13 Februari 2003, menyatakan penuntutan tidak dapat diterima karena dilakukan atas dasar BAP yang batal demi hukum, karena dilakukan dengan melanggar ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP;

-Putusan Pengadilan Negeri Tegal No: 34/Pid.B/1995/PN.Tgl tertanggal 26 Juni 1995 yang menyatakan penyidikan yang dilakukan oleh Mabes Polri tidak syah karena Pasal 56 ayat (1) KUHAP tidak diterapkan sebagaimana mestinya, sehingga penuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.

Bahwa oleh karena Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan pemriksaan terhadap Tedakwa pada tahap Penuntutan tidak melaksanakan perintah Pasal 56 ayat (1) KUHAP tersebut. Maka Surat Dakwaan yang dibuat dan disusun oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Reg.Perk: PDM-96/MBNGO/09/2018 tanggal 30 Agustus 2018, adalah hasil dari bentuk pelanggaran formal yuridis dan harus dinyatakan  tidak sah dan batalkan demi hukum.

PERMOHONAN

Bahwa atas uraian eksepsi/keberatan yang telah kami sampaikan maka dengan ini kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang pemeriksa perkara a quo agar berkenan memutuskan :

1. Menerima Keberatan Penasihat Hukum Terdawa Afrizal Bin Burhanudin;
2. Menyatakan Surat Dakwaan Reg.Perk: PDM-96/MBNGO/09/2018 tanggal 30 Agustus 2018, tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum;
3. Membebaskan Terdakwa Dari Tahanan;
4. Membebankan Biaya Perkara Kepada Negara.
 
PENUTUP

Demikianlah eksepsi ini kami sampaikan kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim. Atas perhatian serta terkabulnya eksepsi/keberatan ini kami ucapkan terima kasih dan bila ada kekurangan atau kesalahan didalamnya kami mohon maaf atas keterbatasan kami selaku manusia.

Hormat kami,
Penasihat Hukum Terdakwa


Ttd.

Indra Setiawan, S.H.


Ttd. 

Rinaldi, S.H.

Menurut hemat kami eksepsi ini cukup baik karena telah membahas pada pokoknya mengenai surat dakwaan dari JPU. Karena inilah yang sering muncul dan dipermasalahkan dalam konteks eksepsi perkara pidana. 
________________
References:

1. "Pengertian Eksepsi Perkara Pidana", kantorhukum-ram.com., Diakses pada tanggal 8 April 2022, https://kantorhukum-ram.com/pengertian-eksepsi-perkara-pidana/
2. Ibid.
3. "Contoh Nota Keberatan (Eksepsi) Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika", www.indrasatrianis.com., Diakses pada tanggal 8 April 2022, https://www.indrasatrianis.com/2019/07/02/contoh-nota-keberatan-eksepsi-dalam-perkara-tindak-pidana-narkotika/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Japan Asks Its Citizens To Write Cellphone Passwords And Applications In Wills

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Singapore Oil King Defrauds Giant Bank ...