Kamis, 16 Maret 2023

Sejarah Peradilan Bangsa Arab Sebelum Islam

 
(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Making a Passport for Umrah No Longer Requires Recommendation from the Ministry of Religion", "Pengertian Wanprestasi" dan "Penjabaran Wanprestasi", pada perkuliahan kali ini (edisi bulan Ramadhan 2023) akan dibahas mengenai 'Sejarah Peradilan Bangsa Arab Sebelum Islam'.

Bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki qadli (orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya) untuk menyelesaikan segala sengketa mereka, hanya saja mereka belum memiliki undang-undang tertulis yang dapat dijadikan pegangan para qadli. Sedang mereka memutuskan hukum-hukum mereka yang turun-temurun, dan dari pendapat kepala-kepala suku, atau dari orang-orang yang mereka pandang arif yang dikenal sebagai orang-orang yang jitu pendapatnya, dan menyita hak-hak dengan firasat dan tanda-tanda, sedang kecerdasan ahli-ahli hukum mereka, menyebabkan mereka lebih mendahulukan memutuskan hukum dengan firasat dan tanda-tanda daripada dengan alat-alat bukti lainnya seperti saksi atau pengakuan.[1]

Dan mereka menyebut qadla' sebagai hukumah, sedang qadli mereka sebut hakam, dan setiap qabilah (puak) memiliki hakam sendiri dan hukuman (badan peradilan) bagi mereka tidak ada yang berdiri sendiri kecuali bagi suku Quraisy, dan para hakam menyelenggarakan sidang-sidangnya di bawah pepohonan atau kemah-kemah yang didirikan, sampai dibangunnya gedung-gedung dan bangunan-bangunan dan di antara gedung-gedung itu yang termasyhur ialah Darun Nadwah yang berada di Mekah, dan gedung itulah yang pertama kali didirikan di sana, yang dibangun oleh Qushay bin Ka'ab, yang pintunya dihadapkan mengarah ke Ka'bah, dan pada permulaan Islam, gedung itu menjadi tempat tinggalnya para Khalifah dan amir-amir di waktu musim hajji, dan pada pertengahan abad ke XIII Hijri setelah gedung itu roboh atau doyong, maka Khalifah Mu'tadlid al Abbasy (281 H) memerintahkan agar gedung tersebut dihancurkan sama sekali dan dihubungkannya dengan Masjidil Haram.[2] 

____________________
References:

1. "Peradilan Dalam Islam", Muhammad Salam Madkur, Dosen Syari'at Islam pada Fakultas Hukum Universitas Cairo, (alih bahasa: Drs. Imron A.M.) PT. Bina Ilmu, Cetakan Keempat (1990), Surabaya. Hal.: 33.
2. Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar