Selasa, 02 Mei 2023

Prosedur Pendirian LBH

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Kode Etik Advokat Indonesia", "Contoh Akta Pembaharuan Utang (Novasi)" dan "Contoh Akta Cessie Piutang dengan Jaminan", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Prosedur Pendirian LBH'.

Artikel ini sangat praktis, dikatakan demikian karena memang penulis mencari sumber yang bisa digunakan langsung bagi para lawyer yang akan langsung mendirikan lembaga bantuan hukum (LBH). Sumber tulisan ini sepenuhnya dikutip dari sumber dibagian akhir artikel ini. Artikel ini akan dilanjutkan dengan artikel mengenai contoh akta pendirian LBH dan contoh AD/ART sebuah LBH.

Prosedur Pendirian Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia dalam tataran praktis dapat dijabarkan seebagai berikut. Atas dasar ketentuan Kovenan Internasional tentang Hak - Hak Sipil dan Politik dan situasi bantuan hukum yang terjadi saat ini, dibuatlah Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 ayat (3) yang pada dasarnya menyatakan bahwa pemberi bantuan hukum merupakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang memberikan pelayanan bantuan hukum berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.[1]

Adapun syarat-syarat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang memberi layanan Bantuan Hukum yang dapat disebut sebagai Pemberi Bantuan hukum (PBH) adalah:[2]
  1. Berbadan hukum;
  2. Terakreditasi berdasarkan peraturan perundang - undangan;
  3. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
  4. Memiliki pengurus; dan
  5. Memiliki program Bantuan Hukum.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang belum memenuhi persyaratan tersebut di atas tetap dapat memberikan bantuan hukum selama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) mempunyai pengacara atau advokat (advocate) sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan bahwa untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:[3]
  1. Warga Negara Republik Indonesia;
  2. Bertempat tinggal di Indonesia;
  3. Tidak berstatus sebagai Pegawai negeri atau pejabat negara;
  4. Berusia minimal 25 (dua puluh lima) tahun;
  5. Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
  6. Mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA);
  7. Lulus Ujian Profesi Advokat (UPA) yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
  8. Mengikuti magang di kantor pengacara atau advokat (advocate) minimal selama 2 (dua) tahun;
  9. Tidak pernah dipidana atau dipenjara karena melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 (lima) tahun atau lebih;
  10. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.

Selanjutnya ketentuan yang di atur pada Pasal 3 Kode Etik Advokat menegaskan bahwa pengacara atau advokat (advocate) dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya. Adapun pengacara atau advokat (advocate) tidak dapat menolak pelayanan jasa dengan alasan perbedaan sebagaimana yang disebutkan di bawah ini:[4]
  1. Agama;
  2. Kepercayaan;
  3. Suku;
  4. Keturunan;
  5. Jenis kelamin;
  6. Keyakinan politik; dan 
  7. Kedudukan sosialnya

Dalam peraturan internal Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) No. 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum secara cuma-cuma menjelaskan bahwa pengacara atau advokat (advocate) memiliki kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Kemudian dalam ketentuan berikutnya pengacara atau advokat (advocate) hanya dianjurkan untuk memberikan bantuan hukum selama 50 (lima puluh) jam dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Akan tetapi, ketentuan tersebut tidak bersifat memaksa sehingga tidak ada sanksi jika para pengacara atau advokat (advocate) tidak melaksanakan sebagaimana yang diatur dalam peraturan tersebut. Dengan tidak adanya sanksi dan tidak adanya ketentuan yang mengharuskan mengakibkan realisasi praktek pro bono pengacara atau advokat (advocate) tidak berjalan.[5]

Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa ketentuan yang diatur dalam perundang - undangan Indonesia mengenai tata cara pembentukan serta pelaksanaan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagaimana di bawah ini:[6]
  1. Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
  2. Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum;
  3. Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum; 
  4. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Republik Indonesia No. 03 Tahun 2013 tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan; 
  5. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. 22 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum; dan 
  6. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Republik Indonesia No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Bantuan Hukum.
Bagi anda yang ingin langsung mendirikan LBH, silahkan baca: "Contoh Akta Pendirian Lembaga Bantuan Hukum (LBH)" dan juga "Contoh AD/ART Lembaga Bantuan Hukum".

____________________
References:

1. "Prosedur Pendirian Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia", www.erisamdyprayatna.com., Diakses pada tanggal 2 Mei 2023, Link: https://www.erisamdyprayatna.com/2020/08/prosedur-pendirian-lembaga-bantuan.html
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.

2 komentar:

  1. Terima kasih banyak untuk ilmunya yang sangat penting dan bermanfaat

    BalasHapus

Massachusetts Court Jurisprudence: Wedding Ring Must Be Returned If Marriage is Void

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " A Young Woman From England, Falls In Lo...