(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Berita di atas menurut hemat penulis mempunyai motif untuk menghindari Pajak Kendaraan Bermotor Progresif. Mobil mewah, selain pajaknya saja sudah mahal, masih dikenakan Pajak lain, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor Progresif. Pajak Kendaraan Bermotor Progresif dikenakan apabila pemilik kendaraan memiliki kendaraan lebih dari satu. Hemat penulis, terdapat dugaan kuat pelakunya dapat dijerat pidana penipuan. Adapun bunyi Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), adalah sebagai berikut:
"Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."
Jika diuraikan, maka setidaknya unsur-unsur sebagaimana terkandung dalam Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Unsur barangsiapa;
2. Unsur dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
3. Unsur secara melawan hukum;
4. Unsur dengan memakai nama palsu;
5. Unsur menggerakan orang lain untuk menghapuskan piutang.
Unsur Barangsiapa
Meminjam istilah Prof. Sudikno Mertokusumo, maka unsur 'barangsiapa' sebagaimana dimaksud menunjuk pada subjek hukum atau subjectum juris, yaitu segala sesuatu yang dapat memperoleh, mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban dari hukum, yang terdiri dari orang (natuurlijkepersoon) dan badan hukum (rechtspersoon) (Sudikno Mertokusumo, "Mengenal Hukum (Suatu Pengantar)", Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 1999, Hal.: 12, 68-69).
Dengan demikian, jika dikaji terkait dengan kasus sebagaimana diberitakan di atas, maka unsur barangsiapa yang dimaksud adalah subjek hukum, entah itu orang atau badan hukum, karena memang belum diketahui pasti, yang menurut keterangan Abdul Manaf adalah menunjuk pada pelaku yang 'ketika orang tersebut datang menjanjikan sembako dan meminta fotokopi identitas warga di sekitar rumahnya'. Dengan kata lain adalah diduga pelaku kejahatan dimaksud, orang yang meminta fotokopi identitas Abdul Manaf.
Unsur dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
Unsur dengan maksud, berkaitan dengan pengertian kesengajaan (dolus) dalam hukum pidana. Secara umum terdapat dua teori kesengajaan dalam hukum pidana, yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan. Teori kehendak menerangkan bahwa dengan melakukan serangkaian tindak-peristiwa, maka keinginannya menjadi tercapai. Sedangkan teori pengetahuan menerangkan bahwa dengan melakukan serangkaian tindak-peristiwa, pelaku mengetahui akibat yang terjadi dari tindakan yang dilakukannya.
Oleh karena itu, jika dilakukan pengkajian terkait dengan kasus di atas, maka unsur dengan maksud atau kesengajaan yang dilakukan pelaku adalah menguntungkan diri sendiri dengan terhindar dari kewajiban membayar sejumlah uang terkait pajak progresif kendaraan mewah roda empat. Atau, pelaku mengerti benar akibat dari perbuatannya adalah guna menghindari pembayaran kewajiban sejumlah uang terkait dengan pajak progresif kendaraan roda empat.
Unsur secara melawan hukum
Sifat melawan hukum (wederrechtelijke) dalam suatu tindak pidana menurut para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Simon: Melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum pada umumnya.
- Pompe: Melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum pengertian yang lebih luas, bukan hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga dengan hukum yang tidak tertulis.
- Van Hammel: Melawan hukum adalah onrechmatig atau tanpa hak/wewenang.
- Hoge Raad: Dari arrest-arrest-nya dapat disimpulkan menurut HR melawan hukum adalah tanpa hak atau tanpa kewenangan.
- Lamintang: Berpendapat bahwa perbedaan diantara pakar tersebut antara lain disebabkan karena dalam bahasa belanda recht dapat berarti "hak". Ia mengatakan, dalam bahasa indonesia kata wederrechtelijk itu berarti "secara tidak sah" yang dapat meliputi pengertian "bertentangan dengan hukum objektif" dan "bertentangan dengan hak orang lain atau hukum subjektif". (Teguh prasetyo & Abdul Hakim Barakatullah, "Politik Hukum Pidana (Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi)", Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005, Hal.: 31-32.)
Jika dikaitkan dengan kasus sebagaimana diberitakan di atas, maka sifat melawan hukum (wederrechtelijke) yang muncul dari pelaku adalah menggunakan identitas diri Abdul Manaf dan sejumlah anggota keluarganya secara tidak sah atau melawan hukum.
Unsur dengan memakai nama palsu
Pengertian unsur dengan memakai nama palsu dalam tindak pidana penipuan secara mudah adalah apabila tindakan seseorang menyebutkan sebagai nama suatu nama yang sejatinya adalah bukan namanya.
Jika mencermati kasus sebagaimana diberitakan di atas, maka secara sederhana terdapat ketidak sesuaian antara pemilik sesungguhnya dari mobil mewah dimaksud dengan dengan identitas STNK, BPKB, bukti PKB dan data di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat)---instansi Pemerintah di bawah naungan Badan Pendapatan Daerah (BAPEDA), dari mobil mewah dimaksud.
Unsur menggerakkan orang lain untuk menghapuskan piutang
Terkait dengan unsur terakhir, yaitu unsur menggerakkan orang lain untuk menghapuskan piutang, maka perbuatan menggerakkan orang lain untuk menghapuskan piutang mensyaratkan adanya hubungan sebab akibat antara alat yang digunakan dengan akibat berupa adanya penghapusan piutang.
Jika dikaitkan dengan kasus sebagaimana diberitakan di atas, maka sebab yang dimaksud di sini adalah dengan didaftarkannya identitas dari Abdul Manaf dan sejumlah anggota keluarganya secara tidak sah atau melawan hukum ke instansi pemerintah dengan akibat (sehingga instansi Pemerintah dimaksud tergerak) yang diinginkan/diketahui oleh pelaku berupa terhindarnya pelaku dari pembayaran pajak progresif (menghapuskan piutang pajak) kendaraan mewah roda empat.
Jika menilik kajian hukum dimaksud, maka semua unsur-unsur Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan dikaitkan dengan kasus sebagaimana diberitakan, semua unsurnya sangat mungkin terpenuhi. Atau jika kita sedikit rajin, maka mungkin saja dapat di Juncto-kan dengan pasal-pasal lain.
Penulis menduga bahwa hal ini merupakan fenomena gunung es semata, karena jika dilakukan secara intensif, dugaan tindak pidana ini tidak hanya terjadi pada mobil mewah saja. Namun dengan kasus ini, kelihatan sekali negara tidak berdaya dan dijadikan olok-olok, juga terkesan hukum seolah menjadi tumpul ke atas. Oleh karena itu, penulis mendorong Badan Pendapatan Daerah (BAPEDA) terkait untuk membuat laporan dugaan tindak pidana penipuan di instansi Kepolisian terkait, bukan pajaknya saja yang dikejar, karena secara langsung dirugikan dengan terhindarnya pemilik mobil mewah dimaksud dari pengenaan kewajiban pembayaran pajak progresif kendaraan mewah roda empat. Laporan pidana juga bisa dilakukan oleh Abdul Manaf dan sejumlah anggota keluarganya yang dengan adanya peristiwa ini menjadi terkena kewajiban membayar pajak kendaraan roda empat yang tidak pernah dimilikinya.