Rabu, 16 Oktober 2019

Kesalahan Sebagai Elemen Subjektif Dari Strafbaar Feit

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Telah kita lalui kuliah sebelumnya yang berjudul: ‘Pengertian Perbuatan Pidana dan Strafbaar Feit’, pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Kesalahan sebagai elemen Subjektif dari Strafbaar Feit.

Beberapa penulis Belanda sering menyebutkan bidang kesalahan sebagai elemen subjektif dari strafbaar feit. Disitu harus diartikan strafbaar feit menurut pengertian luas sebagai elemen subjektif dari strafbaar feit, karena yang paling utama menunjuk kepada pertanggungan jawab dari si pembuat atas perbuatan pidana yang telah dilakukan. Orang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan pidana yang dilakukan, apabila perbuatannya itu dapat dicela. Sifat celaan terhadap si pembuat sudah cukup apabila dicela menurut hukum.[1]

Berikutnya dikatakan pula bidang kesalahan sebagai elemen subjektif dari strafbaar feit oleh karena menunjuk pada keadaan si pembuat sebagai subjek dari perbuatan yang dilakukan menurut rumusan delik, dan disebut dalam kalimat dengan kata netral “barang siapa”. Selanjutnya di dalam hal Kejahatan Buku II KUHP biasanya kesalahan itu menunjuk tentang keadaan sikap batin si pembuat sebagai kejiwaan yang terdapat di dalam rumusan delik, antara lain oleh pembentuk undang-undang disebutkan mengenai kejahatan dengan sengaja atau dengan alpa.[2]

Konsekwensi daripada pandangan bahwa kesalahan merupakan elemen subjektif dari strafbaar feit, maka kesalahan itu mengandung segi psikologis dan segi yuridis. Segi psikologis merupakan dasar bagi segi yuridis, dimana segi yang pertama merupakan dasar untuk mengadakan pencelaan yang harus ada terlebih dahulu, baru kemudian segi yang kedua untuk dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana.[3]

Tidak mengherankan apabila ada ahli hukum pidana yang mengatakan bahwa titik berat “kesalahan” merupakan suatu pengertian psikologis, akan tetapi konsepsi tentang kesalahan dengan pengertian psikologis itu lambat laun dipikirkan kembali, karena sangat sukar untuk menentukannya. Bagaimana manusia dapat mengetahui alam batin orang yang melakukan perbuatan yang bersifat kriminil itu? Hanya Tuhanlah yang tahu.[4]

Titik berat pengertian kesalahan itu tidak lagi terletak pada psyche orang yang berbuat itu sendiri, melainkan bagaimana keadaan psyche-nya orang itu ketika diberi nilai orang lain.[5]

Segi yuridis daripada kesalahan dapat dikatakan jika seseorang mempunyai kesalahan karena sesuatu perbuatan yang dinyatakan sebagai perbuatan yang keliru dan kepada si pembuat dapat diberikan celaan terhadap dirinya secara pribadi. Ajaran tentang kesalahan yang demikian itu memberikan kesempatan untuk secara subjektif mencela dan jika perlu menjatuhkan pidana terhadap suatu perbuatan yang objektif sebagai perbuatan yang keliru karena melawan hukum. Jadi dari segi yuridis tentang kesalahan menjadi jembatan bagi kita untuk memberikan celaan yang dapat berupa pidana tertentu kepada orang yang melakukan perbuatan sebagai pembuat dan terhadap suatu perbuatan yang keliru karena melawan hukum.[6]

Isi kesalahan itu sendiri berupa celaan terhadap si pembuat karena ia dapat menginsyafi atas kekeliruannya, dan ia seharusnya memang dapat menghindarinya, terhadap perbuatan yang keliru karena melawan hukum sebagai dasarnya celaan itu.[7]

Adakalanya isi kesalahan tersebut di atas dapat disimpulkan mempunyai tiga bagian, yaitu: a). Tentang kemampuan bertanggungjawab orang yang melakukan perbuatan. b). Tentang hubungan batin tertentu dari orang yang melakukan perbuatan yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan (dolus atau culpa). c). Tentang tidak adanya alasan penghapus kesalahan/pemaaf (schuld ontbreekt).[8]

Hal ini berarti pada tataran empiris, seorang terdakwa di dalam pemeriksaan sidang Pengadilan akan dapat dinyatakan mempunyai kesalahan apabila menurut konstruksi yuridis telah ternyata lebih dahulu melakukan perbuatan pidana dengan elemen pokoknya bersifat melawan hukum, dan mempunyai kemampuan bertanggung jawab, atau mempunyai bentuk kesengajaan/kealpaan, dan tidak adanya alasan pemaaf.[9]

Mengenai kehendak manusia dalam melakukan perbuatan pidana dengan kesalahan, dipandang dari sudut filosofis terdapat perbedaan paham. Persoalannya terletak pada pertanyaan: apakah dari seorang manusia itu dapat mempunyai kehendak yang bebas terhadap perbuatannya? Ajaran klasik mengutamakan kebebasan individu, yang berarti menerima kebebasan kehendak dan oleh sebab itu segala perbuatan manusia selalu ditentukan oleh kehendak yang bebas, dengan akibat tiada suatu perbuatan pun yang dilakukan oleh manusia itu tidak dipertanggungjawabkan/dipersalahkan kepadanya. Jawaban atas pertanyaan dimaksud menurut paham Determinisme adalah bahwa dari seorang manusia tak dapat diharapkan mempunyai kehendak yang bebas. Menurut cara berpikir dalam determinisme akan sukar menemukan adanya pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Sebaliknya, indeterminisme berpendapat bahwa dari seorang manusia itu dapat dikatakan mempunyai kehendak yang bebas, sekalipun sedikit atau banyak dipengaruhi faktor-faktor dari dalam atau luar dirinya karena diharapkan dapat menentukan kehendaknya.[10]

Ajaran determinisme dan indeterminisme telah mencapai suatu kompromi menjadi teori modern dan teori neodeterminisme. Teori modern mengikuti jalan tengah yang pada dasarnya berpegang pada determinisme dan dalam beberapa hal kehendak manusia itu ditentukan oleh beberapa faktor dari luar dan dalam dirinya, akan tetapi tetap menerima kesalahan sebagai dasar untuk menjatuhkan celaan dalam hukum pidana. Teori neodeterminisme mempunyai dasar alam pikiran dari determinisme akan tetapi bukan berpegang pada faham bahwa “orang tidak bebas kehendaknya”, melainkan bahwa manusia itu adalah anggota masyarakat yang harus menginsyafi perbuatannya dapat menimbulkan bahaya bagi orang lain dan dasar inilah orang tersebut dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana.[11]

Inti mengenai kemampuan bertanggungjawab itu berupa keadaan jiwa/batin seseorang yang sehat pada waktu melakukan perbuatan pidana. Di samping itu kemampuan bertanggung jawab meliputi tiga hal, yaitu:[12]
  • Tentang keadaan jiwa/batin yang sakit;
  • Tentang keadaan jiwa/batin seseorang yang terlampau muda sehingga konstitusi psyche-nya belum matang;
  • Tentang keadaan jiwa/batin yang organ batinya baik akan tetapi fungsinya mendapat gangguan sehingga tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.

_________________________________
1. “Asas-asas Hukum Pidana”, Prof. DR. Bambang Poernomo, S.H., Ghalia Indonesia, Jakarta, Terbitan Keenam, 1993, Hal.: 137.
2.  Ibid. Hal.: 137.
3.  Ibid. Hal.: 138.
4.  Ibid. Hal.: 138.
5.  Ibid. Hal.: 138.
6.  Ibid. Hal.: 139.
7.  Ibid. Hal.: 139.
8.  Ibid. Hal.: 141.
9.  Ibid. Hal.: 141.
10.        Ibid. Hal.: 142-143.
11.        Ibid. Hal.: 143.
12.        Ibid. Hal.: 143-144.

Senin, 14 Oktober 2019

Contoh Surat Kuasa Untuk Mengurus Balik Nama Sertifikat

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Surat Kuasa

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : .....................
NIK : .....................
Pekerjaan : .....................
Alamat : .....................

Dengan ini memberikan kuasa kepada:

Nama : .....................
NIK : .....................
Pekerjaan : .....................
Alamat : .....................

---------------KHUSUS---------------

1. Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa dalam mengurus proses pengajuan balik nama atas sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor: ....................., Kelurahan ....................., Kecamatan ....................., Kota/Kabupaten: ....................., seluas ..................... M2 (.....................meter persegi), Surat Ukur Nomor: ........../........../...........tertanggal ....................., terletak di jalan ....................., Nomor: ....................., Komplek Perumahan “.....................” Kota/Kabupaten: ....................., semula tertulis atas nama “PT. .....................” berkedudukan di ....................., menjadi atas nama “.................”, serta mengambil/menerima Sertifikat tersebut jika telah selesai proses balik namanya atas nama Pemberi Kuasa tersebut di Kantor Pertanahan/BPN Kota .....................

2. Selanjutnya yang diberi kuasa, dikuasakan untuk menghadap kepada Pejabat BPN yang berwenang dan diperlukan, termasuk dalam hal ini Notaris/PPAT, untuk memberikan keterangan-keterangan, meminta dibuatkan surat-surat, serta menandatanganinya dan pada umumnya melakukan tindakan apa saja yang dianggap baik dan berguna untuk maksud tersebut, kecuali dalam hal Jual Beli.

Demikian Surat Kuasa ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.




Kota/Kabupaten .......................
Tanggal .....................

Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

.................                    .................

Catatan: untuk dokumen dalam format word, silahkan diunduh pada link berikut ini.

Lihat juga contoh surat kuasa untuk Pendaftaran Merk (bilingual), pada Link berikut ini.


___________________
Referensi: "Panduan Lengkap Membuat Surat-surat Kuasa", Frans Satriyo Wicaksono, S.H., Jakarta, Visimedia, 2009, Hal.: 114-115.

Jumat, 11 Oktober 2019

Contoh Surat Kuasa Untuk Pencairan Deposito

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Surat Kuasa

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ..................
Alamat : ..................
NIK : ..................

Dalam hal ini bertindak selaku diri sendiri, selanjutnya disebut sebagai Pemberi Kuasa.

Pemberi kuasa dengan ini memberikan kuasa kepada:

Nama : ..................
Alamat : ..................
NIK : ..................

Dalam hal ini bertindak selaku diri sendiri, selanjutnya disebut sebagai Penerima Kuasa.

---------------KHUSUS---------------

Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa mencairkan deposito berjangka dari Bank ...................., nomor sertifikat deposito ...................., tertulis atas nama ...................., selanjutnya Penerima Kuasa berhak menghadap pejabat yang berwenang, menerima uang, serta menandatangani tanda terima pencairan deposito tersebut.

Demikian Surat Kuasa ini dibuat pada hari dan tanggal sebagaimana tersebut dibawah ini, bermeterai cukup, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Kota/Kabupaten..........., Tanggal ..........

Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

.................                   .................

Catatan: untuk dokumen dalam format word, silahkan diunduh pada link berikut ini.

Lihat juga contoh surat kuasa untuk mengurus balik nama sertifikat pada Link berikut ini.



___________________
Referensi: "Panduan Lengkap Membuat Surat-surat Kuasa", Frans Satriyo Wicaksono, S.H., Jakarta, Visimedia, 2009, Hal.: 152-153.

Rabu, 09 Oktober 2019

Contoh Surat Kuasa Untuk Mengurus Klaim Asuransi Kendaraan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Surat Kuasa




Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ...................
Alamat : ...................

Dalam hal ini bertindak selaku diri sendiri dan pemilik polis asuransi Nomor: ..................., dari Asuransi ..................., atas kendaraan ..................., warna ..................., Nomor Polisi: ..................., selanjutnya disebut Pemberi Kuasa.

Dengan ini memberikan kuasa kepada:

Nama : ...................
Alamat : ...................
NIK : ...................

Selanjutnya disebut Penerima Kuasa.

----------------KHUSUS----------------

Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa mengajukan klaim asuransi atas hilangnya kendaraan milik Pemberi Kuasa yang dibuktikan dengan surat lapor kehilangan Nomor: ..................., yang diterbitkan oleh Kepolisian Republik Indonesia, Sektor ...................

Selanjutnya Penerima Kuasa berhak menghadap petugas yang berwenang, mengajukan klaim tersebut, menyerahkan bukti-bukti kehilangan, memberikan keterangan-keterangan, menerima klaim asuransi dan membuat tanda terimanya.

Demikian Surat Kuasa ini dibuat pada hari dan tanggal sebagaimana tersebut di bawah, bermeterai cukup, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Kota/Kabupaten.........., Tanggal ..........

Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

.................                .................


Catatan: untuk dokumen dalam format word, silahkan diunduh pada link berikut ini.

Lihat juga contoh surat kuasa untuk pencairan deposito pada Link berikut ini.



___________________
Referensi: "Panduan Lengkap Membuat Surat-surat Kuasa", Frans Satriyo Wicaksono, S.H., Jakarta, Visimedia, 2009, Hal.: 156-157.

Senin, 07 Oktober 2019

Contoh Surat Kuasa Mengurus Pajak


(Pajak.go.id)

Oleh:
Tim Hukumindo

Surat Kuasa

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : .................
Jabatan : .................
Alamat : .................
NIK : .................

Selanjutnya disebut Pemberi Kuasa.

Dengan ini memberikan kuasa kepada:

Nama : .................
Jabatan : .................
NIK : .................

Selanjutnya disebut Penerima Kuasa.

---------------KHUSUS---------------

Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa memeriksa dan membuat laporan tentang penghasilan PT. ................., pada tahun ................., serta melaporkan penghasilan tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui Kantor Pajak ................., di ................., menyerahkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT-PPh) Badan, meminta dan menerima tanda terima atas penyerahan SPT tersebut.

Demikian Surat Kuasa ini dibuat pada hari dan tanggal sebagaimana tersebut di bawah, bermeterai cukup, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Kota/Kabupaten ................., Tanggal .................

Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

.................          .................


Catatan: untuk dokumen dalam format word, silahkan diunduh pada link berikut ini.

Lihat juga contoh surat kuasa mengurus klaim asuransi kendaraan pada link berikut ini.


___________________

Referensi: "Panduan Lengkap Membuat Surat-surat Kuasa", Frans Satriyo Wicaksono, S.H., Jakarta, Visimedia, 2009, Hal.: 150-151.

Jumat, 04 Oktober 2019

Contoh Surat Kuasa Pendaftaran Merek, Bilingual

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

POWER OF ATTORNEY
(SURAT KUASA)

I/We the undersigned:
(Saya/Kami yang bertanda tangan di bawah ini:)

Acting to this present as:....................
(Dalam hal ini bertindak selaku: .................)

Of and therefore on behalf of:.........................
(Oleh karenanya untuk dan atas nama: .........................)

A company organized under the Laws of: .........................
(Perusahaan yang didirikan menurut Undang-undang: .........................)

Residing/having principal office at:.......................
(Beralamat/berkantor pusat di: .......................)

In this case electing legal domicile at the office of proxies mentioned below:
(Dalam hal ini memilih tempat kedudukan di kantor kuasa-kuasa yang disebutkan di bawah ini:)

Of: .................
(dari: .................)

Either jointly or severally to act on my/our behalf with full power of substitution in all trademark proceeding at The Trademark Registry in Indonesia, to take every necessary action in respect of:
(Baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak atas nama saya/kami dengan hak substitusi untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan di Kantor Merek di Indonesia sehubungan dengan hal-hal:)

1. Filing an application for registration of trade mark/service mark of:
(Mengajukan permohonan pendaftaran merek dagang/merek jasa atas:)

2. Filing an application for renewal of trade mark/service mark registration of:
(Mengajukan permohonan pembaharuan pendaftaran merek dagang/merek jasa atas:)

3. Recordal of Assignment/change of name/address or abandonment of trade mark/service mark of:
        (Pencatatan pemindahan hak/perubahan nama/perubahan alamat/pembatalan merek dagang/merek jasa atas:)

4. Change of proxy in relation to the application for registration of:
(Pemindahan kuasa atas pengurusan permohonan pendaftaran merek dagang/merek jasa atas:)

5. Filing petition for recordal of wellknown mark/opposition/appeal/non-renewal.
(Mengajukan permohonan pencatatan merek terkenal/keberatan/banding/penolakan pembaharuan merek)

Date:...................
(Tanggal: ...................)

Signature: ...................
(Tanda tangan: ...................)


Catatan: untuk dokumen dalam format word, silahkan diunduh pada link berikut ini.

Lihat juga contoh surat kuasa mengurus Pajak pada Link berikut ini.

___________________
Referensi: "Panduan Lengkap Membuat Surat-surat Kuasa", Frans Satriyo Wicaksono, S.H., Jakarta, Visimedia, 2009, Hal.: 188-189.

Rabu, 02 Oktober 2019

Kata Mutiara Hukum Terpilih II (Selected Law Quotes II)

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya, platform Hukumindo.com telah menyajikan kepada sidang pembaca yaitu "Kata Mutiara Hukum Terpilih I (Selected Law Quotes I)", kemudian juga pada artikel lanjutannya, penulis dapat membaca "Kata Mutiara Hukum Terpilih III (Selected Law Quotes III)" dan "Kata Mutiara Hukum Terpilih IV (Selected Law Quotes IV)". Untuk Kata Mutiara Hukum Terpilih II (Selected Law Quotes II) ini penulis pilihkan sebagai berikut:

“It is forbidden to kill; therefore all murderers are punished unless they kill in large numbers and to the sound of trumpets”.
(Dilarang membunuh; karena itu semua pembunuh dihukum kecuali mereka membunuh dalam jumlah besar dan dengan suara terompet---perang.)

Voltaire.

“In times of war, the law falls silent.”
(Di masa perang, hukum diam saja.)

Marcus Tullius Cicero.

“The only stable state is the one in which all men are equal before the law.”
(Satu-satunya negara yang mapan adalah negara di mana semua manusia sama di hadapan hukum.)

Aristotle.

“The minute you read something that you can't understand, you can almost be sure that it was drawn up by a lawyer..”
(Begitu Anda membaca sesuatu yang tidak dapat Anda pahami, Anda hampir bisa memastikan bahwa itu dibuat oleh seorang pengacara.)

Will Rogers.

“Useless laws weaken the necessary laws.”
(Hukum yang tidak berguna melemahkan hukum yang diperlukan.)

Charles-Louis De Secondat Montesquieu, The Spirit of the Laws.

“When mores are sufficient, laws are unnecessary; when mores are insufficient, laws are unenforceable.”
(Ketika adat istiadat mencukupi, hukum tidak perlu; ketika adat istiadat tidak mencukupi, hukum tidak dapat diberlakukan.)

Émile Durkheim.

“The source of every crime, is some defect of the understanding; or some error in reasoning; or some sudden force of the passions. Defect in the understanding is ignorance; in reasoning, erroneous opinion.”
(Sumber dari setiap kejahatan, adalah cacat pemahaman; atau beberapa kesalahan dalam bernalar; atau kekuatan gairah yang tiba-tiba. Kerusakan dalam pemahaman adalah ketidaktahuan; dalam penalaran, pendapat yang salah.)

Thomas Hobbes, Leviathan.

“Law without reason is criminal.”
(Hukum tanpa alasan adalah kriminal.)

Criss Jami, Healology.

“Thus, dear friends, I have said it clearly enough, and I believe you ought to understand it and not make liberty a law...”
(Jadi, teman-teman terkasih, saya telah mengatakannya dengan cukup jelas, dan saya percaya Anda harus memahaminya dan tidak menjadikan kebebasan sebagai hukum ...)

Martin Luther.

“Let a crown be placed thereon, by which the world may know, that so far as we approve of monarcy, that in America the law is King. For as in absolute governments the King is law, so in free countries the law ought to be King; and there ought to be no other.”
(Biarkan sebuah mahkota diletakkan di atasnya, yang dengannya dunia dapat mengetahui, bahwa sejauh kita menyetujui monarcy, bahwa di Amerika hukumnya adalah Raja. Karena seperti dalam pemerintahan absolut, Raja adalah hukum, jadi di negara bebas hukum seharusnya menjadi Raja; dan seharusnya tidak ada yang lain.)

Thomas Paine.

“I don't know who made the laws; But I know there ain't no law that you got to go hungry.”
(Saya tidak tahu siapa yang membuat undang-undang; Tapi saya tahu tidak ada hukum yang mengharuskan Anda kelaparan.)

Ernest Hemingway, To Have and Have Not.

“Unjust laws exist; shall we be content to obey them, or shall we endeavor to amend them, and obey them until we have succeeded, or shall we transgress them at once? Men generally, under such a government as this, think that they ought to wait until they have persuaded the majority to alter them. They think that, if they should resist, the remedy would be worse than the evil. But it is the fault of the government itself that the remedy is worse than the evil. It makes it worse. Why is it not more apt to anticipate and provide for reform? Why does it not cherish its wise minority? Why does it cry and resist before it is hurt? Why does it not encourage its citizens to be on the alert to point out its faults, and do better than it would have them?.”
(Hukum yang tidak adil ada; apakah kita akan puas untuk menaati mereka, atau akankah kita berusaha untuk mengubah mereka, dan menaatinya sampai kita berhasil, atau akankah kita melampaui mereka sekaligus? Laki-laki umumnya, di bawah pemerintahan seperti ini, berpikir bahwa mereka harus menunggu sampai mereka membujuk mayoritas untuk mengubahnya. Mereka berpikir bahwa, jika mereka harus menolak, obatnya akan lebih buruk daripada kejahatan. Tetapi itu adalah kesalahan pemerintah sendiri bahwa obatnya lebih buruk daripada kejahatan. Itu membuatnya lebih buruk. Mengapa tidak lebih tepat untuk mengantisipasi dan menyediakan reformasi? Mengapa ia tidak menghargai minoritas bijaknya? Mengapa ia menangis dan melawan sebelum disakiti? Mengapa ia tidak mendorong warganya untuk waspada untuk menunjukkan kesalahannya, dan melakukan lebih baik daripada yang seharusnya mereka lakukan?)

Henry David Thoreau, Civil Disobedience and Other Essays.

“Being democratic is not enough, a majority cannot turn what is wrong into right. In order to be considered truly free, countries must also have a deep love of liberty and an abiding respect for the rule of law..”
(Menjadi demokratis saja tidak cukup, mayoritas tidak dapat mengubah apa yang salah menjadi benar. Agar dapat dianggap benar-benar bebas, negara-negara juga harus memiliki cinta kebebasan yang mendalam dan rasa hormat yang tetap pada aturan hukum).

Margaret Thatcher.


-----------------------------

Dipilih dan diterjemahkan dari situs www.goodreads.com, sumber URL: https://www.goodreads.com/quotes/tag/law?page=5

Senin, 30 September 2019

Istilah Dan Pengertian Kesalahan (Schuld)

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Telah kita lalui kuliah sebelumnya yang berjudul: ‘Pengertian Perbuatan Pidana Dan Strafbaar Feit’, pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Istilah dan Pengertian Kesalahan (Schuld).

Seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang bersifat melawan hukum, atau melakukan sesuatu perbuatan mencocoki dalam rumusan undang-undang hukum pidana sebagai perbuatan pidana, belumlah berarti bahwa dia langsung dipidana. Dia mungkin dipidana, yang tergantung kepada kesalahannya.[1]

Dapat dipidananya seseorang, terlebih dahulu harus ada dua syarat yang menjadi satu keadaan, yaitu perbuatan yang bersifat melawan hukum sebagai sendi perbuatan pidana, dan perbuatan yang dilakukan itu dapat dipertanggungjawabkan sebagai sendi kesalahan. Putusan untuk menjatuhkan pidana harus ditentukan adanya perbuatan pidana dan adanya kesalahan yang terbukti dari alat bukti dengan keyakinan Hakim terhadap seorang tertuduh yang dituntut di muka pengadilan.[2]

Vos menjelaskan bahwa tanpa sifat melawan hukumnya perbuatan tidaklah mungkin dipikirkan adanya kesalahan, namun sebaliknya sifat melawan hukumnya perbuatan mungkin ada tanpa adanya kesalahan. Prof. Moeljatno, S.H., menyatakan lebih baik dengan kalimat, bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana, tetapi meskipun melakukan perbuatan pidana tidak selalu dia dapat dipidana.[3]

Istilah kesalahan berasal dari kata “schuld”, yang sampai saat sekarang belum resmi diakui sebagai istilah ilmiah yang mempunyai pengertian pasti, namun sudah sering dipergunakan di dalam penulisan-penulisan.[4]

Apakah pengertian kesalahan itu, menurut pandangan para ahli hukum pidana? Ternyata terdapat keanekaragaman pendapat mengenai apa yang dimaksud pengertian kesalahan.[5]

Menurut Jonkers di dalam keterangan tentang “schuldbegrip” membuat pembagian atas tiga bagian dalam pengertian kesalahan yaitu:[6]
  1. Selain kesengajaan atau kealpaan (opzet of schuld);
  2. Meliputi juga sifat melawan hukum (de wederrechtelijkheid);
  3. dan kemampuan bertanggung jawab (de toerekenbaarheid).
Pompe berpendapat bahwa pengertian kesalahan mempunyai tanda sebagai hal yang tercela (verwijtbaarheid) yang pada hakikatnya tidak mencegah (vermijdbaarheid) kelakuan yang bersifat melawan hukum (der wederrechtelijke gedraging). Kemudian dijelaskan pula tentang hakikat tidak mencegah kelakuan yang bersifat melawan hukum (vermijdbaarheid der wederrechtelijke gedraging) di dalam perumusan hukum positif, di situ berarti mempunyai kesengajaan dan kealpaan (opzet en onachtzaamheid) yang mengarah kepada sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) dan kemampuan bertanggungjawab (toerekenbaarheid).[7]

Kedua pengertian tentang kesalahan tersebut di atas tampak sekali di dalam bidang kesalahan terselip elemen melawan hukum. Pendapat ini sebenarnya bertentangan dengan pandangan mengenai elemen melawan hukum seharusnya terletak pada bidang perbuatan pidana. Kemudian untuk lebih menyesuaikan dengan pandangan tentang perbuatan pidana dipisahkan dari kesalahan dengan unsurnya masing-masing, berikut ini dikemukakan dari beberapa ahli hukum yang berpandangan lain daripada yang tersebut lebih dahulu. Vos memandang pengertian kesalahan mempunyai tiga tanda khusus yaitu:[8]
  1. Kemampuan bertanggungjawab dari orang yang melakukan perbuatan (toerekeningsvatbaarheid van de dader);
  2. Hubungan batin tertentu dari orang yang berbuat, yang perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan;
  3. Tidak terdapat dasar alasan yang menghapus pertanggungjawaban bagi si pembuat atas perbuatannya.  
_________________________________
1. “Asas-asas Hukum Pidana”, Prof. DR. Bambang Poernomo, S.H., Ghalia Indonesia, Jakarta, Terbitan Keenam, 1993, Hal.: 135.
2.  Ibid. Hal.: 135.
3.  Ibid. Hal.: 135.
4.  Ibid. Hal.: 135.
5.  Ibid. Hal.: 136.
6.  Ibid. Hal.: 136.
7.  Ibid. Hal.: 136.
8.  Ibid. Hal.: 136-137.

Massachusetts Court Jurisprudence: Wedding Ring Must Be Returned If Marriage is Void

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " A Young Woman From England, Falls In Lo...