(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Pada
kuliah sebelumnya yang berjudul: “Sistematika Hukum Perdata” telah dibahas mengenai pembagian Hukum Perdata menurut Ilmu Pengetahuan Hukum yang dibagi menjadi 4 (empat) bagian, dan
pada kesempatan ini akan dibahas bagian pertama yaitu mengenai Hukum Perorangan (Personenrecht).
Telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa di dalam hukum “Orang” atau “Persoon”
berarti pembawa hak, yaitu segala
sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban disebut sebagai subjek hukum yang
terdiri dari:[1]
- Manusia (naturlijke persoon);
- Badan hukum (rechtspersoon).
Hukum
Perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia sejak ia belum lahir dan masih
dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia. Hal itu diatur dalam KUHPerdata
Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: “Anak yang
ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan apabila
kepentingan si anak menghendakinya”. Dengan demikian seorang anak yang
masih dalam kandungan ibunya sudah dijamin untuk mendapat warisan jika ayahnya
meninggal dunia. Selanjutnya, Pasal 2 ayat (2) KUHPerdata menyatakan, bahwa
apabila ia dilahirkan mati, maka ia dianggap tidak pernah ada.[2]
Sebagai
negara hukum, Indonesia mengakui setiap orang sebagai manusia terhadap
undang-undang, artinya bahwa setiap orang diakui sebagai subjek hukum oleh
undang-undang. Konstitusi UUD 45’ negara Republik Indonesia Pasal 27 menetapkan
segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.[3]
Disamping
manusia sebagai pembawa hak, di dalam hukum juga terdapat badan-badan atau
perkumpulan-perkumpulan yang dipandang sebagai subjek hukum yang dapat memiliki
hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti layaknya manusia.
Badan-badan atau perkumpulan tersebut dinamakan Badan Hukum (Rechtpersoon) yang berarti orang yang
diciptakan oleh hukum. Yang dimaksud dengan Badan Hukum (Rechtpersoon) misalnya Negara, Provinsi, Kabupaten, Perseroan
Terbatas, Koperasi, Yayasan (stichting),
wakaf, Gereja dan lain-lain.[4]
Suatu
perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara:[5]
- Didirikan dengan Akta Notaris;
- Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negeri setempat;
- Dimintakan pengesahan Anggaran Dasarnya kepada Menteri yang berwenang;
- Diumumkan dalam Berita Negara.
_________________________________
|
1. “Pengantar
Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia”, Drs.
C.S.T. Kansil, S.H., Balai Pustaka,
Jakarta, Terbitan Kedelapan, 1989, Hal.: 215.
2. Ibid. Hal.: 215.
3. Ibid. Hal.: 216.
4. Ibid. Hal.: 216.
5. Ibid. Hal.: 216.