(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Terdahulu telah dibahas mengenai "Upaya Hukum Terhadap Penetapan", dan pada kesempatan ini redaksi Hukumindo.com akan membahas mengenai Koreksi Terhadap Permohonan Yang Keliru.
Apabila terjadi peristiwa pengajuan permohonan yang keliru, menjadi pertanyaan adalah: Upaya hukum apa yang dapat diajukan pihak yang berkepentingan atau yang dirugikan untuk mengoreksi atau meluruskannya? Misalnya, Putusan PN Jakarta Pusat Nomor: 274/972, tanggal 27 Juni 1973 yang telah mengabulkan permohonan secara voluntair pengesahan RUPS serta mengatakan perjanjian yang dibuat tidak mengikat First Product Corp Ltd. Permohonan dan penetapan PN dalam kasus ini jelas melanggar dan melampaui batas yurisdiksi voluntair, karena kasus yang dipermasalahkan selain tidak diatur dalam undang-undang, juga perkara yang dipersoalkan jelas mengandung sengketa antara Pemohon dengan pihak lain (pemegang saham yang lain). Oleh karena itu, upaya hukum yang dapat ditempuh adalah:[1]
Mengajukan Perlawanan terhadap Permohonan selama Proses Pemeriksaan Berlangsung, landasan upaya perlawanan terhadap permohonan yang merugikan kepentingan orang lain, merujuk secara analogis kepada Pasal 378 Rv, atau Pasal 195 ayat (6) HIR. Tindakan tersebut dapat dilakukan pihak yang merasa dirugikan apabila mengetahui adanya permohonan yang sedang berlangsung.[2]
Mengajukan gugatan Perdata, apabila isi penetapan mengabulkan permohonan dan pihak yang merasa dirugikan baru mengetahui setelah pengadilan menjatuhkan penetapan tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan perdata biasa. Dalam hal ini, pihak yang merasa dirugikan bertindak sebagai Penggugat dan Pemohon ditarik sebagai Tergugat.[3]
Mengajukan Permintaan Pembatalan kepada MA atas Penetapan, tentang upaya ini dapat dipedomani Penetapan Mahkamah Agung Nomor: 5 Pen/Sep/1975 sebagai preseden. Dalam preseden ini, pihak yang merasa dirugikan atas Penetapan PN Jakarta Pusat Nomor: 274/1972, mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung agar Mahkamah Agung mengeluarkan penetapan untuk membatalkan penetapan PN, dan ternyata permohonan itu dikabulkan MA dengan jalan menerbitkan Penetapan Nomor: 5 Pen/Sep/1975.[4]
Mengajukan Upaya Peninjauan Kembali (PK), upaya PK dapat juga ditempuh untuk mengoreksi dan meluruskan kekeliruan atas Permohonan dengan mempergunakan Putusan PK Nomor: 1 PK/Ag/1990 tanggal 22 Januari 1991 sebagai preseden. Dalam kasus ini PA Pandeglang mengabulkan status ahli waris dan pembagian harta warisan melalui permohonan secara sepihak. Terhadap penetapan tersebut, pihak yang dirugikan mengajukan PK kepada Mahkamah Agung, dan ternyata Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK dimaksud, bersamaan dengan itu, MA membatalkan Penetapan PA dimaksud.[5]
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 43-44.
2. Ibid. Hal.: 44.
3. Ibid. Hal.: 44-45.
4. Ibid. Hal.: 45.
5. Ibid. Hal.: 45.