Rabu, 03 Juni 2020

Hak Penggugat Melakukan Pencabutan Gugatan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pengertian Pencabutan Gugatan dan Dasar Hukumnya", maka Pada kesempatan ini akan membahas tentang Hak Penggugat Melakukan Pencabutan Gugatan.

Sama halnya dengan pengajuan gugatan, pencabutan gugatan merupakan hak yang melekat pada diri Penggugat. Sistem pencabutan gugatan yang dianggap memberi keseimbangan kepada Penggugat dan Tergugat berpedoman pada cara penerapan sebagai berikut:[1]
  1. Pencabutan Mutlak Hak Penggugat Selama Pemeriksaan Belum Berlangsung, hal ini berpedoman pada ketentuan Pasal 271 Rv alinea pertama yang menegaskan bahwa penggugat dapat mencabut perkaranya, dan dengan syarat dilakukan sebelum tergugat menyampaikan Jawabannya.
  2. Atas Persetujuan Tergugat Apabila Pemeriksaan Telah Berlangsung, penerapan ini berpedoman kepada alinea kedua Pasal 271 Rv yang menegaskan, setelah ada jawaban maka pencabutan istansi hanya dapat terjadi dengan persetujuan pihak lawan. Hal ini semata-mata untuk melindungi kepentingan Tergugat. Apabila tidak dibatasi, berarti hukum memberi pembenaran atau justifikasi kepada Penggugat untuk bertindak sewenang-wenang kepada Tergugat.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 82-83.

Selasa, 02 Juni 2020

Pengertian Pencabutan Gugatan dan Dasar Hukumnya

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Putusan Pengguguran Gugatan Tidak Ne Bis In Idem", maka Pada kesempatan ini akan membahas tentang Pengertian Pencabutan Gugatan dan Dasar Hukumnya.

Pengertian pencabutan gugatan. Salah satu permasalahan hukum yang mungkin timbul dalam proses berperkara di depan Pengadilan adalah pencabutan gugatan. Pihak Penggugat mencabut gugatan sewaktu proses pemeriksaan berlangsung. Alasan pencabutan gugatan sangat bervariasi. Mungkin disebabkan gugatan yang diajukan tidak sempurna, atau dalil gugatan tidak kuat, atau barangkali dalil gugatan bertentangan dengan hukum dan sebagainya.[1]

Dasar hukum pencabutan gugatan dapat dipedomani Pasal 271-271 Rv, berdasarkan Prinsip Process Doelmatigheid. Dalam tataran praktik, pencabutan gugatan merupakan sebuah kebutuhan praktik. Hal ini tentunya memerlukan pedoman dalam penerapannya. Di lain sisi, HIR maupun RBg tidak mengatur pencabutan gugatan secara spesifik. Kekosongan tersebut perlu dicari landasan pedoman hukum yang dapat dipertanggungjawabkan agar penerapannya tidak mengurangi atau melanggar hak dan kepentingan para pihak. Sehubungan dengan hal itu, landasan pedoman hukum yang dianggap valid adalah:[2]
  1. Pasal 271 dan Pasal 272 Rv berdasarkan prinsip process doelmatigheid;
  2. Yurisprudensi, selain itu hakim di Indonesia dapat mempergunakan yurisprudensi sebagai pedoman ataupun rujukan.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 81.
2. Ibid. Hal.: 81-82.

Senin, 01 Juni 2020

Putusan Pengguguran Tidak Ne Bis In Idem

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Rasio Pengguguran Gugatan", dan Pada kesempatan ini akan membahas tentang Putusan Pengguguran Tidak Ne Bis In Idem.

Perhatikan kembali ketentuan Pasal 124 HIR, di dalamnya terdapat kalimat yang berbunyi sebagaimana berikut:[1]
"...akan tetapi Penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi, sesudah membayar lebih dahulu biaya perkara tersebut."
Berdasarkan kalimat di atas, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:[2]
  1. Putusan Pengguguran Berdasarkan Alasan Formil, dalam artian pokok perkaranya belumlah diperiksa.
  2. Putusan Pengguguran Dijatuhkan secara Sederhana, dalam artian dilakukan tanpa hadirnya Penggugat dan dituangkan dalam bentuk putusan.
  3. Putusan Pengguguran Diberitahukan kepada Penggugat, dalam artian diberitahukan putusan pengguguran dimaksud kepada Penggugat melalui Juru Sita.
  4. Penggugat Berhak Mengajukan Kembali, hal ini berarti dalam putusan Pengguguran tidak melekat unsur ne bis in idem, sehingga putusan tersebut tidak termasuk putusan yang dimaksud dalam Pasal 1917 KUHPerdata. Dengan kata lain, Penggugat dapat mengajukan kembali Gugatannya.
  5. Pengajuan Kembali dengan Membayar Biaya Perkara, hal ini berarti pengajuan kembali gugatan oleh Penggugat dianggap sebagai perkara baru. Dengan demikian harus terlebih dahulu dibayar biaya perkara baru atas bukti dimaksud dapat dilakukan pencatatan dalam register perkara. 
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 79-80.
2. Ibid. Hal.: 80.

Minggu, 31 Mei 2020

Rasio Pengguguran Gugatan

(Istock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pengguguran Gugatan oleh Hakim", dan Pada kesempatan ini akan membahas tentang Rasio Pengguguran Gugatan.

Maksud utama pelembagaan pengguguran gugatan dalam tata tertib beracara adalah sebagai berikut:

Sebagai Hukuman kepada Penggugat, pengguguran gugatan oleh hakim, merupakan hukuman kepada penggugat atas kelalaian atau keingkarannya menghadiri atau menghadap di persidangan. Sangat layak menghukum penggugat dengan jalan menggugurkan gugatan, karena ketidakhadiran itu dianggap sebagai pernyataan pihak penggugat bahwa dia tidak berkepentingan lagi dalam perkara tersebut. [1]

Membebaskan Tergugat dari Kesewenangan, tujuan lain yang terkandung dalam pengguguran gugatan adalah membebaskan tergugat dari tindakan kesewenangan Penggugat. Dianggap sangat tragis membolehkan penggugat berlarut-larut secara berlanjut inkar menghadiri sidang, yang mengakibatkan persidangan mengalami jalan buntu pada satu segi dan pada segi lain tergugat dengan patuh terus-menerus datang menghadirinya, tetapi persidangan gagal disebabkan penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah.[2]
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 77.
2. Ibid. Hal.: 77-78.

Sabtu, 30 Mei 2020

Pengguguran Gugatan Oleh Hakim

(Istock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pengguguran Gugatan Beserta Syaratnya", dan Pada kesempatan ini akan membahas tentang Pengguguran Gugatan Oleh Hakim.

Bahasan terdahulu sudah dibahas mengenai syarat pengguguran gugatan, yaitu: a). Penggugat telah dipanggil secara Patut, dan b). Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah. Benang merahnya, pengguguran gugatan ini dilakukan oleh Penggugat. Selain dari pada itu, ternyata pengguguran gugatan juga dapat dilakukan oleh majelis hakim pemeriksa perkara, hal dimaksudlah yang akan menjadi perhatian dalam artikel ini.

Pengguguran gugatan yang dilakukan oleh Hakim secara Ex-Officio, diatur dalam Pasal 124 HIR, yang memberi kewenangan secara ex-officio kepada hakim untuk menggugurkan gugatan, apabila terpenuhi syarat dan alasan untuk itu.[1]

Dengan demikian, kewenangan dimaksud, dapat dilakukan oleh hakim, meskipun tidak ada permintaan dari pihak tergugat. Namun hal itu, tidak mengurangi hak tergugat untuk mengajukan permintaan pengguguran. Malahan beralasan tergugat mengajukannya, karena ketidakhadiran Penggugat dianggap merupakan tindakan sewenang-wenang kepada Tergugat. Sebab ketidakhadiran itu, berakibat proses pemeriksaan tidak dapat dilakukan karena berbenturan dengan azas pemeriksaan contradictoir.[2]
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 77.
2. Ibid. Hal.: 77.

Kamis, 28 Mei 2020

Pengguguran Gugatan Beserta Syaratnya

(Istock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Mengenai gugat kontentiosa, terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pengecualian dalam sistem Pemeriksaan Kontradiktoir"dan Pada kesempatan ini akan membahas mengenai Pengguguran Gugatan Beserta Syaratnya.

Pada kesempatan yang membahas mengenai pengguguran gugatan ini, yang akan dibahas pertama adalah mengenai Pengertian gugatan, dan kedua mengenai syarat pengguguran gugatan.

Pengertian Pengguguran Gugatan

Mengenai pengguguran gugatan, diatur dalam Pasal 124 HIR, yang bunyinya adalah sebagai berikut:[1]
"Jika Penggugat tidak datang menghadap PN pada hari yang ditentukan itu, meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya maka surat gugatannya dianggap gugur dan Penggugat dihukum biaya perkara, akan tetapi Penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi, sesudah membayar lebih dahulu biaya perkara yang tersebut tadi".
Syarat Pengguguran Gugatan

Dengan memperhatikan ketentuan di atas, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengguguran gugatan, yaitu:[2]
  1. Penggugat telah dipanggil secara Patut, apabila: a). Surat panggilan telah dilakukan secara resmi oleh Juru Sita sesuai dengan ketentuan undang-undang; dan b). Panggilan dilakukan secara patut, yaitu antara hari panggilan dengan hari persidangan tidak kurang dari tiga hari.
  2. Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah (Unreasonable Default), bahkan tidak menyuruh kuasa atau orang lain untuk mewakilinya. Jika ketidakhadiran berdasarkan alasan yang sah, ketidakhadiran Penggugat tidak dapat dijadikan alasan untuk menggugurkan gugatan. Pengguguran yang demikian tidak sah dan bertentangan dengan hukum.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 76.
2. Ibid. Hal.: 77.

Pengecualian Dalam Sistem Pemeriksaan Kontradiktoir

(Foreign Policy.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Mengenai gugat kontentiosa, terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Azas Pemeriksaan Dalam Gugatan"dan Pada kesempatan ini akan membahas mengenai Pengecualian dalam Sistem Pemeriksaan Kontradiktoir.

Telah dijelaskan bahwa sistem pemeriksaan dalam gugat kontentiosa dilakukan secara kontradiktoir. Proses pemeriksaan harus mentaati azas-azas seperti imparsialitas, pemeriksaan terbuka untuk umum, dll.[1]

Akan tetapi, dalam hal tertentu, diperbolehkan melakukan pemeriksaan secara ex-parte. Pemeriksaan dengan model ini hanya dilakukan terhadap pihak yang hadir saja dengan jalan mengabaikan kepentingan yang tidak hadir, yaitu dalam hal:[2]
  1. Dalam proses Verstek (Default Process), yaitu proses pemeriksaan dan putusan verstek diatur dalam Pasal 125 ayat (1) HIR, yang memberi hak dan kewenangan bagi hakim untuk: a). Memeriksa dan menjatuhkan putusan di luar hadirnya tergugat; b). Pemeriksaan dan putusan yang demikian disebut verstek (di luar hadirnya tergugat); c). Syarat atas kebolehan verstek apabila pada sidang pertama tergugat: 1). Tidak hadir tanpa alasan yang sah, dan 2). Padahal tergugat telah dipanggila secara sah dan patut.
  2. Salah satu pihak tidak hadir pada hari sidang kedua atau sidang berikutnya, peristiwa yang seperti ini dapat terjadi apabila pada sidang pertama atau pada sidang kedua dan ketiga, para pihak datang menghadiri pemeriksaan, akan tetapi pada penundaan hari sidang yang ditentukan hakim, salah satu pihak tidak hadir tanpa alasan yang sah. Pasal 127 HIR memberi kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan di luar hadirnya pihak tersebut. Dalam kasus demikian: a). Hakim berhak melanjutkan pemeriksaan tanpa hadirnya mereka; b). Pemeriksaan dilakukan antara Penggugat dengan pihak Tergugat yang hadir saja, namun tanpa jawaban dan pembelaan dari pihak yang tidak hadir; c). Pemeriksaan telah dianggap dan dinyatakan bersifat contradictoir, oleh karenanya putusan dijatuhkan bukan verstek, tapi putusan contradictoir, sehingga upaya hukum yang diajukan adalah banding, bukan verzet.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 75.
2. Ibid. Hal.: 75-76.

Rabu, 27 Mei 2020

Azas Pemeriksaan Dalam Gugatan

(Getty Images)

Oleh:
Tim Hukumindo

Mengenai gugat kontentiosa, terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Sistem Pemeriksaan dalam Gugatan Kontentiosa", dan Pada kesempatan ini akan membahas mengenai Azas Pemeriksaan dalam Gugatan.

Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, sistem pemeriksaan dalam gugat kontentiosa dilakukan secara kontradiktoir. Ada beberapa prinsip atau azas yang harus ditegakkan dan diterapkan dalam proses pemeriksaan kontradiktoir, antara lain sebagai berikut:[1]
  1. Mempertahankan tata hukum perdata (BW), hal ini berarti hakim bertugas mempertahankan tata hukum perdata pada kasus yang tengah disengketakan dengan acuan: a). Menetapkan ketentuan Pasal dan peraturan perundang-undangan materiil yang diterapkan dalam menyelesaikan sengketa para pihak, dan b). Berdasarkan penemuan ketentuan hukum materiil itu, hakim menjadikannya sebagai landasan dan alasan untuk menetapkan.
  2. Menyerahkan sepenuhnya kewajiban mengemukakan fakta dan kebenaran kepada para pihak, dalam mencari dan menemukan kebenaran, baik kebenaran formil maupun materiil, hakim terikat pada batasan: a). Menyerahkan sepenuhnya kepada kemampuan dan daya upaya para pihak, b). Inisiatif untuk mengajukan fakta dan kebenaran berdasarkan bukti yang dibenarkan undang-undang, c). Pihak yang berperkara mempunyai pilihan dan kebebasan menentukan sikap, apakah dalil gugatan dibantah atau tidak.
  3. Tugas hakim menemukan kebenaran formil, dalam artian, para pihak yang berperkara memikul beban pembuktian (burden of proof) untuk diajukan di depan persidangan mengenai kebenaran yang seutuhnya.
  4. Persidangan terbuka untuk umum, sistem pemeriksaan yang dianut HIR dan RBg adalah proses acara pemeriksaan secara lisan (oral hearing) atau mondelinge procedure. Sistem pemeriksaan secara lisan sangat erat kaitannya dengan prinsip persidangan terbuka untuk umum. Akan tetapi, meskipun dimungkinkan melakukan pemeriksaan secara tertutup dalam hal perkara perceraian.
  5. Audi Alteram Partem, hal ini berarti pemeriksaan persidangan harus mendengar kedua belah pihak secara seimbang. Majelis wajib memberi kesempatan yang sama kepada masing-masing pihak.
  6. Azas Imparsialitas, mengandung pengertian yang luas meliputi: a). Tidak memihak, b). Bersikap jujur atau adil (fair and just) dan, c). Tidak bersikap diskriminatif. Dengan demikian secara umum berarti hakim yang memeriksa perkara tidak boleh bersikap memihak kepada salah satu pihak.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 69-74.

Massachusetts Court Jurisprudence: Wedding Ring Must Be Returned If Marriage is Void

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " A Young Woman From England, Falls In Lo...