(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Merubah Gugatan Adalah Hak Penggugat", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Batas Waktu Pengajuan Perubahan Gugatan.
Mengenai batas waktu pengajuan perubahan gugatan terdapat sedikitnya dua versi. Versi pertama adalah sampai saat perkara diputus. Tenggang batas jangka waktu ini ditegaskan dalam rumusan Pasal 127 Rv yang menyatakan, Penggugat berhak mengubah atau mengurangi tuntutan sampai saat perkara diputus. Pada catatan yang diberikan pada Putusan MA Nomor: 943 K/Sip/1987, tanggal 19 September 1985, terdapat penegasan yang memperbolehkan perubahan gugatan selama persidangan. Ahli M. Yahya Harahap, S.H. kurang setuju dengan ketentuan batas jangka waktu ini, hal ini dianggap kesewenang-wenangan terhadap Tergugat.[1] Sepanjang pengalaman penulis beracara sebagai advokat, memang belum menemukan majelis hakim yang memberikan keleluasaan dalam melakukan perubahan gugatan sampai sebelum putusan dijatuhkan. Dan harap maklum, harus diakui oleh penulis, bahwa penulis pun baru mengetahui adanya yurisprudensi tertanggal 19 September 1985 di atas.
Versi kedua adalah sampai dengan hari sidang pertama. Hal ini berpedoman pada Buku Pedoman yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung. Selain harus diajukan pada hari sidang pertama, disyaratkan para pihak harus hadir. Dari segi hukum, perubahan gugatan dimaksud untuk memperbaiki dan menyempurnakan gugatan. Menurut M. Yahya Harahap, S.H., hal ini justru terlalu membatasi, sehingga kurang realistis.[2] Sedikit berkomentar, sepengalaman penulis dalam beracara sebagai advokat, inilah jangka waktu lazimnya diajukan perubahan gugatan, yaitu pada sidang pertama. Praktik di lapangan adalah Penggugat mengajukan perubahan gugatan kepada majelis hakim pemeriksa perkara pada sidang pertama, dan pada sidang selanjunya paper/berkas sudah diserahkan ke Majelis hakim. Dan sidang setelahnya, baru giliran para tergugat dan turut tergugat mengajukan Jawabannya masing-masing.
M. Yahya Harahap, S.H. berpendapat bahwa perubahan gugatan masih dapat dilakukan sampai agenda Replik-Duplik. Hal ini dengan alasan bahwa versi pertama terlalu memberikan keleluasaan jika perubahan gugatan masih dapat diajukan sebelum putusan dijatuhkan. Sebaliknya, versi kedua, terlalu membatasi jika perubahan gugatan hanya dapat diajukan pada saat sidang pertama. Menurut salah satu ahli dimaksud (M. Yahya Harahap, S.H.), lebih baik menerapkan tenggang waktu yang bersifat moderat, dalam arti membolehkan pengajuan perubahan gugatan tidak hanya terbatas pada sidang pertama, namun diperbolehkan sampai dengan agenda Replik-Duplik.[3]
Menurut hemat penulis sebagai advokat, pendapat terakhir ini juga kurang pas, karena dalam praktik akan berimbas pada berubahnya konstruksi tulisan, baik itu gugatan maupun jawaban, bahkan seterusnya. Tidak akan terlalu bermasalah jika perubahan gugatan dimaksud hanya sebatas salah ketik, namun apabila lebih dari itu, misalnya mengurangi tuntutan atau kesalahan pada perhitungan, maka imbasnya cukup signifikan pada konstruksi tulisan posita, bahkan petitum. Sepengalaman penulis, sudah cukup jika perubahan gugatan diajukan pada sidang pertama. Hakim akan menilai jika perubahan gugatan dimaksud cukup signifikan, maka sudah selayaknya diberikan waktu yang relatif lebih lama atau setidaknya proporsional. Sehingga ketika memasuki agenda jawaban, replik dan duplik, para pihak dan majelis hakim yang mengadili telah terbebas dari urusan perubahan gugatan ini.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 94.
2. Ibid. Hal.: 94.
3. Ibid. Hal.: 94-95.