(Getty Images)
Oleh:
Tim Hukumindo
Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Kewenangan Relatif Pengadilan Negeri", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Actor Sequitor Forum Rei.
Patokan menentukan kewenangan mengadili dihubungkan dengan batas daerah hukum Pengadilan Negeri, merujuk pada ketentuan Pasal 118 HIR (Pasal 142 RBg). Akan tetapi, untuk memperjelas pembahasannya, sengaja berorientasi juga pada Pasal 99 Rv. Berdasarkan ketentuan-ketentuan itu, dapat dijelaskan beberapa patokan menentukan kompetensi relatif sebagaimana dijelaskan berikut ini.[1]
1. Actor Sequitor Forum Rei
Patokan ini digariskan Pasal 118 ayat (1) HIR yang menegaskan: a). Yang berwenang mengadili suatu perkara adalah Pengadilan Negeri tempat tinggal Tergugat; b). Oleh karena itu, agar gugatan yang diajukan Penggugat tidak melanggar batas kompetensi relatif, gugatan harus diajukan dan dimasukkan kepada Pengadilan Negeri yang berkedudukan di wilayah atau daerah hukum tempat tinggal Tergugat.[2]
Mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri di luar wilayah tempat tinggal Tergugat, tidak dibenarkan. Rasio (legis) penegakkan patokan actor sequitor forum rei atau forum domisili, bertujuan untuk melindungi Tergugat. Siapapun tidak dilarang menggugat seseorang, tetapi kepentingan Tergugat harus dilindungi dengan cara melakukan pemeriksaan di Pengadilan Negeri tempat tinggalnya, bukan di tempat tinggal Penggugat.[3]
a. Yang dimaksud dengan Tempat Tinggal Tergugat
-Tempat kediaman, atau
-Tempat alamat tertentu, atau
-Tempat kediaman sebenarnya.[4]
b. Sumber Menentukan Tempat Tinggal Tergugat
-Berdasarkan KTP,
-Kartu Rumah Tangga,
-Surat Pajak, dan
-Anggaran Dasar Perseroan.[5]
c. Perubahan Tempat Tinggal Setelah Gugatan Diajukan
Apabila terjadi perubahan tempat tinggal, setelah gugatan diajukan:
- Tidak memengaruhi keabsahan gugatan ditinjau dari segi kompetensi relatif;
- Hal ini demi menjamin kepastian hukum (legal certainty) dan melindungi kepentingan Penggugat dari kesewenangan dan itikad buruk Tergugat.[6]
d. Diajukan kepada Salah Satu Tempat Tinggal Tergugat
Apabila Tergugat memiliki dua atau lebih tempat tinggal yang jelas dan resmi, gugatan dapat diajukan Penggugat kepada salah satu Pengadilan Negeri, sesuai dengan daerah hukum tempat tinggal tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Putusan MA Nomor: 604 K/Pdt/1984, tertanggal 28-9-1985.[7]
e. Kompetensi Relatif Tidak Didasarkan Atas Kejadian Peristiwa yang Disengketakan
Seperti yang sudah dijelaskan, Pasal 118 ayat (1) HIR telah menetapkan patokan kompetensi relatif Pengadilan Negeri mengadili suatu perkara, berdasarkan tempat tinggal tergugat (actor sequitor forum rei). Patokannya bukan locus delicti seperti yang diterapkan dalam perkara pidana.[8]
f. Penerapan Asas Actor Sequitor Forum Rei Apabila Objek Sengketa Benda Bergerak dan Tuntutan Ganti Kerugian Atas Perbuatan Melawan Hukum
Memang hal ini tidak disebut secara tegas dalam Pasal 118 ayat (1) HIR, namun hal itu disimpulkan jika ketentuan ini dihubungkan dengan Pasal 118 ayat (3), yang menegaskan, apabila objek gugatan barang tidak bergerak, Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya barang tersebut terletak. Dalam Rv, hal itu disebut dengan tegas dalam Pasal 99 ayat (1) yang berbunyi: "Seorang tergugat dalam perkara pribadi yang murni mengenai benda-benda bergerak dituntut di hadapan hakim di tempat tinggalnya". Penerapannya ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2558 K/Pdt/1984, tanggal 20 Januari 1986. Menurut putusan ini, oleh karena yang disengketakan bukan mengenai benda tetap (barang tidak bergerak), melainkan tentang ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH) kebun Penggugat terbakar, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) RBg (sama dengan Pasal 118 ayat (1) HIR), kompetensi relatif yang harus ditegakkan dalam penyelesaian perkara adalah berdasarkan asas actor sequitor forum rei, bukan asas forum rei sitae (letak barang) yang digariskan Pasal 142 (4) RBg (Pasal 118 ayat (3) HIR).[9]
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 192.
2. Ibid. Hal.: 192.
3. Ibid. Hal.: 192.
4. Ibid. Hal.: 192.
5. Ibid. Hal.: 193.
6. Ibid. Hal.: 193.
7. Ibid. Hal.: 193.
8. Ibid. Hal.: 193-194
9. Ibid. Hal.: 194.