Jumat, 11 September 2020

Lasdin Wlas, Advokat Veteran Yang Masih Aktif Berpraktik

(Facebook)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada label tokoh, terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas para Imam-imam Mazhab yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dari Imam Syafi'i, Imam Maliki, Imam Hanafi sampai Imam Hambali. Sedangkan artikel ini akan mengembalikan sidang pembaca pada profesi yang ditekuni oleh penulis. Kesempatan ini akan digunakan penulis untuk turut serta mempublikasikan salah satu advokat senior, bahkan veteran yang pernah dikenal secara personal.

Advokat senior atau advokat veteran di sini tidak menunjuk pada seseorang yang baru diangkat menjadi advokat ketika usianya menginjak pensiun atau pada usia sudah berumur. Namun seseorang yang memang secara sadar menggeluti profesi ini untuk jangka waktu yang telah lama. Dikarenakan beliau juga pernah menjadi Dosen bagi penulis ketika menempuh pendidikan Sarjana Hukum, dan juga Guru Praktisi Hukum ketika memulai karir di dunia advokat, terlepas dari segala kontroversi, tulisan ini bermaksud memberikan penghargaan atas karya dan pengabdian beliau selama ini di dunia profesi advokat.  

Biografi Singkat

Advokat senior ini lahir di Sawah Lunto, Sumatera Barat pada tanggal 30 Desember 1930. Pendidikan formal yang pertama dienyamnya adalah Hollandsch-Inlandsche School/HIS (Sekolah Belanda untuk kalangan Bumiputera) pada tahun 1942. Pada masa penjajahan Jepang, beliau termasuk dalam anggota Pemuda Asia Timur Raya bentukan Gunseikanbu (Kantor pusat pemerintahan militer Jepang) pada tahun 1943.[1]

Sekolah Menengah Pertama (SMP) lulus pada tahun 1952 di Sawah Lunto. Pada tahun 1955 lulus Sekolah Menengah Atas di Bukittinggi, Sumatera Barat. Beliau kemudian mengenyam pendidikan militer BI Veteran di Yogyakarta, tahun 1962. Dilanjutkan dengan mendapat gelar Bacalaureat Hukum (Sarjana Muda Hukum) pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1963, dan kemudian Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 1968.[2] Pada suatu kesempatan ketika beliau memberikan kuliah kepada Penulis, sepengakuannya pernah lulus seleksi Calon Hakim selepas menggondol gelar Sarjana Hukum pada FH Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, akan tetapi tidak diambil kesempatan itu dikarenakan alasan keluarga atau keengganan beliau untuk berdinas ke luar kota. Setelah melewatkan kesempatan dimaksud, malahan beliau mempunyai karir yang panjang sebagai advokat. 

Adapun pengalaman kerja/Perjuangannya, diantaranya adalah: Tentara TRI/Tentara Cenie Persenjataan Divisi IX Sawahlunto, Tentara TRI/Tentara Cenie Persenjataan Komandemen Divisi IX Sumatera Tengah pada tahun 1946-1948. Menggabungkan diri dengan Tentara Pelajar dan Tentara Gerilya tahun 1949. Demobilisasi Tentara Pelajar Rayon IX Sumatera Tengah tahun 1951. Pengangkatan Keputusan dengan dengan SK Veteran Pejuang Kemerdekaan RI NVP (Nomor Veteran Perang): 21756.[3]

Selain itu beliau pernah mendapat Tanda Jasa/Satya Lencana Republik Indonesia, antara lain: Bintang Gerilya Satya Lencana SL/MDI. PK I, Satya Lencana SI/MDI. PK II, Satya Lencana GOM I, Satya Lencana GOM VI, Satya Lencana Penegak.[4]

Jika penulis amati, advokat senior Indonesia ini mempunyai dua latar belakang pendidikan dan karir, pertama adalah pendidikan dan karir militer, dan kedua adalah pendidikan hukum dan profesi seputar advokat. Hal ini menjadikan beliau mempunyai latar belakang yang relatif komplit, baik dalam bidang militer maupun dalam profesi advokat.

Karya Tulis & Karir Profesi

Karya tulis yang masih relevan sampai dengan saat ini dari beliau adalah sebuah buku bertemakan Profesi Advokat berjudul: "Cakrawala Advokat Indonesia", Lasdin Wlas, S.H., Penerbit: Liberty, Yogyakarta, Tahun: 1989. Lihat lampiran berikut:

(Bukalapak)

Dapat penulis tambahkan, salah satu literatur di atas adalah yang paling baik membahas mengenai Kode Etik Advokat. Ditulis oleh advokat yang telah lama malang melintang dalam profesi ini. Selain itu sumber ini masih relevan untuk dibaca, meski oleh sarjana hukum yang baru terjun dalam profesi dimaksud. 

Selain itu, beberapa karya tulis lainnya yang terekpose penulis adalah: "Peran Hukum Turut Serta Menunjang Pembangunan Nasional", Makalah, Tahun 1981. "Kode Etik Advokat", Makalah dalam Latihan Hukum II LKBH UII, Tahun 1981. "Pendidikan Advokatur", Buku Perkuliahan, Tahun 1987.[5] Pada tahun 2009, beliau masih menulis pada Varia Advokat, Volume 09, Juni 2009 dengan judul tulisan: "Meneropong Organisasi Profesi Advokat Indonesia", Hal.: 23-25. Hal mana tulisan tersebut meneropong perjalanan panjang organisasi advokat di Indonesia.  

Praktik peradilan pemberi bantuan hukum sebagai Procureur/Pokrol sejak tahun 1963. Kemudian sebagai Pengacara Praktik sejak tahun 1970. Advokat sejak 1973 sampai dengan saat ini.[6] Artinya, jika dilakukan sinkroninasi antara karir keadvokatannya dengan pendidikan hukum yang ditempuhnya, Lasdin Wlas menjadi Procureur/Pokrol setelah mendapat gelar Bacalaureat Hukum (Sarjana Muda Hukum) pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1963. Kemudian menekuni dunia profesi advokat setelah mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada tahun 1968 dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 

Selain karir di bidang militer dan advokat, Lasdin Wlas juga aktif dalam dunia praktik advokat dan akademik. Diantaranya pernah sebagai Direktur Litigasi LP3H D.I.Y pada tahun 1980. Ketua Tim Pembela Subversi wilayah Surakarta, Sukoharjo dan Klaten tahun 1983. Dekan Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta serta Pengurus dan Penasehat PERADIN DPC Yogyakarta dari tahun 1983-1985.[7] Sepengalaman penulis pada masa menjalani kuliah hukum di FH Universitas Cokroaminoto Yogyakarta dahulu, di antaranya beliau pernah mengampu mata kuliah Hukum Adat. Adapun alamat kantor beliau adalah: Jalan Prof. Herman Yohannes, Sagan Timur, No.: 43, Yogyakarta.

Peran Serta dalam Kancah Profesi Advokat

Pada bulan Februari 2020, beliau masih tercatat sebagai salah satu Dewan Penasehat Pengurus Pusat Kongres Advokat Indonesia (KAI).[8] Pada Judicial Review Nomor: 79/PUU-VIII/2010 di Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor: 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, sepanjang mengenai frasa ”satu-satunya”, beliau menjadi salah satu saksi, hal mana kesaksian beliau adalah seputar pengalamannya dalam mengikuti perkembangan organisasi advokat dan pembentukan wadah tunggal organisasi advokat. Dari pengalamannya mengikuti perkembangan pembentukan wadah tunggal organisasi advokat memang banyak kendala di lapangan. Kemudian mengenai kode etik advokat sendiri sudah dibentuk sejak tahun 2003 semenjak UU Advokat ada.[9] 

Di tengah usianya yang tidak lagi muda, semangat beliau untuk turut serta berkarya dan mengabdi dalam dunia advokat  tidaklah surut. Pada tahun 2016, beliau masih tercatat sebagai salah satu Anggota Dewan Penasehat, Pengurus Pusat IKADIN. Sepengetahuan penulis, saat ini beliau adalah salah satu advokat senior yang masih berpraktik, bahkan mungkin untuk ukuran seluruh wilayah Indonesia. 

Adapun jejak penanganan perkara yang pernah ditangani beliau adalah: a). Kuasa Hukum Aiptu Edy Wuryanto, terdakwa penggelapan barang bukti blocknote milik wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafrudin atau Udin melawan Oditur Militer D.I.Y.[10] b). Gugatan Pra Peradilan Nomor: 05/Akta.Pid.Pra/2013/PN.Slmn. pada Pengadilan Negeri Sleman sebagai salah satu kuasa hukum Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin melawan POLDA D.I.Y.[11] 
_______________
Referensi:

1. "Cakrawala Advokat Indonesia", Lasdin Wlas, S.H., Penerbit: Liberty, Yogyakarta, 1989.
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. "Ujian Kompetensi Dasar Profesi Advokat Akan Dilakukan KAI DPD Jateng 22 Februari 2020", wartaindo.news, 20 Februari 2020, Diakses pada tanggal 11 September 2020, https://wartaindo.news/ujian-kompetensi-dasar-profesi-advokat-akan-dilakukan-kai-dpd-jateng-22-februari-2020/
9. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 79/PUU-VIII/2010.
10. "Kasus Udin, Edy Wuryanto Tolak Surat Dakwaan Oditur Militer", DetikNews, Kamis 24 Februari 2005, Diakses pada tanggal 11 September 2020, https://news.detik.com/berita/d-298884/kasus-udin-edy-wuryanto-tolak-surat-dakwaan-oditur-militer 
11.  "17 Tahun Kasus Udin Tak Tuntas, Wartawan Praperadilankan Polisi", DetikNews, Senin, 11 November 2013, Diakses pada tanggal 11 September 2020, https://news.detik.com/berita/d-2409654/17-tahun-kasus-udin-tak-tuntas-wartawan-praperadilankan-polisilisi", detikNews, Senin, 11 November 2013, Diaksesn pada tanggal 11 September 2020,  


Kamis, 10 September 2020

Upaya Mendamaikan Bersifat Imperatif

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu pada label Praktik Hukum, platform Hukumindo.com telah membahas tentang Hukum Acara Menghendaki Perdamaian, dan pada kesempatan berikut ini akan dibahas mengenai Upaya Mendamaikan Bersifat Imperatif.

Pada prinsipnya upaya hakim untuk mendamaikan para pihak bersifat imperatif. Hakim wajib berupaya mendamaikan Para Pihak yang berperkara. Hal itu dapat ditarik dari ketentuan Pasal 131 ayat (1) HIR, yang mengatakan:[1]
  • Jika hakim tidak dapat mendamaikan para pihak,
  • Maka hal itu mesti disebut dalam berita acara sidang.
Jadi menurut Pasal ini, kalau Hakim tidak berhasil mendamaikan, ketidakberhasilan itu mesti ditegaskan dalam berita acara sidang. Kelalaian menyebutkan hal itu dalam berita acara mengakibatkan pemeriksaan perkara:[2]
  • Mengandung cacat formil, dan
  • Berakibat pemeriksaan batal demi hukum.
Kalau begitu, upaya mendamaikan adalah bersifat imperatif. Tidak boleh diabaikan dan dilalaikan. Proses pemeriksaan yang tidak menempuh dan tidak dimulai tahap mendamaikan adalah batal menurut hukum. Dengan demikian, hal ini berarti:[3]
  1. Secara ekstrem Pemeriksaan yang Mengabaikan Tahap Mendamaikan, Tidak Sah. Bertitik tolak dari Pasal 130 ayat (1) Jo. Pasal 131 ayat (1) HIR, hakim yang mengabaikan pemeriksaan tahap mendamaikan dan langsung memasuki tahap pemeriksaan jawab-menjawab, dianggap melanggar tata tertib beracara, sehingga proses pemeriksaan dikualifikasi undue process.
  2. Pencantuman Upaya Mendamaikan dalam Putusan, sesuai ketentuan Pasal 131 ayat (1) HIR dimaksud, upaya mendamaikan mesti dicantumkan dalam berita acara sidang. Namun tidak terbatas dalam berita acara saja, tapi juga dalam Putusan. Bunyinya paling sedikit: "hakim telah berupaya mendamaikan Para Pihak, tetapi tidak berhasil...". 
_____________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ke-10 tahun 2010, S.H., Hal.: 239.
2. Ibid. Hal.: 240.
3. Ibid. Hal.: 240-241.

Rabu, 09 September 2020

Hukum Acara Menghendaki Perdamaian

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com dalam label Praktik Hukum telah membahas mengenai Keuntungan Penyelesaian Sengketa Secara Damai, dan pada kesempatan ini akan membahas tentang perihal Hukum Acara Menghendaki Perdamaian.

Sebenarnya sejak semula Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg mengenal dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal 130 ayat (1) HIR berbunyi:[1]
"Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka Pengadilan Negeri dengan pertolongan Ketua mencoba akan memperdamaikan mereka".

Selanjutnya, ayat 2 berbunyi:[2]

"Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa". 

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal ini, sistem yang diatur hukum acara dalam penyelesaian perkara yang diajukan kepada Pengadilan Negeri, hampir sama dengan court connected arbitration system, dimana pertama-tama hakim menolong para pihak yang bersengketa untuk berdamai, kedua apabila tercapai kesepakatan damai dituangkan dalam perjanjian perdamaian, dan terhadap perjanjian perdamaian dibuatkan putusan Pengadilan yang menghukum para pihak untuk menepati perjanjian perdamaian tersebut.[3]

Jika demikian, bertitik tolak dari Pasal 130 HIR dalam Hukum Acara Perdata menunjukan sejak jauh dari sebelum sistem ADR dikenal pada era sekarang, telah dipancangkan landasan yang menuntut dan mengarahkan penyelesaian sengketa melalui Perdamaian.[4]

________________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ke-10 2010, Hal.: 238.
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.

Selasa, 08 September 2020

Keuntungan Penyelesaian Sengketa Secara Damai

 
(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com dalam label Praktik Hukum ini telah membahas tentang Penyelesaian Melalui Perdamaian, dan selanjutnya pada artikel ini akan membahas mengenai Keuntungan Penyelesaian Sengketa Secara Damai.

Penyelesaian perkara melalui Perdamaian, apakah itu dalam bentuk mediasi, konsiliasi, expert determination, atau mini trial mengandung berbagai keuntungan substansial dan psikologis, yang terpenting di antaranya adalah:[1]
  1. Penyelesaian Bersifat Informal, dalam artian kedua belah pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum, dan memakai pendekatan bercorak nurani dan moral;
  2. Yang Menyelesaikan Sengketa Para Pihak Sendiri, dalam artian penyelesaian para pihak tidak diserahkan kepada Pihak Ketiga seperti Hakim atau Arbiter;
  3. Jangka Waktu Penyelesaian Pendek, paling lama waktu penyelesaian satu atau dua minggu, atau paling lama satu bulan, asal ada ketulusan dan kerendahan hati kedua belah Pihak;
  4. Biaya Ringan, boleh dikatakan tidak diperlukan biaya, meskipun ada sangat murah atau zero cost;
  5. Aturan Pembuktian Tidak Perlu, tidak ada pertarungan yang sengit dari para pihak untuk saling membantah dan menjatuhkan lawan;
  6. Proses Penyelesaian Bersifat Konfidensial, dalam artian penyelesaian perdamaian bersifat rahasia;
  7. Hubungan Para Pihak Bersifat Kooperatif, hal ini dikarenakan yang berbicara dalam penyelesaian adalah hati nurani, terjalin penyelesaian berdasarkan kerja sama;
  8. Komunikasi dan Fokus Penyelesaian, dalam penyelesaian perdamaian terwujud komunikasi aktif antara Para Pihak, dalam komunikasi itu terpancar keinginan untuk memperbaiki Perselisihan dan Kesalahan masa lalu menuju hubungan yang lebih baik di masa depan;
  9. Hasil yang Dituju Sama Menang, hasil akhir yang dituju adalah sama, yaitu win win solution, dengan menjauhi sifat egoistik;
  10. Bebas Emosi dan Dendam, dalam arti meredam sikap emosional tinggi dan bergejolak ke arah suasana bebeas emosi selama berlangsung penyelesaian maupun setelah Penyelesaian dicapai. 
____________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ke-10, 2020, Hal.: 236-238.

Minggu, 06 September 2020

Penyelesaian Melalui Perdamaian

(iStock)

Oleh:

Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai 7 Kritik Mendunia Terhadap Peradilan, dan pada kesempatan ini akan membahas mengenai Penyelesaian Melalui Perdamaian.

Penyelesaian sengketa melalui perdamaian jauh lebih efektif dan efisien. Itu sebabnya pada masa belakangan ini berkembang berbagai cara penyelesaian sengketa di luar Pengadilan, yang dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR), dalam berbagai bentuk seperti:[1]

  • Mediasi (mediation) melalui sistem kompromi di antara para pihak, sedangkan pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator hanya sebagai fasilitator;
  • Konsiliasi (conciliation) melalui konsiliator, Pihak Ketiga sebagai konsiliator merumuskan perdamaian, akan tetapi keputusan tetap pada Para Pihak;
  • Expert Determination, menunjuk seorang ahli memberi penyelesaian yang menentukan, keputusan yang diambilnya mengikat para pihak;
  • Mini Trial, hal mana Para Pihak sepakat menunjuk seorang advisor yang akan bertindak: a). Memberi opini kepada kedua belah pihak; b). Opini diberikan advisor setelah mengdengar permasalahan sengketa dari kedua belah Pihak; c). Opini berisi kelemahan dan kelebihan masing-masing Pihak, serta memberi pendapat bagaimana cara penyelesaian yang harus ditempuh Para Pihak.
Demikian sepintas bentuk-bentuk cara penyelesaian sengketa yang berkembang di luar Pengadilan maupun arbitrase. Memang masih ada lagi bentuk lain seperti summary jury trial, namun apa yang dikemukakan di atas membuktikan perkembangan cara penyelesaian sengketa di luar Pengadilan.[2] Penulis kira hal ini cukup menarik dengan makin beragamnya penyelesaian sengketa secara perdamaian di luar litigasi Pengadilan.

_____________

Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap., S.H., Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ke-Sepuluh: 2010, Hal.: 236.

2. Ibid., Hal.: 236.

Jumat, 04 September 2020

Tetralogi Mazhab KHI, Imam Hambali

 
(maktabahmahasiswa.bloger.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan terdahulu dalam tetralogi mazhab KHI, platform Hukumindo.com telah membahas tokoh Imam Hanafi, dan sebagai artikel penutup dalam tetralogi ini, akan dibahas Imam Hambali.

Lahir & Tumbuh Kembang

Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Ia merupakan seorang ulama besar di bidang hadis dan fikih yang pernah dimiliki dunia Islam. Dilahirkan di Salam, Baghdad (sekarang Irak), pada 164 H, Imam Hambali sudah menunjukkan kecerdasannya sejak usia dini. Bahkan, ketika usianya relatif muda, ia sudah hafal Alquran.[1]

Imam Hambali mendapatkan pendidikannya yang pertama di Kota Baghdad. Saat itu, Kota Baghdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam yang penuh dengan beragam kebudayaan serta penuh dengan berbagai jenis ilmu pengetahuan. Di sana, tinggal para qari, ahli hadis, para sufi, ahli bahasa, filsuf, dan sebagainya. Ia menaruh perhatian yang sangat besar pada ilmu pengetahuan. Dengan tekun, ia belajar hadis, bahasa, dan administrasi. Imam Hambali juga banyak menimba ilmu dari sejumlah ulama dan para fukaha besar. Di antaranya adalah Abu Yusuf (seorang hakim dan murid Abu Hanifah) dan Hisyam bin Basyir bin Abi Kasim (ulama hadis di Baghdad).[2]

Ia juga berguru kepada Imam Syafi'i dan mengikutinya sampai ke Baghdad. Suatu ketika, seseorang menegurnya, ''Anda telah sampai ke tingkat mujtahid dan pantas menjadi imam. Mengapa masih menuntut ilmu? Apakah Anda akan membawa tinta ke kuburan?'' Imam Hambali menjawab, ''Saya akan menuntut ilmu sampai saya masuk ke liang kubur.''[3]

Karya-karya

Imam Hambali menaruh perhatian besar kepada hadis Nabi SAW. Karena perhatiannya yang besar, banyak ulama--seperti Ibnu Nadim, Ibnu Abd al-Bar, at-Tabari, dan Ibnu Qutaibah--yang menggolongkan Imam Hambali dalam golongan ahli hadis dan bukan golongan mujtahid.[4]

Begitu besar perhatiannya kepada hadis, ia pun pergi melawat ke berbagai kota untuk mendapatkan hadis, antara lain ia pernah ke Hijaz, Kufah, dan Basrah. Atas usahanya itu, akhirnya ia dapat menghimpun ribuan hadis yang dimuat dalam karyanya Musnad Ahmad ibn Hambal. Karya monumentalnya ini disusun dalam jangka waktu sekitar 60 tahun. Di dalamnya, terhimpun 40 ribu hadis yang diseleksi dari sekitar 700 ribu hadis yang dihafalnya.[5]

Sebagian besar ulama menganggap hadis yang terdapat dalam kitab ini termasuk kategori sahih. Namun, ada juga ulama yang menyatakan beberapa hadis dalam kitab itu lemah. Selain Al-Musnad, Imam Hambali juga menyusun kitab Tafsir Alquran dan kitab an-Nasikh wa al-Mansukh (kitab mengenai ayat-ayat yang menghapuskan dan dihapuskannya sebuah hukum). Ia juga menyusun kitab al-Manasik ash-Shagir dan al-Kabir, kitab az-Zuhud, kitab ar-Radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-Zindiqah (bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalah, kitab as-Sunnah, kitab al-Wara wa al-Iman, kitab al-I'lal wa ar-Rijal, kitab al-Asyribah, satu juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha'il ash-Shahabah.[6]

Karakteristik Mazhab Hambali & Sebaran Pengikutnya

Karakteristik Mazhab Hambali senantiasa berpedoman pada teks-teks hadis dan mempersempit ruang penggunaan kiyas dan akal.[7] Corak pemikiran Mazhab Hambali adalah tradisionalis, selain berdasarkan pada Al Quran, sunnah, dan ijtihad, Beliau juga menggunakan hadits Mursal dan Qiyas jika terpaksa.[8]

Selain sebagai seorang ahli hukum, beliau juga seorang ahli hadist. Karyanya yang terkenal adalah Musnad Ahmad, kumpulan hadis-hadis Nabi SAW. Mazhab Hambali merupakan mazhab fiqih dengan pengikut terkonsentrasi di wilayah Teluk Persia dengan jumlah pengikut sebanyak 41 juta jiwa. Negara-negara dengan pengikut terbanyak mazhab ini adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar.[9]

Pada masa mudanya beliau berguru kepada Abu Yusuf dan Imam Syafi'i. Sedangkan murid atau pengikutnya yang terkenal adalah Imam Bukhori, Abdul Qodir Al Jailani, lbnu Qudammah, lbnu Taimiyah, Ibnu Qaiyyim Al jauziyyah, Adz-Dzahabi, dan Muhammad bin Abdul Wahab.[10] Di akhir hayatnya Imam Hambal menderita sakit. Sepuluh hari kemudian wafat pada tanggal 22 Rabiul Awal tahun 241 H/855 M dalam usia 75 tahun.[11]

Jejak Mazhab Hambali dalam KHI

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah diatur bahwa hukum menikahi seorang wanita yang dalam keadaan hamil (kawin hamil) adalah dipebolehkan, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 53. Dan pendapat soal dimaksud menurut Mazhab Hambali adalah Jika seorang perempuan melakukan perbuatan zina, maka bagi orang yang mengetahui hal itu tidak boleh menikahinya, kecuali dengan dua syarat: a). masa idah-nya telah selesai. b). Dia bertobat dari perbuatan zina. Dengan kata lain, menurut Mazhab Hambali, dalam hal menikahi seorang wanita yang dalam keadaan hamil (kawin hamil) adalah boleh, akan tetapi dengan syarat.
_________________________

Referensi:
1. "Imam Hambali, Sang Pemegang Teguh Hadits Nabi", republika.co.id., Jumat 20 Mar 2020, Diakses pada 4 September 2020, https://republika.co.id/berita/q7hpda430/imam-hambali-sang-pemegang-teguh-hadits-nabi;
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. "Sejarah dan Karakteristik 4 Mazhab Fiqih", malangtimes.com., 11 Januari 2019, Diakses pada 04 September 2020, https://www.malangtimes.com/baca/34943/20190111/110500/sejarah-dan-karakteristik-4-mazhab-fiqih
9. Ibid.
10. Ibid.
11. "Kisah Ulama Besar: Imam Hambali, Dipenjara dan Disiksa Karena Teguh Pendiriannya", kalam.sindonews.com., Miftah H. Yusufpati, Kamis, 28 Mei 2020, Diakses pada tanggal 4 September 2020, https://kalam.sindonews.com/read/49333/70/imam-hambali-dipenjara-dan-disiksa-karena-teguh-pendiriannya-1590638703/30

Kamis, 03 September 2020

Tetralogi Mazhab KHI, Imam Hanafi

(kajikisah.blogspot.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com dalam edisi tokoh mazhab Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah membahas tokoh Imam Maliki, dan untuk kesempatan ini akan dibahas tokoh selanjutnya, yaitu Imam Hanafi.

Kelahiran & Pertumbuhan

Imam Hanafi lahir pada tahun 80 Hijriyah (H) bertepatan dengan 699 Masehi (M) di sebuah kota bernama Kufah. Sejatinya, nama Imam Hanafi adalah Nu'man bin Tsabit bin Marzaban Al-Farisi yang bergelar Al-Imam Al-A'zham.[1] Kufah adalah sebuah daerah yang saat ini berada di negara Irak.

Ketika lahir, pemerintah kekhalifahan Islam dipimpin oleh Abdul Malik bin Marwan, keturunan kelima Bani Umayyah. Ia hidup dalam keluarga yang saleh. Ia juga sudah hafal Alquran sejak masih usia anak-anak dan merupakan orang pertama yang menghafal hukum Islam dengan cara berguru. Saat masih kecil, Imam Hanafi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutra. Bahkan, dia memiliki toko untuk berdagang kain.[2]

Dalam perjalanan waktu, Imam Hanafi yang dikenal sebagai orang yang haus akan ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu agama, menjadi seorang ahli dalam bidang ilmu fikih dan menguasai bebagai bidang ilmu agama lain, seperti ilmu tauhid, ilmu kalam, ilmu hadis, serta ilmu kesusasteraan dan hikmah. Tak sebatas menguasai banyak ilmu, ia juga dikenal dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial keagamaan yang rumit.[3]

Imam Syafi’i pernah melempar pujian terhadap Imam Hanafi sebagai berikut: “Tidak seorang pun yang mencari ilmu fikih, kecuali dari Abu Hanifah. Ucapannya itu sesuai dengan apa yang datang dari Rasulullah SAW dan apa yang datang dari para sahabat.”[4]

Guru dan Karya

Kemahirannya dalam berbagai disiplin ilmu agama itu ia pelajari dari sejumlah ulama besar masa itu. Di antaranya adalah Atho' bin Abi Rabbah, Asy-Sya'bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al-A'raj, Amru bin Dinar, dan Thalhah bin Nafi'. Ia juga belajar kepada ulama lainnya, seperti Nafi' Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di'amah, Qois bin Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman (guru fikihnya), Abu Ja'far Al-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Muhammad bin Munkandar.[5]

Sepanjang 70 tahun masa hidupnya, Imam Hanafi tidak melahirkan secara langsung karya dalam bentuk kitab. Ide, pandangan, dan fatwa-fatwanya seputar kehidupan keagamaan ditulis dan disebarluaskan oleh murid-muridnya. Karya-karya fikih yang dinisbatkan kepadanya adalah Al-Musnad dan Al-Kharaj.[6] Inilah uniknya Imam Hanafi, ajaran-ajarannya justru disebarluaskan oleh murid-muridnya.

Karakter Pemikiran Imam Hanafi

Beberapa nasehat Imam Hanafi adalah sebagai berikut:[7]
  • Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku;
  • Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil atau memakai pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari dalil mana kami mengambil pendapat tersebut;
  • Apabila saya mengatakan sebuah pendapat yang menyelisihi kitab Allah dan hadits Rasulullah yang shahih, maka tinggalkan perkataanku.
Dasar-dasar Imam Hanafi dalam Menetapkan suatu hukum fiqh bisa dilihat dari urutan berikut:[8]
  1. Al-Qur'an;
  2. Sunnah, di mana dia selalu mengambil sunnah yang mutawatir/masyhur. Dia mengambil sunnah yang diriwayatkan secara ahad hanya bila rawi darinya tsiqah;
  3. Pendapat para Sahabat Nabi (Atsar);
  4. Qiyas;
  5. Istihsan;
  6. Ijma' para ulama;
  7. Urf masyarakat muslim
Mazhab Hanafi terkenal sebagai mazhab yang paling terbuka kepada ide modern. Mazhab ini diamalkan terutama sekali di kalangan orang Islam Sunni Mesir, Turki, anak-benua India, Tiongkok dan sebagian Afrika Barat. Mazhab Hanafi merupakan mazhab terbesar dengan 30% pengikut.[9] Mazhab ini mempunyai corak pemikiran hukum yang rasional.[10]

Jejak Mazhab Hanafi dalam KHI

Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI), Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 1991, mengatur mengenai salah satu rukun dalam pernikahan, yaitu terkait dua orang saksi. Saksi merupakan syarat sahnya pernikahan. Menurut golongan Hanafiah, pada dasarnya setiap orang yang dapat melaksanakan akad, pernikahan pun sah dengan kesaksiannya (wali dan kedua mempelai). Setiap orang yang dapat menjadi wali dalam pernikahan, maka dapat pula menjadi saksi dalam pernikahan itu.
_______________
1. "Mengenal Sosok Imam Hanafi", Republika.co.id., Sabtu 17 Agustus 2019, Diakses pada 3 September 2020, https://republika.co.id/berita/pwcx0a313/mengenal-sosok-imam-hanafi
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. "Imam yang Memiliki Madzhab: Imam Hanafi", Islampos.com., Diakses pada tanggal 3 September 2020, https://www.islampos.com/imam-yang-memiliki-madzhab-imam-hanafi-136411/
8. "Mazhab Hanafi", id.wikipedia.org., Diakses pada 3 September 2020, https://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Hanafi
9. Ibid.
10. "Sejarah dan Karakteristik 4 Mazhab Fiqih", malangtimes.com., 11 Januari 2019, Diakses pada tanggal 3 September 2020, https://www.malangtimes.com/baca/34943/20190111/110500/sejarah-dan-karakteristik-4-mazhab-fiqih

Rabu, 02 September 2020

Tetralogi Mazhab KHI, Imam Maliki

(minanews.net)

Oleh: 
Tim Hukumindo

Dalam edisi tetralogi Mazhab KHI terdahulu, platform Hukumindo.com telah membahas tokoh "Tetralogi Mazhab KHI, Imam Syafi'i", dan pada kesempatan ini akan dilanjutkan ke tokoh selanjutnya, yaitu Imam Maliki.

Kelahiran & Riwayat Pendidikan

Nama lengkap Imam Malik adalah Abdillah bin Anas al-Ashbahani. Beliau adalah Imam dan ulama terkemuka. Beliau dilahirkan pada tahun 93 H dan wafat pada tahun 179 H.[1]

Kakek dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah. Karenanya, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya.[2]

Kendati demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.[3]

Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi’in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.[4]

Di usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma’mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.[5]

Imam Malik mempunyai ciri pengajaran setiap menyampaikan ilmu, yakni disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ”Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.”[6]

Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik menentang tanpa takut resiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja’far, gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai’at (janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai’at kepada khalifah yang mereka tak sukai.[7]

Al Muwatta’ dan Karya Lainnya

Al Muwatta’ adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.[8]

Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta’ tak akan lahir bila Imam Malik tidak ‘dipaksa’ Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta’. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).[8]

Dunia Islam mengakui Al Muwatta’ sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta’, Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.[9]

Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta’, kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.[10]

Karakteristik Mazhab Maliki

Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ia juga dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).[11] Tidak jarang kemudian karakteristik mazhab ini dikatakan sangat dipengaruhi sunnah yang cenderung tekstual.

Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.[12] Imam Maliki wafat pada pagi hari 14 Rabi'ul Awwal tahun 179 H di Maddinah dalam usia 89 tahun.[13]

Jejak Mazhab Maliki dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Ketentuan Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam tentang kebolehan melangsungkan perkawinan bagi wanita hamil akibat zina, menyebabkan perdebatan dan silang pendapat dari berbagai kalangan, dan mazhab Maliki adalah termasuk yang melarangnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga sperma suami dan memelihara dari percampuran nasab yang baik dengan anak zina.
__________
Referensi:

1. "Biografi Singkat Imam Malik; Pendiri Mazhab Maliki", Umma.id., diakses pada 2 September 2020, https://umma.id/article/share/id/1002/259420
2. "Imam Malik, Penyusun Al Muwatta’ yang Terkenal", Minanews.net. 29 Agustus 2019, Diakses pada 2 September 2020, https://minanews.net/imam-malik-penyusun-al-muwatta-yang-terkenal/
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Ibid.
11. Ibid.
12. Ibid.
13. "Biografi Lengkap Imam Maliki Bin Anas, Imam Haramain dan Penulis Kitab Muwatha'", asianmuslim.com, 24 Februari 2020, Diakses pada 2 September 2020, https://www.asianmuslim.com/2020/02/biografi-lengkap-imam-malik-bin-anas.html

Massachusetts Court Jurisprudence: Wedding Ring Must Be Returned If Marriage is Void

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " A Young Woman From England, Falls In Lo...