"(1) Waktu tunggu bagi seorang janda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ditentukan sebagai berikut: a). Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari; b). Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari; c). Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan;
(2) Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin;
(3) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami."
Jika memperhatikan ketentuan di atas, serta dikaitkan dengan pertanyaan yaitu berapa lama masa tunggu bagi seorang perempuan muslim untuk dapat menikah kembali, dan dihitung sejak kapan? Perlu ditambahkan di sini, perempuan muslim dimaksud adalah telah selesai mengajukan gugatan cerai di salah satu Pengadilan dan putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan ketentuan di atas, baginya berlaku ketentuan bahwa dalam hal perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) har, selain itu perhitungan mengenai kapan dimulainya waktu tunggu dimaksud adalah bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Perlu diperhatikan bahwa dalam hal putusanya perkawinan akibat perceraian, masa tunggu dihitung sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (in kraht van gewijsde), bukan dihitung sejak putusnya perkara pada Pengadilan tingkat pertama. Hal ini berarti, bisa saja salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak puas dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dan mengajukan upaya hukum lanjutan seperti Banding atau Kasasi.
Referensi: