Rabu, 25 November 2020

Penerapan Sita Revindikasi Dalam Transaksi Tertentu

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya dalam label Praktik Hukum, platform Hukumindo.com telah membahas perihal "Urgensi Sita Revindikasi", dan pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Penerapan Sita Revindikasi dalam Traksaksi Tertentu.

Seperti yang telah diterangkan, pada prinsipnya sita revindikasi berdasarkan Pasal 1977 KUH Perdata, hanya dapat diterapkan terhadap penguasaan barang tanpa hak atau secara melawan hukum (unlawful). Namun demikian, terhadap ketentuan umum tersebut, terdapat beberapa pengecualian yang membolehkan sita revindikasi terhadap barang yang ada di bawah penguasaan orang lain, meskipun penguasaan itu berdasarkan titel yang sah.[1] 

Adapun yang terpenting di antaranya:[2]
  1. Dalam transaksi pinjam barang, pasal 1751 KUH Perdata mengatakan, jika barang itu berada di bawah penguasaan orang lain berdasarkan atas hak: a). Pinjam atau meminjam; b). Sebelum waktu perjanjian pinjaman habis, atas alasan mendesak dan sekonyong-konyong barang itu sangat diperlukan pemilik sendiri; c). Pemilik dapat meminta kepada Hakim untuk memaksa peminjam (pemakai) mengembalikan barang itu kepadanya. Memperhatikan ketentuan dimaksud, meskipun penguasaan dan pemakaian barang berdasarkan ketentuan hukum yang sah, yaitu pinjam-pakai berdasarkan Pasal 1750 KUH Perdata, pemilik barang sebagai pihak yang meminjamkan dapat meminta agar diletakkan sita revindikasi di atasnya, meskipun waktu yang diperjanjikan belum habis, asal permintaan pengembalian didukung dengan alasan mendesak dan sekonyong-konyong barang itu benar-benar diperlukan pemiliknya. Dalam hal tertentu, dibarengi dengan syarat yang digariskan Pasal 1752 KUH Perdata, yaitu pemilik diwajibkan menganti biaya kepada Peminjam.
  2. Berdasarkan hak reklame (reclamerecht), hak reklame adalah tuntutan hukum untuk meminta kembali barang (rechtsvordering reclame) yang dijual kepada pembeli atau pemegang barang, apabila pembeli tidak melunasi pembayaran harga yang disepakati. Dalam kasus yang demikian, apabila penjual bermaksud hendak membatalkan jual-beli, dalam gugatan si Penjual dapat meminta sita revindikasi berdasarkan hak reklame yang diberikan undang-undang kepadanya. Jadi, meskipun barang berada dalam penguasaan Tergugat berdasarkan transaksi jual-beli, terhadap barang itu dapat diterapkan sita revindikasi, apabila pembeli wanprestasi melunasi pembayaran harga. Penerapan sita revindikasi dikaitkan dengan hak reklame, antara lain diatur dalam Pasal-pasal: a). Pasal 1145 KUH Perdata; b). Pasal 230 KUHD; c). Tuntutan Hak Reklame yang dibarengi dengan Permintaan Sita Revindikasi, Tunduk Kepada Pasal 571 Rv.
___________________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 328.
2. Ibid., Hal.: 328-330.

Selasa, 24 November 2020

Contoh Replik

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas perihal "Contoh Jawaban Gugatan Perdata", dan pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Contoh Replik.

Sebagaimana kita ketahui bahwa replik adalah sebuah proses jawab-menjawab dalam sebuah acara perdata dimana yang mendapat giliran disini adalah Penggugat. Menurut hemat penulis, pada dasarnya prinsip-prinsip penyusunan Jawaban sebagaimana artikel sebelumnya juga berlaku pada replik yang merupakan anti tesis dari Jawaban. Subjek-subjek yang akan dijawab dalam replik ini adalah juga perihal-perihal yang ada dalam jawaban.

Sebagaimana diketahui, bahwa di jagat maya, cukup banyak contoh-contoh dari replik. Adapun yang mesti diperhatikan dari sumber-sumber yang beredar di dunia maya tentu adalah bagian-bagian pokok dalam sebuah replik, perhatikan di situ apakah terdapat eksepsi, dalam hal terdapat eksepsi, maka eksepsi dalam jawaban Tergugat haruslah dijawab dan dibantah dalam replik. Perhatikan juga pokok perkara yang telah dibantah oleh Terggugat dalam Jawabannya dan mesti dibantah ulang untuk kemudian sesuai dengan Gugatan Penggugat oleh Penggugat. Perhatikan ada atau tidaknya gugatan rekonvensi dari Tergugat dalam jawabannya dan hal ini wajib dijawab dan kemudian dibantah oleh Penggugat dalam repliknya. Terakhir adalah petitum yang mesti konsisten dengan Gugatan dari Penggugat.

Berikut adalah contoh replik yang penulis pilihkan:[1]

REPLIK PENGGUGAT TERHADAP EKSEPSI DAN JAWABAN TERGUGAT


Hal : Replik Penggugat Terhadap Eksepsi Dan Jawaban Tergugat III Dalam Perkara Perdata No. 108/Pdt.G/2016/PN. Jkt. Sel. Pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

                                                                                         
Jakarta, 06 Juni 2016

Kepada
Yth. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara
        Perdata No. 108/Pdt.G/2016/PN.Jkt. Sel.
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
di
        J A K A R T A


Dengan hormat,

Sehubungan dengan adanya Eksepsi dan Jawaban Tergugat III dalam perkara perdata No. 108/Pdt.G/2016/PN.Jkt. Sel., pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, perkenankanlah kami Kuasa Hukum Penggugat, untuk mengajukan Replik sebagai berikut :

REPLIK DALAM EKSEPSI :

1.    MENGENAI KOMPETENSI ABSOLUT

Bahwa Penggugat menolak dengan tegas semua dalil-dalil yang disampaikan oleh Tergugat III dalam Jawabannya khususnya dalam hal eksepsi mengenai Kewenangan Mengadili, kecuali apa yang diakui secara jelas dan terang oleh Penggugat;

Bahwa alasan Eksepsi Tergugat III yang mendalilkan tentang Kompetensi Absolut dalam perkara ini adalah hanya alasan-alasan yang dipakai Para Tergugat untuk menghindar dari tanggungjawabnya semata, dimana perlu diketahui bahwa gugatan ini berlandaskan Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Para Tergugat yang mengawali ditandatanganinya Perjanjian Pemberian Amanat oleh Penggugat;

Bahwa alasan Eksepsi Tergugat III tersebut hanya sepihak dan tendensius saja dimana Para Tergugat hanya memandang dan melihat serta mengagung-agungkan Perjanjian Pemberian Amanat yang ditandatangani Penggugat saja tanpa melihat bahwa ditandatanganinya Perjanjian Pemberian Amanat oleh Penggugat, karena adanya Perbuatan Melawan Hukum yang melatarbelakanginya;

Bahwa atas Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Para Tergugat, Penggugat kemudian membuat pengaduan ke PT. Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) untuk dilakukan mediasi, yang hasil pada tanggal 23 September 2015 PT. Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) menerbitkan surat Perihal : Laporan Hasil Penanganan Pengaduan, yang mana pada bagian akhir Laporan Hasil Penanganan Pengaduan, pada point Posisi Akhir, disebutkan bahwa :
  • Tidak tercapainya kesepakatan dalam penanganan pengaduan Nasabah Pelapor di JFX;
  • Selanjutnya JFX telah menjelaskan opsi penyelesaian pengaduan selanjutnya yang dapat ditempuh oleh Nasabah Pelapor yaitu : (i) melalui mediasi di Komite Perilaku dan Keanggotaan JFX; atau (ii) melalui Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI); atau (iii) melalui Jalur hukum (perdata atau Pidana);
  • Terhadap opsi tersebut, Nasabah Pelapor memutuskan melanjutkan pengaduannya ke Pengadilan Negeri.
Oleh karenanya, alasan Penggugat mengajukan gugatan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah TELAH TEPAT (REDELIJK).

2.    MENGENAI GUGATAN ERROR IN PERSONA

Bahwa Penggugat menolak dengan tegas semua dalil-dalil yang disampaikan oleh Tergugat III mengenai eksepsi Gugatan Error In Persona, kecuali apa yang diakui secara jelas dan terang oleh Penggugat;

Bahwa alasan Eksepsi Tergugat III yang mendalilkan tentang Gugatan Penggugat Error In Persona karena telah menarik Tergugat III menjadi Pihak Tergugat adalah tidak benar karena Tergugat III selaku Marketing PT. Premier Equity Futures (Tergugat I) adalah salah satu pihak yang telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, dimana Tergugat III bersama dengan Tergugat II yang telah meminta Penggugat untuk menandatangani Blanko, Form, dokumen yang belum diisi (kosong), tanpa memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk membacanya serta tanpa ada penjelasan terlebih dahulu baik dari Tergugat III dan Tergugat II. Setelah seluruh Blanko, Form, dokumen yang belum diisi (kosong) tersebut ditandatangani oleh Penggugat, Blanko, Form, dokumen yang belum diisi (kosong) tersebut dibawa lagi oleh Tergugat III dan Tergugat II.

Penggugat memberikan No. Account, Login, Master, Investor dan Server kepada Tergugat II atas permintaan serta janji Tergugat III beserta Tergugat II, yang berjanji akan memberikan keuntungan secara konsisten kepada Penggugat sebesar Rp. 2.000.000 (Dua Juta Rupiah) per minggu dan untuk janji tersebut, trading akan langsung dilakukan oleh Tergugat II dan Timnya.

Oleh karenanya Penggugat TELAH TEPAT (REDELIJK) DAN TIDAK SALAH (ERROR IN PERSONA) dalam menentukan Subyek Hukum sebagai Tergugat dan menurut hukum, Penggugat berhak atau berwenang dalam menentukan siapa saja subyek hukum yang akan digugatnya.

V i d e :
Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung R.I tanggal 16-6-1971 Reg.No.305.K/SIP/1971 yang berbunyi : Azas Hukum Acara Perdata bahwa hanya Penggugat yang berwenang untuk menentukan siapa-siapa yang akan digugatnya.
3.    MENGENAI GUGATAN OBSCUUR LIBEL

Bahwa Penggugat menolak dengan tegas semua dalil-dalil yang disampaikan oleh Tergugat II mengenai Eksepsi Gugatan Penggugat Obscuur Libel, kecuali apa yang diakui secara jelas dan terang oleh Penggugat;

Bahwa dalil Eksepsi Tergugat II mengenai Gugatan Penggugat Obscuur Libel karena Tidak Meminta Perjanjian Pemberian Amanat Untuk Transaksi Kontrak Derivatif Dalam Sistem Perdagangan Alternatif untuk dinyatakan Batal Demi Hukum adalah tidak benar dan menunjukkan bahwa Tergugat II tidak memahami Perbuatan Melawan Hukum yang didalilkan Penggugat;

Bahwa Penggugat dalam gugatannya telah mendalilkan adanya Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Para Tergugat sehingga mengakibatkan Penggugat mengalami kerugian bahkan Penggugat telah pula merumuskan Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat, yang salah satunya adalah Tergugat II serta dalam gugatan telah pula Penggugat gambarkan adanya rangkaian perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat sebagai berikut :
  1. Penggugat diminta oleh Tergugat II dan Tergugat III untuk menandatangani Blanko, Form, dokumen yang belum diisi (kosong), tanpa memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk membacanya serta tanpa ada penjelasan terlebih dahulu kepada Penggugat;
  2. Penggugat belum pernah bahkan tidak pernah bertemu dengan Debbie Yuliantini selaku Wakil Pialang Berjangka PT. Premier Equity Futures, yang menandatangani Perjanjian Pemberian Amanat Untuk Transaksi Kontrak Derivatif Dalam Sistem Perdagangan Alternatif dan Dokumen Pemberitahuan Adanya Resiko Yang Harus Disampaikan Oleh Wakil Pialang Berjangka Untuk Transaksi Kontrak Derivatif Dalam Sistem Perdagangan Alternatif;
  3. Penggugat belum pernah bahkan tidak pernah bertemu dengan Ir. G. Ganda Sudjana selaku Direktur Utama PT. Premier Equity Futures, yang menandatangani Perjanjian Pemberian Amanat Untuk Transaksi Kontrak Derivatif Dalam Sistem Perdagangan Alternatif dan Dokumen Pemberitahuan Adanya Resiko Yang Harus Disampaikan Oleh Wakil Pialang Berjangka Untuk Transaksi Kontrak Derivatif Dalam Sistem Perdagangan Alternatif, hingga terjadi mediasi I di Kantor Tergugat I;
  4. Tergugat II dan Tergugat III meminta Kode Akses Transaksi dari Penggugat;
  5. Tergugat II dan Tergugat III berjanji akan memberikan keuntungan secara konsisten kepada Penggugat sebesar Rp. 2.000.000 (Dua Juta Rupiah) per minggu;
  6. Tergugat II dan teamnya secara langsung melakukan transaksi atau Trading, yang secara teknis dilakukan oleh Tergugat IV;
  7. Para Tergugat tidak mau memberikan Perjanjian Perdagangan Kontrak Berjangka dan Dokumen Pemberitahuan Adanya Resiko Yang Harus Disampaikan Oleh Pialang Bejangka Untuk Transaksi Kontrak Derivatif Dalam Sistem Perdagangan Alternatif serta dokumen-dokumen lainnya kepada Penggugat;
Dengan demikian alasan gugatan Penggugat adalah SUDAH JELAS dan TIDAK KABUR.

DALAM POKOK PERKARA / KONPENSI :

1. Bahwa apa yang telah kami uraikan dalam tanggapan kami dalam Eksepsi sepanjang masih relevan mohon diberlakukan dalam pokok perkara / kopensi ini;

2. Bahwa Penggugat menolak dengan tegas semua dalil-dalil yang disampaikan oleh Tergugat II dalam Jawabannya, kecuali apa yang diakui secara jelas dan terang oleh Penggugat;

3. Bahwa terhadap Jawaban Tergugat III No. 7, Penggugat tanggapi sebagai berikut:
  1. Telah Tergugat III akui bahwa Tergugat III dan Tergugat II menemui Penggugat di Hotel Grand Alia Cikini (Hotel Tempat Penggugat Menginap);
  2. Secara senyatanya bahwa Tergugat III beserta Tergugat II berjanji akan memberikan keuntungan secara konsisten kepada Penggugat sebesar Rp. 2.000.000 (Dua Juta Rupiah) per minggu dan untuk janji tersebut, trading akan langsung dilakukan oleh Tergugat II dan Timnya;
  3. Tidak benar dalil Jawaban Tergugat III yang mengatakan Penggugat telah dijelaskan kemudian membaca, mengerti, memahami, menyetujui lalu menandatangani dengan sukarela dan tanpa paksaan Dokumen Pemberitahuan Adanya Resiko Yang Harus Disampaikan Oleh Wakil Pialang Berjangka Untuk Transaksi Kontrak Derivatif Dalam Sistem Perdagangan Alternatif, karena secara senyatanya Tergugat III dan Tergugat II yang meminta Penggugat untuk menandatangani Blanko, Form, dokumen yang belum diisi (kosong), tanpa memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk membacanya serta tanpa ada penjelasan terlebih dahulu kepada Penggugat;
  4. Secara senyatanya bahwa transaksi atau trading langsung dilakukan oleh Tergugat II dan Timnya, yang akan Penggugat buktikan dalam Acara Pembuktian Kelak.
4.    Bahwa terhadap Jawaban Tergugat III No. 8, Penggugat tanggapi sebagai berikut:
  1. Penggugat diminta oleh Tergugat III dan Tergugat II untuk menandatangani Blanko, Form, dokumen yang belum diisi (kosong), tanpa memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk membacanya serta tanpa ada penjelasan terlebih dahulu kepada Penggugat;
  2. Penggugat mengerti akan adanya resiko bukan karena adanya penjelasan dari Tergugat III ataupun Tergugat II melainkan karena Penggugat pernah berinvestasi dan bertransaksi untuk produk yang sama, oleh karenanya sejak awal Penggugat hanya menginginkan resiko sebesar Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah);
  3. Penggugat pernah berinvestasi dan bertransaksi untuk produk yang sama, tidak hanya di perusahaan yang berbeda melainkan juga di PT. Premier Equity Futures Cabang Surabaya;
  4. Di PT. Premier Equity Futures Cabang Surabaya, Penggugat juga dirugikan sebesar Rp. 250.000.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah), dengan modus operandi yang sama seperti yang dilakukan oleh Para Tergugat;
  5. Telah Tergugat III akui bahwa Tergugat III dan Tergugat II keesokkan harinya mengantarkan Penggugat ke Bank BCA Sudirman untuk melakukan transfer dana sebesar Rp 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah) ke Rekening BCA Sudirman dengan Nomor Rekening 035 311 7863 atas nama PT. Premier Equity Futures (Tergugat I);
5.    Bahwa terhadap Jawaban Tergugat III No. 9, Penggugat tanggapi sebagai berikut:
  1. Secara senyatanya bahwa saat Penggugat bertemu Tergugat III, Tergugat III mengakui kesalahannya dan mengakui kesepakatan bahwa pada saat joint dengan Tergugat I, Penggugat hanya mau resiko Rp. 30.000.000,- (Tiga Juta Rupiah). Penggugat mempunyai bukti otentik atas dalil Penggugat tersebut, yang akan Penggugat buktikan dalam Acara Pembuktian Kelak;
  2. Telah Tergugat III akui bahwa saat Penggugat bertemu Tergugat III, pada saat itulah, Perjanjian Perdagangan Kontrak Berjangka dan Dokumen Pemberitahuan Adanya Resiko Yang Harus Disampaikan Oleh Pialang Bejangka Untuk Transaksi Kontrak Derivatif Dalam Sistem Perdagangan Alternatif serta dokumen-dokumen lainnya, baru diserahkan oleh Fanny kepada Penggugat;
  3. Tergugat III telah memutarbalikan fakta dengan mendalilkan Penggugat sendiri yang meminta dokumen-dokumen tersebut akan diambil sendiri oleh Penggugat karena secara senyatanya bahwa Para Tergugat sengaja tidak mau memberikan dokumen-dokumen tersebut kepada Penggugat terbukti dalam Aplikasi Pembukaan Rekening Transaksi, tersebut jelas alamat Penggugat adalah Parit Culum I, Rt. 004, Rw. 001, Kel. Parit Culum I, Kec. Muara Sabak Barat, Kab. Tanjung Jabung Timur, Jambi 36761, namun Para Tergugat tidak mengirimkan dokumen-dokumen tersebut kepada Penggugat dengan alasan Penggugat sendiri yang meminta dokumen-dokumen tersebut akan diambil sendiri oleh Penggugat, bahkan alasan yang tidak jelas dan berdasar, Tergugat I bertanya “alamat tersebut apakah berada di Jakarta”?
6. Bahwa terhadap Jawaban Tergugat III No. 11 dan 12, Penggugat tanggapi bahwa oleh karena Gugatan Penggugat didasarkan pada bukti-bukti otentik yang sempurna dan akurat dan memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga sudah selayaknya apabila dalil Gugatan Penggugat dalam petitum mengenai tuntutan ganti rugi materiil dan tuntutan ganti rugi immateriil serta uitvoerbaar bij voorraad untuk dikabulkan;

7. Bahwa terhadap Jawaban Tergugat II selebihnya, cukup Penggugat Tolak dan Mohon Dikesampingkan dan akan Penggugat buktikan dalam Acara Pembuktian Kelak.

Berdasarkan hal hal sebagaimana tersebut diatas kami mohon yang Terhormat Majelis Hakim pemeriksa perkara ini berkenan menjatuhkan putusan, dengan amar putusan sebagai berikut : 

DALAM EKSEPSI:

- Menolak Eksepsi Tergugat III dan / atau Para Tergugat atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima untuk seluruhnya;
- Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perkara ini;
- Menyatakan pemeriksaan dalam perkara ini dilanjutkan dalam proses pemeriksaan pokok perkara.

DALAM POKOK PERKARA:

- Menerima dan mengabulkan Gugatan Penggugat seluruhnya sebagaimana yang telah Penggugat ajukan dalam Gugatan Penggugat;

-  Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini;


Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan  yang seadil-adilnya (Ex Aequo et Bono).

Demikian Replik ini kami sampaikan, semoga dapat membantu Majelis Hakim dalam memutus perkara ini dengan berwawasan pada hakekat kebenaran dan keadilan.

Hormat kami,
Kuasa Hukum Penggugat

Ttd.

F A, S.H.
_______________
Referensi:

1. "Replik Penggugat Terhadap Eksepsi Dan Jawaban Tergugat", fidel-lawyer.blogspot.com, Fidel Angwarmasse, S.H., M.H., diakses pada tanggal 23 November 2020, http://fidel-lawyer.blogspot.com/2016/06/replik-penggugat-terhadap-eksepsi-dan_27.html

Senin, 23 November 2020

Urgensi Sita Revindikasi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pengertian Sita Revindikasi" dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Urgensi Sita Revindikasi.

Urgensi sita revindikasi berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata. Menurut ayat (1) pasal ini:[1]
  • Barangsiapa yang menguasai barang bergerak, dianggap sebagai pemilik yang sempurna atas barang itu. Dalam pengkajian hukum, telah diajarkan doktrin "penguasaan atas barang bergerak dianggap sebagai bukti pemilikan yang sempurna atas barang itu".;
  • Berdasarkan doktrin tersebut, untuk menghindari jatuhnya barang itu kepada pihak ketiga yang berakibat barang itu dianggap miliknya, sangat mendesak meletakkan sita terhadapnya.
Apabila Tergugat sampai menjual atau menghibahkan barang itu kepada Pihak Ketiga, kemudian pihak ketiga itu mempergunakan Pasal 1977 KUH Perdata sebagai perisai, semakin mempersulit proses pengembalian barang itu kepada Penggugat sebagai pemilik. Apalagi jika perpindahan kepada pihak ketiga dapat dibuktikan berdasarkan itikad baik, semakin kecil harapan barang itu kembali kepada pemilik semula. Akan tetapi perlu diingat, penerapan sita revindikasi harus didasarkan atas penguasaan tanpa hak atau tanpa titel yang sah (zonder titel). Misalnya, barang itu berada di tangan orang lain (Tergugat) karena dirampas, dicuri atau dengan tipu muslihat. Dalam hal yang seperti itu, doktrin "penguasaan atas barang bergerak dianggap sebagai bukti kepemilikan yang sempurna atas barang itu" tidak mengikat kepada yang memegangnya. Hal itu dijelaskan dalam Pasal 1977 ayat (2) KUH Perdata, Barangsiapa yang kehilangan atau kecurian barang bergerak, dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak hilang atau dicurinya barang itu, dapat menuntut kembali barang itu sebagai miliknya di tangan siapa barang itu ditemukan.[2]

Sehubungan dengan itu, tanpa mengurangi urgensi sita revindikasi, dalam rangka menyelamatkan pengembalian barang kepada pemilik yang sebenarnya, sita ini tidak dapat diterapkan apabila keberadaan barang di bawah penguasaan Tergugat berdasarkan titel yang sah. Misalnya, melalui jual-beli, tukar-menukar atau hibah dan sebagainya.[3] 
____________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 327.
2. Ibid., Hal.: 327.
3. Ibid., Hal.: 327-328.

Sabtu, 21 November 2020

Pengertian Sita Revindikasi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pemegang Sita Perdata, Tidak Dapat Mengajukan Perlawanan Atas Penyitaan Pidana", dan pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Pengertian Sita Revindikasi.

Sita revindikasi (revindicatoir beslag) atau revindicatie beslag, termasuk kelompok sita, tetapi mempunyai kekhususan tersendiri dibanding dengan conservatoir beslag. Kekhususan itu, terutama terletak pada objek barang sitaan dan kedudukan Penggugat atas barang itu:[1]
  • Hanya terbatas barang bergerak yang ada di tangan orang lain (Tergugat);
  • Barang itu, berada di tangan orang lain tanpa hak; dan
  • Permintaan sita diajukan oleh pemilik barang itu sendiri agar dikembalikan kepadanya.
Oleh karena yang meminta dan mengajukan penyitaan adalah pemilik barang sendiri maka lazim disebut pula penyitaan atas permintaan Pemilik atau owner's claim. Dengan demikian, bentuk sita revindikasi merupakan upaya pemilik barang yang sah untuk menuntut kembali barang miliknya dari pemegang yang menguasai barang itu tanpa hak.[2]

Agar lebih konkret, Tergugat memegang dan menguasai barang bergerak milik Penggugat, tanpa alasan yang sah. Pemilik mengajukan gugatan yang diajukan terhadap pemegang dengan maksud supaya barang itu kembali kepada Penggugat sebagai pemilik yang sah. Untuk menjamin barang itu tidak digelapkan atau dialihkan Tergugat selama proses persidangan berlangsung, Penggugat meminta agar Pengadilan meletakkan sita milik (revindicatoir beslag) atas barang itu.[3]
___________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., M.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 Tahun 2010, Hal.: 326.
2. Ibid., Hal.: 326.
3. Ibid., Hal.: 327.

Jumat, 20 November 2020

Pemegang Sita Perdata, Tidak Dapat Mengajukan Perlawanan Atas Penyitaan Pidana

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas perihal "Sita Pidana Atas Barang Sitaan Perdata Bukan Sita Penyesuaian", dan pada kesempatan ini akan membahas mengenai Pemegang Sita Perdata, Tidak Dapat Mengajukan Perlawanan Atas Penyitaan Pidana.

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 39 ayat (2) KUHAP, pemegang sita perdata tidak dapat mengajukan perlawanan (verzet) terhadap penyitaan pidana atas barang sitaan itu, karena penyitaan pidana bersumber pada kewenangan yang diberikan undang-undang, yaitu Pasal 39 ayat (2) KUHP kepada Penyidik. Perlawanan yang demikian dianggap tidak memiliki landasan hukum dan harus dinyatakan tidak dapat diterima. Demikian dasar-dasar penerapan yang tertuang dalam salah satu putusan Mahkamah Agung Nomor 3233 K/Pdt/1995, tanggal 28 Mei 1998 bahwa dalam penyitaan pidana atas barang sita jaminan (CB) dalam perkara perdata.[1]

Adapun singkat cerita, kasusnya adalah sebagai berikut, semula tanah tersebut diletakkan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri dalam perkara perdata, kemudian tanah itu disita oleh Kejaksaan sebagai barang bukti dalam tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada Tergugat. Dalam kasus ini, MA berpendapat, meskipun terhadap tanah sengketa telah diletakkan sita jaminan dalam perkara perdata jauh lebih dahulu dari penyitaan pidana oleh Kejaksaan, berdasarkan Pasal 39 ayat (2) KUHAP tindakan itu dibenarkan, sehingga penyitaan dalam perkara pidana itu sah menurut hukum. Selanjutnya berdasarkan putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap, tanah tersebut dinyatakan dirampas untuk negara, lantas Kejaksaan melaksanakan putusan pidana itu berdasarkan Pasal 270 KUHAP dengan seizin Menteri Keuangan dengan jalan menyerahkan tanah dimaksud kepada Gubernur KDH Tingkat I Sulsel, sehingga secara yuridis Gubernur menjadi pemiliknya.[2]

Konsekuensi yuridis lebih lanjut, surat penetapan eksekusi yang diterbitkan ketua Pengadilan Negeri untuk melaksanakan putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap yang berisi perintah kepada Tergugat mengosongkan tanah sengketa untuk diserahkan kepada pemegang sita jaminan (Penggugat), tidak mempunyai kekuatan hukum, karena tanah itu telah menjadi milik sah pihak Gubernur berdasarkan putusan perkara pidana korupsi.[3]
_____________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 Tahun 2010, Hal.: 325-326.
2. Ibid., Hal.: 326.
3. Ibid., Hal.: 326.

Kamis, 19 November 2020

Sita Pidana atas Barang Sitaan Perdata Bukan Sita Penyesuaian

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas perihal "Barang yang Disita Dalam Perkara Perdata, Dapat Disita dalam Perkara Pidana", dan pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Sita Pidana atas Barang Sitaan Perdata Bukan Sita Penyesuaian.

Penyitaan untuk kepentingan proses penyelesaian tindak pidana atas barang yang telah disita dalam perkara perdata, tidak dikualifikasi atau disamakan sebagai sita penyesuaian (vergelijkende beslag). Karena jika penyitaan berdasarkan tindak pidana itu didudukan sebagai sita penyesuaian, berarti memberi kedudukan yang lebih tinggi kepada sita perdata daripada sita pidana.[1]

Penempatan kedudukan dan kualitas yang sebagaimana dijelaskan di atas, bertentangan dengan ketentuan Pasal 46 ayat (2) KUHAP yang memberi wewenang kepada hakim dalam putusannya untuk:[2]
  • Merampas barang sitaan untuk negara; atau
  • Untuk memusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi.
Memperhatikan penjelasan tersebut, sita pidana atas barang yang berada di bawah sita perdata, tidak tunduk kepada ketentuan Pasal 436 Rv, tetapi sepenuhnya berlaku ketentuan Pasal 39 Jo. Pasal 46 ayat (2) KUHP. Tidak menjadi soal apakah sita perdatanya diangkat atau tidak, hakim bebas menentukan barang itu untuk:[3]
  • Dikembalikan kepada orang yang paling berhak atau kepada orang dari siapa barang itu disita;
  • Dirampas untuk negara; dan
  • Dirusak atau dimusnahkan sampai tidak terpakai lagi.
________________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 325.
2. Ibid., Hal.: 325.
3. Ibid., Hal.: 325.

Rabu, 18 November 2020

Barang Yang Disita Dalam Perkara Perdata, Dapat Disita Dalam Perkara Pidana

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Perihal Penyitaan Terhadap Uang Milik BUMN", dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Barang yang disita dalam perkara perdata, dapat disita dalam perkara Pidana.

Prinsip mengenai barang yang disita dalam Perkara Perdata, dapat disita dalam Perkara Pidana ditegaskan dalam Pasal 39 ayat (2) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:[1]
"Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1)."

Hal ini berarti, sepanjang barang yang disita dalam perkara perdata merupakan barang yang dapat dikategorikan sebagai:[2]

  1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana;
  2. Benda yang telah dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
  3. Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
  4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
  5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Barang yang disebut di ata, dapat disita dalam perkara pidana. Undang-undang menetapkan, penyitaan pidana memiliki urgensi publik yang lebih tinggi dibanding dengan kepentingan individu dalam bidang perdata. Karena itu, kepentingan Penggugat sebagai Pemohon dan pemegang sita revindikasi, sita jaminan atau sita eksekusi, sita umum dalam pailit harus dikesampingkan demi melindungi kepentingan umum, dengan jalan menyita barang itu dalam perkara pidana, apabila barang yang bersangkutan memenuhi kategori yang dideskripsikan Pasal 39 ayat (1) KUHAP.[3]

__________________

Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 Tahun 2010, Hal.: 324.

2. Ibid. Hal.: 324-325.

3. Ibid. Hal.: 325.

Selasa, 17 November 2020

Perihal Penyitaan Terhadap Uang Milik BUMN

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Larangan Menyita Milik Negara", dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Penyitaan Terhadap Uang Milik BUMN.

Perhatikan kembali Pasal 50 Undang-undang Nomor: 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, yang mutlak dilarang penyitaannya adalah uang dan barang-barang milik negara dan daerah. Sehubungan dengan itu ada yang berpendapat, apabila suatu BUMN telah go public atau menjadi Persero Tbk., pada dirinya dan pada uang atau barang yang dimilikinya tidak melekat lagi unsur milik negara, tetapi sudah menjadi milik publik atau milik umum yang tunduk kepada ketentuan Hukum perdata, dan tidak lagi tunduk pada hukum publik.[1]

Oleh karena itu, seluruh harta kekayaan atau asset maupun barang-barang yang ada pada penguasaannya tunduk pada ketentuan hukum perdata. Dengan demikian, penyitaan pun tunduk sepenuhnya kepada ketentuan hukum acara perdata dengan jalan menyingkirkan ketentuan Pasal 50 Undang-undang Nomor: 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara (dahulu ketentuan Pasal 65 dan 66 ICW).[2]

Begitu juga tanah yang dimiliki BUMN berdasarkan hak tertentu sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1961, seperti HGU dan HGB, dianggap sebagai barang yang berada dalam lingkup perdagangan. Pemegang haknya dapat menjual atau mengagunkannya maupun menyewakannya atau terhadap hak yang demikian bisa terjadi sengketa perdata seperti sengketa milik dengan Pihak Ketiga.[3]

Oleh karena itu, meskipun pemegang HGU atau HGB-nya adalah BUMN yang belum Tbk., jenis barang yang demikian tidak tunduk kepada ketentuan Pasal 65 dan 66 ICW (sekarang Pasal 50 UU Nomor: 1 Tahun 2004). Maka terhadapnya berlaku ketentuan perdata, sehingga dapat diminta dan diletakkan sita oleh Pengadilan. Bisa sita jaminan berdasarkan sengketa milik atau utang-piutang maupun sita eksekusi dalam rangka pemenuhan pembayaran utang atau ganti rugi.[4]
________________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 324.
2. Ibid., Hal.: 324.
3. Ibid., Hal.: 324.
4. Ibid., Hal.: 324.

Sritex Declared Bankrupt By The Semarang Commercial Court

( Getty Images ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " An Indonesian Citizen was Arrested b...