Senin, 07 Desember 2020

Juru Sita Dibantu Dua Orang Saksi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Memberitahukan Penyitaan Kepada Tergugat", dan pada kesempatan ini akan membahas mengenai Juru Sita Dibantu Dua Orang Saksi.

Hal ini, juru sita dibantu dua orang saksi, diatur dalam Pasal 197 ayat (6) HIR, pada waktu Juru Sita melaksanakan penyitaan:[1]
  • Dibantu dua orang saksi, dengan menyebut nama, pekerjaan, dan tempat tinggalnya dalam berita acara sita;
  • Saksi harus penduduk Indonesia: a). Paling tidak berumur 21 tahun, dan b). orang yang dapat dipercaya.
Ketentuan ini bersifat imperatif. Mengabaikannya merupakan pelanggaran terhadap undang-undang yang mengakibatkan penyitaan tidak sesuai dengan hukum (undue process of law), sehingga penyitaan batal demi hukum. Dalam praktik, saksi yang mendampingi Juru Sita, diambil dari kalangan pegawai PN yang bersangkutan. Tindakan ini dapat dibenarkan untuk memudahkan pelaksanaan. Jika diambil dari masyarakat luar, dapat menghambat pelaksanaan sita, karena tidak mudah mendapatkan orang yang bersedia buang waktu menyaksikan penyitaan.[2]

Mengenai kehadiran Kepala Desa, bukan syarat, tetapi sebaiknya dia diberitahukan dan diundang untuk menghadirinya. Akan tetapi, kalau Kepala Desa dijadikan saksi dia harus hadir:[3]
  • Dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai saksi;
  • bukan dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai Kepala Desa.
___________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 334.
2. Ibid., Hal.: 334.
3. Ibid., Hal.: 334-335.

Sabtu, 05 Desember 2020

Memberitahukan Penyitaan Kepada Tergugat

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Penyitaan Dilaksanakan Panitera Atau Juru Sita", dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Memberitahukan Penyitaan (Sita Revindikasi) Kepada Tergugat.

Tata cara yang perlu ditaati dalam penyitaan, yaitu secara formil pelaksanaan sita harus diberitahukan kepada Tersita atau Tergugat. Pemberitahuan berisi:[1]
  • Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun pelaksanaan sita;
  • Menyebut barang dan tempat penyitaan;
  • Agar menghadiri Pelaksanaan sita.
Pemberitahuan agar Tersita menghadiri penyitaan ditegaskan dalam Pasal 197 ayat (5) HIR. Seperti yang dikatakan di atas, pemberitahuan itu merupakan syarat formil dan bersifat imperatif dengan acuan penerapan:[2]
  1. Pelaksanaan sita yang tidak diberitahukan kepada Tersita (Tergugat) adalah cacat hukum oleh karena itu tidak sah;
  2. Namun ketidakhadiran Tersita dalam pelaksanaan penyitaan, tidak menjadi syarat sahnya sita, asal sudah diberitahukan.
Demikianlah, apabila pemberitahuan telah dilakukan secara resmi dan patut, sudah terpenuhi syarat formil. Kalau Tersita tidak mau hadir pada saat dan tempat penyitaan yang ditentukan:[3]
  • Tidak menjadi masalah hukum, oleh karena itu, ketidakhadiran itu tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda penyitaan;
  • Dengan demikian tanpa hadirnya Tersita, Penyitaan sah menurut hukum asal sudah diberitahukan kepadanya.
Oleh karena itu, Pengadilan atau Juru Sita yang menunda penyitaan atas alasan Tersita tidak hadir, tidak mempunyai dasar hukum. Jika kehadiran Tersita dijadikan syarat, Tersita dapat bertindak sewenang-wenang dengan cara tidak mau menghadirinya. Berarti kapan pun sita bisa dijalankan, jika hal itu dijadikan syarat.[4]
______________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H,, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 333-334. 
2. Ibid., Hal.: 334.
3. Ibid., Hal.: 334.
4. Ibid., Hal.: 334.

Jumat, 04 Desember 2020

Penyitaan Dilaksanakan Panitera Atau Juru Sita

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Surat Penetapan Sita Revindikasi", dan pada kesempatan ini akan membahas perihal Penyitaan Dilaksanakan Panitera atau Juru Sita. 

Berdasarkan Pasal 197 ayat (2) HIR, perintah pelaksanaan menjalankan sita ditujukan kepada Panitera PN. Akan tetapi, sesuai dengan Pasal 39 UU No. 2 tahun 1986 sebagaimana diubah dengan UU No. 8 Tahun 2004 tanggal 29 Maret 2004 (UU Peradilan Umum) pada setiap PN ditetapkan adanya Juru Sita dan Juru Sita Pengganti yang berfungsi membantu Panitera di bidang pemanggilan, pemberitahuan, penyitaan, dan eksekusi. Dengan demikian perintah pelaksanaan sita revindikasi dapat dilaksanakan oleh Juru Sita. Hal tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 197 ayat (3) HIR yang menegaskan:[1]
  • Panitera dapat diganti oleh seorang yang cakap atau yang dapat dipercaya;
  • Penggantian itu dilakukan apabila Panitera berhalangan karena pekerjaan jabatannya.
Dalam praktik, dengan adanya jabatan fungsional Juru Sita berdasarkan Pasal 39 UU No. 2 Tahun 1986 sebagaimana diubah dengan UU No. 8 Tahun 2004, perintah pelaksanaan penyitaan langsung diberikan kepada Juru Sita, tanpa permohonan dari Panitera seperti yang digariskan Pasal 197 ayat (3) HIR.[2] Hal dimaksud sudah sesuai dengan Undang-undang Tentang Peradilan Umum.
______________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 333.
2. Ibid., Hal.: 333.

Selasa, 01 Desember 2020

Surat Penetapan Sita Revindikasi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Tata Cara Sita Revindikasi' dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Surat Penetapan Sita Revindikasi.

Tata cara yang pertama, Ketua Pengadilan Negeri atau Majelis Hakim yang memeriksa perkara menerbitkan surat penetapan sita. Apabila Pengadilan berpendapat permohonan sita beralasan, dan oleh karena itu dapat dikabulkan, maka:[1]
  • Pengabulan sita dituangkan dalam Surat Penetapan;
  • Surat Penetapan, berisi perintah kepada Panitera atau Juru Sita untuk melaksanakan sita revindikasi atas objek yang disebut dalam Permintaan.
Perintah sita tidak dapat dibenarkan berbentuk lisan, tetapi mesti berbentuk surat. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 197 ayat (1) HIR, bahwa perintah menjalankan sita harus dengan surat. Oleh karena itu, perintah sita dilakukan dengan jalan menerbitkan surat penetapan yang berisi:[2]
  • Pertimbangan atas pengabulan sita;
  • Perintah pelaksanaan sita kepada Panitera atau Juru Sita;
  • Menyebut satu per satu barang yang hendak disita dari tangan Tergugat.
Berdasarkan ketentuan tersebut, perintah sita secara lisan tidak sah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya menurut hukum.[3] Dapat penulis simpulkan bahwa sita revindikasi ini dilakukan oleh institusi Pengadilan, secara tersurat dan dilakukan secara operasional oleh Juru Sita.
_________________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, cetakan ke-10 tahun 2010, Hal: 333.
2. Ibid., Hal: 333.
3. Ibid., Hal: 333.

Senin, 30 November 2020

Contoh Duplik

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada label Praktik Hukum, platform Hukumindo.com sebelumnya telah membahas perihal "Gugatan Cerai Di Tangerang", "Contoh Jawaban Gugatan Perdata" dan "Contoh Replik" serta pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Contoh Duplik.

Secara sederhana Duplik adalah jawaban Tergugat atas Replik dari Penggugat. Cukup banyak contoh-contoh duplik yang bisa didapatkan oleh sidang pembaca yang budiman dari dunia maya. Pada kesempatan ini akan penulis pilihkan salah satu contoh Duplik yang dirasa cukup baik, sebagai berikut:[1]

Perihal: Duplik Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III

Kepada Yth :
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sarolangun
Dalam Perkara Perdata Nomor.03/Pdt.G/2009/PN. Srln

Di-
Pengadilan Negeri Sarolangun


Dengan Hormat,

Untuk dan atas nama Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III, berdasarkan surat kuasa khusus No : 01/KK/ P & A/IV/2008, tanggal 13 April 2009, dalam perkara perdata Nomor : 03/Pdt.G/2009/PN.Srln, perkenankan kami:

1. XY, S.H.
2. YZ, S.H.

Masing-masing adalah Advokat/Penasehat Hukum yang tergabung pada XYZ Law Firm, dengan ini mengajukan duplik terhadap dalil-dalil Replik Penggugat tanggal 26 Mei 2009, adalah sebagai berikut:

DALAM EKSEPSI:

Bahwa, pada prinsipnya Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III, tetap pada dalil-dalil dalam Eksepsi/Jawaban terdahulu, dan membantah semua dalil-dalil Penggugat baik dalam gugatannya maupun dalam Replik;

Bahwa, dalil penggugat pada angka 2 adalah tidak benar, karena gugatan kurang pihak (plurium litis consortium) bukanlah semata-mata ditujukan kepada Tergugat saja, tetapi juga berlaku untuk kurang Pihak bagi Penggugat sehingga gugatan menjadi cacat error in persona (kekeliruan mengenai orang). (lihat Buku Hukum Acara Perdata karangan M. Yahya Harahap), oleh sebab itu dalil Penggugat tersebut haruslah di tolak, dan Tergugat serta para Turut Tergugat tetap pada jawaban terdahulu;

Bahwa, dalil Penggugat pada angka 3  dalam eksepsinya adalah tidak benar dan tidak beralasan hukum, dan merupakan kesimpulan Penggugat semata, Penggugat tidak membaca secara keseluruhan dalil-dalil Tergugat dan Para Turut Tergugat, seharusnya Penggugat menyadari bahwa kalimat  yang Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III, tulis tersebut adalah apa yang ada dalam gugatan Penggugat dengan tujuan untuk memperjelas dalil-dalil Tergugat dan Para Turut Tergugat;

Oleh karena itu perlu Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III jelaskan hal tersebut bukanlah pengakuan dari Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III mengenai kepemilikan Penggugat atas tanah objek sengketa, Penggugat hanya menterjemahkan sepotong-sepotong dari dalil –dalil Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III, oleh karenanya dalil Penggugat tersebut haruslah ditolak;

Bahwa, dalil Penggugat pada angka 4 semakin menunjukkan bahwa gugatan Penggugat Kabur, tidak jelas (obscure libel), karena tidak menyebutkan dengan jelas berapa luas tanah dan batas-batas tanah yang menurut Penggugat telah dibangun asset-aset Pemerintah Daerah  Kabupaten Sarolngun (SMPN 13, Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Kecamatan Batang Asai, Kantor dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Kecamatan Batang Asai, Kantor Camat Batang Asai) dalil tersebut hanyalah menggambarkan ketidaktahuan Penggugat atas objek sengketa, karenanya dalil tersebut haruslah ditolak;

Bahwa, apa yang Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III uraikan pada angka 2 diatas sekaligus merupakan bantahan terhadap dalil Penggugat pada angka 5 halaman 2 dalam repliknya tersebut;

Bahwa, menanggapi dalil Penggugat pada bagian II angka 1 dan 2, sebagaimana dalil jawaban Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III terdahulu, Perlu Pembuktian lebih lanjut, mengenai bukti kepemilikan Penggugat tersebut, dan dalil Penggugat haruslah ditolak karena sudah jelas dan nyata gugatan Penggugat kabur mengenai batas-batas dan luas objek sengketa ;

Berdasarkan uraian-uraian eksepsi tersebut diatas, maka sepatutnyalah apabila Mejelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan membuat putusan sebagai berikut:
  1. Menerima Eksepsi/Jawaban dan Duplik Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan bahwa Gugatan dan Replik Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
  3. Membebankan biaya perkara kepada Penggugat;
DALAM POKOK PERKARA:

Bahwa, sebagaimana yang telah Tergugat, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III kemukakan dalam eksepsi di atas, mohon dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari dalil-dalil duplik dalam pokok perkara ini;

Bahwa, pada prinsipnya Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III menolak seluruh dalil-dalil Replik Penggugat, dan Tergugat I, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III tetap pada dalil-dalil dalam jawaban terdahulu;

Bahwa, dalil Penggugat pada angka 2 adalah tidak benar dan merupakan kesimpulan Penggugat secara sepihak, oleh sebab itu haruslah ditolak ;

Bahwa, dalil Penggugat pada angka 3 haruslah dikesampingkan karena tidak benar dan tidak mempunyai dasar hukum, hanyalah ungkapan ketidakpuasan Penggugat, dan Penggugat tidak membaca secara keseluruhan dalil-dalil Tergugat, seharusnya Penggugat menyadari bahwa kalimat  yang Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III tulis tersebut adalah apa yang ada dalam gugatan Penggugat untuk memperjelas dalil-dalil jawaban Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III;

Oleh karena itu perlu Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III jelaskan, hal tersebut bukanlah pengakuan dari Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III mengenai kepemilikan Penggugat atas tanah objek sengketa tersebut Perlu Pembuktian lebih lanjut, Penggugat hanya menterjemahkan sepotong-sepotong dari dalil –dalil Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III, oleh sebab itu dalil Penggugat tersebut haruslah ditolak;

Bahwa, dalil Penggugat pada angka 4 haruslah dikesampingkan, mengenai pertanyaan-pertanyaan yang Tergugat dan para Turut Tergugat jabarkan dalam jawaban terdahulu adalah hal yang wajar karena memang terdapat kejanggalan-kejanggalan, apa lagi dengan terbitnya sertifikat hak milik atas nama ARIFIN, diatas tanah yang merupakan asset Pemerintahan Daearah Kabupaten Sarolangun dan diatasnya terdapat bangunan-bangunan sekolah dan perkantoran yang dipergunakan untuk kepentingan umum;

Bahwa, dalil Penggugat pada angka 5 dan angka 6  adalah tidak benar, karena sudah jelas Tergugat telah mendapat penyerahan tanah yang menjadi objek sengketa tersebut dari H. Matyakin, Daud dan Tayen yang merupakan keturunan dari Penghulu Malin / nenek moyang dari Penggugat (sesuai dengan keputusan Rapat Adat Kecamatan Batang Asai tentang gugatan Sdr. MARBAWI cs (anak Tergugat) terhadap Tanah SMPN 13 Batang Asai) kemudian diperkuat oleh Surat Pernyataan Penyerahan Tanah  tertanggal 12 Juni 1990;

Atas dasar hal tersebut Tergugat membangun sarana dan prasarana yang nota bene adalah untuk kepentingan umum dan merupakan Milik Pemerintah Sarolangun, oleh sebab itu dalil Penggugat tersebut haruslah ditolak dan Tergugat,  Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III, tetap pada dalil jawaban terdahulu;

Bahwa, dalil Penggugat pada angka 7 s/d angka 11 tidak perlu Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III tanggapi karena tidak berdasar hukum, dan Tergugat,  Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III tetap pada dalil jawaban terdahulu, oleh sebab itu dalil Penggugat tersebut haruslah ditolak ;

Bahwa, menanggapi dalil Penggugat pada angka 13 mengenai tuntutan ganti rugi, dimana Penggugat dalam gugatannya terdahulu tidak memperinci dari mana asal-usul angka Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), bahwa tuntutan ganti rugi atas sesuatu hasil yang tidak dirinci berdasarkan fakta-fakta dianggap sebagai tuntutan yang tidak mempunyai dasar hukum, oleh karenanya dalil Penggugat tersebut haruslah di tolak;

Bahwa, menanggapi dalil Penggugat pada angka 14 mengenai Sita Jaminan dari Penggugat terhadap lokasi tanah dan bangunan yang ada diatasnya berupa: Gedung SMPN 13 Batang Asai, Kantor Camat Batang Asai, Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Kecamatan Batang Asai, Kantor dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Kecamatan Batang Asai,  harus ditolak, karena suatu objek sita haruslah dijelaskan secara rinci mengenai letak, luas dan batas-batas secara jelas;

Bahwa, Permintaan Sita Jaminan oleh Penggugat terhadap objek yang tidak disebutkan secara jelas mengenai identitasanya yaitu menyangkut berapa luas tanah dan bangunan-bangunan diatasnya, merupakan permintaan yang kabur objeknya, sehingga tidak mungkin di letakkan Sita terhadap permintaan seperti itu, dan sudah cukup dasar dan alasan untuk menolak dalil Penggugat tersebut;

Kemudian perlu Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III jelaskan bahwa lokasi tanah dan bangunan yang yang ada diatasnya berupa: Gedung SMPN 13 Batang Asai, Kantor Camat Batang Asai, Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Kecamatan Batang Asai, Kantor dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Kecamatan Batang Asai, adalah Asset Pemerintahan Daerah Kabupaten Sarolangun, sesuai dengan ketentuan pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan “Bahwa pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap uang dan barang milik negara/daerah dan/atau yang dikuasai negara/daerah, uang dan barang milik negara/daerah dan/atau yang dikuasai negara/daerah tersebut diantaranya termasuk barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah", jadi sudah jelas bahwa dalil Penggugat mengenai Sita Jaminan terhadap tanah dan bangunan yang merupakan Asset Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun, dan berikut tuntutan uang paksa tersebut haruslah di tolak;

Bahwa, mengenai dalil Penggugat selebihnya yang tidak Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III tanggapi bukan berarti Tergugat, dan Para Turut Tergugat mengakui, semata-mata karena dalil-dalil tersebut tidak berkwalitas dan tidak mempunyai dasar hukum;

DALAM PROVISI:

Bahwa, Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil Replik Penggugat dalam Provisi, dan Tergugat, para Tergugat tetap pada dalil-dalil jawaban dalam Provisi terdahulu, Oleh sebab itu, mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan “menolak tuntutan Provisi dari Penggugat untuk seluruhnya".

Berdasarkan semua hal-hal yang terurai diatas, maka mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan sebagai berikut:

DALAM PROVISI:

– Menolak tuntutan Provisi dari Penggugat untuk seluruhnya ;


DALAM POKOK PERKARA:
  1. Menolak gugatan dan Replik Penggugat untuk keseluruhan;
  2. Menerima Eksepsi, Jawaban dan Duplik Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III;
  3. Menyatakan bahwa tanah objek sengketa adalah Aset pemerintahan Kabupaten Sarolangun;
  4. Menolak Sita Jaminan (conservatoir beslaag) dan uang paksa (dwangsom) yang dimintakan oleh Penggugat;
  5. Menolak tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Penggugat;
  6. Membebankan biaya perkara kepada Penggugat ;
Atau apabila Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Et Aequo et Bono).

Jambi, 2 Juni 2009

Hormat Kami
Kuasa Hukum Tergugat, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III

Ttd.

XY, S.H.

Ttd.

YZ, S.H.
______________
Referensi:

1. "Contoh Duplik Perkara Perdata", helmilaw.wordpress.com, 10 April 2010, diakses pada tanggal 29 November 2020, https://helmilaw.wordpress.com/2010/04/10/contoh-duplik-perkara-pidana/

Sabtu, 28 November 2020

Tata Cara Sita Revindikasi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada label Praktik Hukum, sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Penerapan Sita Revindikasi Dalam Transaksi Tertentu" dan "Syarat atau Alasan Pokok Sita Revindikasi", serta pada kesempatan ini akan dibahas perihal Tata Cara Sita Revindikasi.

Menurut Pasal 226 ayat (3) HIR, tata cara pelaksanaan sita revindikasi, selain tunduk kepada ketentuan Pasal 226 HIR itu sendiri, terhadapnya juga berlaku ketentuan umum yang diatur dalam Pasal 197 HIR. Hal ini pun ditegaskan juga dalam Pasal 718 Rv, bahwa dalam tata cara pelaksanaan sita revindikasi diberlakukan dengan cara, seperti penyitaan eksekusi terhadap barang-barang bergerak.[1]

 Adapun tata caranya sebagaimana diurutkan adalah sebagaimana berikut:[2]
  1. Surat penetapan sita;
  2. Penyitaan dilaksanakan Panitera atau Juru Sita;
  3. Memberitahukan Penyitaan kepada Tergugat;
  4. Juru Sita dibantu dua orang saksi;
  5. Pelaksanaan sita dilakukan di tempat barang terletak;
  6. Membuat berita acara sita; dan
  7. Meletakkan barang sitaan di tempat semula.
Adapun perihal tata cara sita revindikasi sebagaimana telah disebutkan di atas akan dijabarkan pada artikel-artikel hukumindo.com selanjutnya.
_____________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 332.
2. Ibid., Hal.: 333-336.

Jumat, 27 November 2020

Syarat Atau Alasan Pokok Sita Revindikasi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Penerapan Sita Revindikasi Dalam Transaksi Tertentu", dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Syarat atau alasan pokok sita revindikasi.

Sita revindikasi diatur dalam Pasal 226 HIR atau Pasal 714 Rv. Dalam pasal-pasal tersebut tidak diatur syarat, bahwa permintaan penyitaan didasarkan pada adanya dugaan atau persangkaan yang beralasan kalau Tergugat akan menggelapkan atau melenyapkan barang sengketa. Dengan demikian, permintaan sita dianggap memenuhi syarat, meskipun pemohon tidak mengajukan fakta-fakta atau indikasi adanya dugaan atau persangkaan yang beralasan bahwa Tergugat mencari akal untuk menggelapkan barang tersebut.[1]

Oleh karena itu, Pengadilan dalam menilai permintaan sita revindikasi, tidak boleh berlebihan menuntut dari Penggugat agar mengajukan fakta-fakta atau indikasi yang cukup kuat dan beralasan mengenai adanya usaha Tergugat untuk melenyapkan barang sengketa. Tindakan yang demikian bertentangan dengan Pasal 226 HIR maupun Pasal 714 Rv.[2]

Sehubungan dengan itu, syarat pokok atau alasan utama yang mesti dinilai Pengadilan atas permintaan sita revindikasi merukuk kepada ketentuan Pasal 226 ayat (1) HIR, dan Pasal 714 Rv, sebagai berikut:[3]
  1. Objek sengketa adalah barang bergerak, adapun objek sita berupa barang bergerak yang berada di tangan Tegrugat. 
  2. Pemohon sita adalah pemilik barang, alasan yang dibenarkan untuk meminta sita revindikasi disini adalah pemohon selaku pemilik barang bergerak sebagaimana dimaksud di atas.
  3. Barang berada di bawah Penguasaan Tergugat tanpa hak berdasarkan Jual-beli maupun Pinjam meminjam.
  4. Menyebut dengan seksama barang yang hendak disita, syarat yang diatu dalam Pasal 266 ayat (2) HIR ini mengatur bahwa barang yang hendak disita harus dinyatakan secara seksama dalam surat permintaan, dalam artian secara detail. Dapat penulis tambahkan, misalkan kendaraan roda empat disebutkan sebagaimana detailnya di dalam STNK dan BPKB.
________________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 330.
2. Ibid., Hal.: 330.
3. Ibid., Hal.: 330-332.

Rabu, 25 November 2020

Penerapan Sita Revindikasi Dalam Transaksi Tertentu

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya dalam label Praktik Hukum, platform Hukumindo.com telah membahas perihal "Urgensi Sita Revindikasi", dan pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Penerapan Sita Revindikasi dalam Traksaksi Tertentu.

Seperti yang telah diterangkan, pada prinsipnya sita revindikasi berdasarkan Pasal 1977 KUH Perdata, hanya dapat diterapkan terhadap penguasaan barang tanpa hak atau secara melawan hukum (unlawful). Namun demikian, terhadap ketentuan umum tersebut, terdapat beberapa pengecualian yang membolehkan sita revindikasi terhadap barang yang ada di bawah penguasaan orang lain, meskipun penguasaan itu berdasarkan titel yang sah.[1] 

Adapun yang terpenting di antaranya:[2]
  1. Dalam transaksi pinjam barang, pasal 1751 KUH Perdata mengatakan, jika barang itu berada di bawah penguasaan orang lain berdasarkan atas hak: a). Pinjam atau meminjam; b). Sebelum waktu perjanjian pinjaman habis, atas alasan mendesak dan sekonyong-konyong barang itu sangat diperlukan pemilik sendiri; c). Pemilik dapat meminta kepada Hakim untuk memaksa peminjam (pemakai) mengembalikan barang itu kepadanya. Memperhatikan ketentuan dimaksud, meskipun penguasaan dan pemakaian barang berdasarkan ketentuan hukum yang sah, yaitu pinjam-pakai berdasarkan Pasal 1750 KUH Perdata, pemilik barang sebagai pihak yang meminjamkan dapat meminta agar diletakkan sita revindikasi di atasnya, meskipun waktu yang diperjanjikan belum habis, asal permintaan pengembalian didukung dengan alasan mendesak dan sekonyong-konyong barang itu benar-benar diperlukan pemiliknya. Dalam hal tertentu, dibarengi dengan syarat yang digariskan Pasal 1752 KUH Perdata, yaitu pemilik diwajibkan menganti biaya kepada Peminjam.
  2. Berdasarkan hak reklame (reclamerecht), hak reklame adalah tuntutan hukum untuk meminta kembali barang (rechtsvordering reclame) yang dijual kepada pembeli atau pemegang barang, apabila pembeli tidak melunasi pembayaran harga yang disepakati. Dalam kasus yang demikian, apabila penjual bermaksud hendak membatalkan jual-beli, dalam gugatan si Penjual dapat meminta sita revindikasi berdasarkan hak reklame yang diberikan undang-undang kepadanya. Jadi, meskipun barang berada dalam penguasaan Tergugat berdasarkan transaksi jual-beli, terhadap barang itu dapat diterapkan sita revindikasi, apabila pembeli wanprestasi melunasi pembayaran harga. Penerapan sita revindikasi dikaitkan dengan hak reklame, antara lain diatur dalam Pasal-pasal: a). Pasal 1145 KUH Perdata; b). Pasal 230 KUHD; c). Tuntutan Hak Reklame yang dibarengi dengan Permintaan Sita Revindikasi, Tunduk Kepada Pasal 571 Rv.
___________________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2010, Hal.: 328.
2. Ibid., Hal.: 328-330.

Massachusetts Court Jurisprudence: Wedding Ring Must Be Returned If Marriage is Void

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " A Young Woman From England, Falls In Lo...