Selasa, 12 April 2022

Are Online Agreements Legally-Valid?

(iStock)

By:
Team of Hukumindo


Legal Term  

In the digital era of industry 4.0 as it is today, many people are starting to use technology and the internet to support their business. This rapid technological development has also succeeded in creating a new information infrastructure that makes all work more efficient with the help of technology. You can see from the number of new startups, ranging from transportation startups, food delivery service providers, to now there are startups that offer online contract making services. The term online contract is used by: Edmon Makarim which means the same as an electronic contract, namely a legal bond or relationship that is carried out electronically that combines a network of computer-based information systems with systems.[1]

Validity Question

Legality and validity arising from transactions between business actors are important in the implementation of electronic transactions. This is because electronic transactions can be carried out without having to meet in person but only using long-distance communication through available electronic systems. But what is the status of the validity of the sale and purchase agreement made via the internet (online) or electronic transactions (e-commerce).[2]

According to the author, the validity of this online contract is questionable because with the presence of massive information technology as it is today, face-to-face contact is no longer a necessity. In other words, this situation contradicts the previous situation which presupposes that every agreement is made face-to-face. But is such an agreement legally valid? We'll look at it below. 

Are Online Agreements Legally Valid?

The validity of a contract/agreement must be measured by the fulfillment of the conditions previously agreed upon by the parties (expression of will). Based on the legal terms of the agreement described in Article 1320 of the Civil Code, an agreement can be said to be valid if it is carried out by:[3]
  • Based on the agreement between the parties who bind themselves;
  • The ability to enter into an engagement;
  • A certain thing; and
  • A lawful cause or cause.
This is the legal condition of the agreement according to the Civil Code. No less and no more. The legal terms of the agreement must be measured to the provisions referred as above, both conventional and electronic agreements. As far as online agreement fulfill the article 1320 of the Civil Code, then its legally-valid.

About Electronic Transaction Evidence

Referring to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions as amended by Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions, Articles 5 to 12 are explained that Electronic Information and/or Electronic Documents and/or their printed results are valid legal evidence, which is an extension of legal evidence in accordance with the applicable procedural law in Indonesia.[4] The provisions in Article 1320 of the Civil Code and the ITE Law (Information and Electronic Transactions) and its amendments emphasize that agreements made electronically have the same power as agreements signed by the parties directly with the direct presence of the parties. And if you have any legal issue with your business agreement, contact us, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Kontrak Online Apakah Sah Menurut Hukum Di Indonesia", libera.id., Diakses pada tanggal 8 April 2022, https://libera.id/blogs/kontrak-online-apakah-sah-menurut-hukum-di-indonesia/
2. "Perjanjian Jual Beli Online Bagi Orang Yang Masih Dibawah Umur, Apakah Sah?", smartlegalacademy.id., Diakses pada tanggal 8 April 2022, https://smartlegalacademy.id/perjanjian-jual-beli-online-bagi-orang-yang-masih-dibawah-umur-apakah-sah/
3. Ibid.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Senin, 11 April 2022

Contoh Surat Eksepsi Pidana Kasus Narkoba

(iStock)

By:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Antigone Case: Law Versus Morality", "Contoh Nota Keberatan (Eksepsi) Perkara Pidana", anda juga bisa membaca "Contoh Surat Dakwaan" dan pada kesempatan yang berharga ini kami akan membahas mengenai 'Contoh Surat Eksepsi Pidana Kasus Narkoba'. 

Secara sederhana, eksepsi dalam hukum acara pidana adalah alat pembelaan dengan tujuan untuk menghindarkan diadakannya putusan tentang pokok perkara, karena apabila tangkisan ini diterima oleh pengadilan, pokok perkara tidak perlu diperiksa dan diputus. Eksepsi menurut Luhut M.P. Pangaribuan adalah untuk menjawab surat dakwaan dan berhubungan dengan apakah: (a). pengadilan tidak berwenang mengadili perkara, (b). dakwaan tidak dapat diterima, dan (c). surat dakwaan harus dibatalkan.[1]

Eksepsi di mana pengadilan dinyatakan tidak berwenang dapat bersifat relatif dan absolut. Eksepsi relatif terjadi bilamana pengadilan tidak berwenang atau dua pengadilan atau lebih berwenang mengadili perkara yangs ama atau tidak berwenang mengadilinya karena waktu dan tempat tidak pernah terjadi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 150 KUHAP dan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, yang berbunyi: Pasal 150 KUHAP: “sengketa tentang wewenang mengadili terjadinya: 1). Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama; 2). Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perakra yang sama; Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP: (2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.[2] Berikut Contoh Surat Eksepsi Pidana Kasus Narkoba sebagaimana dimaksud. 


Bungo, 11 Oktober 2018
No : 01/NP/Pid- /ISP/X/2018
Hal : NOTA KEBERATAN (EXEPTIE)

 
Kepada
Yth. Ketua Majelis Hakim Perkara No : 197/Pid.Sus/2018/PN.Mrb
Di Pengadilan Negeri Muara Bungo
Jl. RM Thaher No 495 Rimbo Tengah, Bungo.

Dengan hormat,

Perkenankan saya, Indra Setiawan, S.H, selaku Advokat berkewarganegaraan Indonesia yang beralamat kantor di Jl. Diponegoro BTN BMI No.M-11 Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo. Berdasarkan Penetapan Ketua Majelis Hakim Perkara No.197/Pid.Sus/2018/PN.Mrb tentang Penunjukan Indra Setiawan, SH dan Rinaldi, SH sebagai Penasihat Hukum Terdakwa secara Cuma-Cuma. Dalam hal ini bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membela hak dan kepentingan hukum Terdakwa yaitu :

Nama : X Bin Y 
Tempat & Tgl Lahir : Sungai Gambir, 10 Juli 1988
Pekerjaan : Pegawai Honor Satpol PP Kab. Bungo
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Dusun Pasar Rantau Embacang Kec. Tanah Sepenggal- Bungo.

Bahwa dalam hal ini hedak mengajkan Nota Keberatan terhadap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum No.Reg.Perk: PDM-96/MBNGO/09/2018 tanggal 30 Agustus 2018, dengan uraian sebagai berikut :

Adapun eksepsi ini kami buat dengan sistematika sebagai berikut:

1. Pendahuluan
2. Eksepsi
3. Permohonan
4. Penutup

PENDAHULUAN

Setelah pada persidangan lalu kita mendengarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa, maka kini perkenankanlah kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa menyampaikan eksepsi/tangkisan/keberatan dalam perkara yang tengah diperiksa ini. Berdasarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Yang Terhormat, kiranya kami merasa sangat perlu untuk menyampaikan eksepsi ini demi kepentingan hukum dan keadilan serta memperoleh jaminan perlindungan hak-hak asasi tersangka/terdakwa atas kebenaran, kepastian hukum dan keadilan. Selain itu, eksepsi ini perlu kami sampaikan demi perlindungan hukum yang lebih luas bagi masyarakat pada umumnya maupun pembangunan hukum dalam proses beracara pada persidangan  perkara pidana yang semuanya itu telah pula dijamin oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai landasan hukum beracara di negara ini.

EKSEPSI

Dasar Hukum

Bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, berbunyi sebagai berikut : “Dalam hal terdakwa atau penasehat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak wenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan kebenaran tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan”.

Eksepsi Mengenai Surat Dakwaan

Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Tidak Sah. Bahwa berdasarkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai Penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk Penasihat hukum bagi mereka”.

Bahwa Pasal 56 ayat 1 KUHAP sudah menegaskan bahwa bantuan hukum itu wajib disediakan (dengan menunjuk Penasihat Hukum) oleh pejabat yang memeriksa disetiap tingkat pemeriksaan, baik ditingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan. Terlepas Penasihat Hukum yang ditunjuk menjalankan profesinya atau tidak, tetapi pejabat yang bersangkutan selaku perwakilan pemerintah telah melaksanakan kewajibannya menjalankan perintah undang-undang dan tetap menjamin hak asasi terdakwa. Lantas, bagaimana jika pejabat yang melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa melanggar KUHAP? Maka dapat dikatakan tujuan hukum acara sebagai landasan bagi aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum telah gagal diterapkan bahkan dapat dikatakan sebagai suatu penyalahgunaan jabatan (abuse of power).

Bahwa berdasarkan Pasal 137 KUHAP “Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili

Bahwa berdasarkan BAB XV tentang Penuntutan Pasal 137 sd Pasal 144 UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Jaksa Penuntut Umum adalah pejabat yang bersangkutan pada tingkat pemeriksaan tahap penuntutan. Oleh karenanya Jaksa Penuntut Umum berkewajiban melaksanakan perintah undang-undang yang diatur dalam KUHAP termasuk ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP

In casu, Terdakwa telah disangka dipenyidikan dengan melanggar 114 ayat (1) Jo. Pasal 132 ayat (1) atau Kedua melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Ketiga melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun, mengharuskan pejabat yang melakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa wajib menunjuk Penasihat Hukum secara Cuma-Cuma sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Bahwa pada tahap penyidikan ini, pejabat yang bersangkutan yaitu pihak Kepolisian RI telah menunjuk Advokat Suwandi, SH, MH selaku Penasihat Hukum tersangka secara Cuma-Cuma.

Bahwa, begitu pula pada tahap Pemeriksaan di Pengadilan, Terdakwa yang didakwa melanggar Pasal 114 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) atau Kedua melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Ketiga melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pejabat yang bersangkutan yaitu Ketua Majelis Hakim telah memperhatikan Pasal 56 ayat (1) KUHAP dengan  menunjuk Penasihat Hukum bagi Tedakwa secara Cuma-Cuma

Lalu bagaimana pada tahap Penuntutan?, saat pelimpahan berkas perkara atas nama Terdakwa dari penyidikan di Kepolisian ke tahap Penuntutan di Kejaksaan, Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan dan yang memeriksa Tedakwa wajib melaksanakan ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Bahwa setelah mempelajari berkas perkara atas nama Terdakwa termasuk Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa, ternyata Jaksa Penuntut Umum selaku Pejabat yang melakukan pemeriksaan terhadap Tedakwa, tidak menunjuk Penasihat Hukum bagi Terdakwa secara Cuma-Cuma. Padahal Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa Tedakwa dengan Dakwaan Pertama melanggar 114 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) atau Kedua melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Ketiga melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara, yang mengharuskan Jaksa Penuntut Umum wajib menunjuk Penasihat Hukum secara Cuma-Cuma sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (1) KUHAP.

Bahwa ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP adalah bagian dari Hukum Acara Pidana yang wajib ditaati dalam penegakan hukum pidana dan memiliki konsekuensi hukum bila dengan sengaja mengabaikan atau lalai menerapkan hukum acara sebagaimana kaidah hukum dibawah ini:

-Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 510 K/Pid/ 1988 tanggal 28 April 1988, yang menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima

-Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1565 K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993 yang menyatakan : apabila syarat-syarat permintaan dan/atau hak tersangka/terdakwa tidak terpenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima

-Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor: 03 Pid/2002/PTY tertanggal 07 Maret 2002, menyatakan penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum tidak dapat diterima karena didasarkan pada penyidikan yang tidak syah, yaitu melanggar Pasal 56 ayat (1) KUHAP;

-Putusan Pengadilan Negeri Blora, No: 11/Pid.B/2003/PN.Bla tertanggal 13 Februari 2003, menyatakan penuntutan tidak dapat diterima karena dilakukan atas dasar BAP yang batal demi hukum, karena dilakukan dengan melanggar ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP;

-Putusan Pengadilan Negeri Tegal No: 34/Pid.B/1995/PN.Tgl tertanggal 26 Juni 1995 yang menyatakan penyidikan yang dilakukan oleh Mabes Polri tidak syah karena Pasal 56 ayat (1) KUHAP tidak diterapkan sebagaimana mestinya, sehingga penuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.

Bahwa oleh karena Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan pemriksaan terhadap Tedakwa pada tahap Penuntutan tidak melaksanakan perintah Pasal 56 ayat (1) KUHAP tersebut. Maka Surat Dakwaan yang dibuat dan disusun oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Reg.Perk: PDM-96/MBNGO/09/2018 tanggal 30 Agustus 2018, adalah hasil dari bentuk pelanggaran formal yuridis dan harus dinyatakan  tidak sah dan batalkan demi hukum.

PERMOHONAN

Bahwa atas uraian eksepsi/keberatan yang telah kami sampaikan maka dengan ini kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang pemeriksa perkara a quo agar berkenan memutuskan :

1. Menerima Keberatan Penasihat Hukum Terdawa Afrizal Bin Burhanudin;
2. Menyatakan Surat Dakwaan Reg.Perk: PDM-96/MBNGO/09/2018 tanggal 30 Agustus 2018, tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum;
3. Membebaskan Terdakwa Dari Tahanan;
4. Membebankan Biaya Perkara Kepada Negara.
 
PENUTUP

Demikianlah eksepsi ini kami sampaikan kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim. Atas perhatian serta terkabulnya eksepsi/keberatan ini kami ucapkan terima kasih dan bila ada kekurangan atau kesalahan didalamnya kami mohon maaf atas keterbatasan kami selaku manusia.

Hormat kami,
Penasihat Hukum Terdakwa


Ttd.

Indra Setiawan, S.H.


Ttd. 

Rinaldi, S.H.

Menurut hemat kami eksepsi ini cukup baik karena telah membahas pada pokoknya mengenai surat dakwaan dari JPU. Karena inilah yang sering muncul dan dipermasalahkan dalam konteks eksepsi perkara pidana. 
________________
References:

1. "Pengertian Eksepsi Perkara Pidana", kantorhukum-ram.com., Diakses pada tanggal 8 April 2022, https://kantorhukum-ram.com/pengertian-eksepsi-perkara-pidana/
2. Ibid.
3. "Contoh Nota Keberatan (Eksepsi) Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika", www.indrasatrianis.com., Diakses pada tanggal 8 April 2022, https://www.indrasatrianis.com/2019/07/02/contoh-nota-keberatan-eksepsi-dalam-perkara-tindak-pidana-narkotika/

Jumat, 08 April 2022

Antigone Case, Law Versus Morality

(Dawn.com)

By:
Team of Hukumindo

Previously, the Hukumindo.com platform has talk about "Contoh Surat Permohonan Untuk Mengadakan Arbitrase di BASYARNAS", "Phryne Case, Free From The Death Penalty By Asking For Forgiveness", you may read also "Trial of Socrates" and on this occasion we will discuss about 'Antigone Case: Law Versus Morality'.

Synopsis

Before the story begins, two brothers who led opposing camps in the Theban civil war died after fighting for the throne. Creon, the new ruler of Thebes, had determined that Eteocles would be honored and Polyneices would be humiliated. The bodies of the rebellious brothers will not be sanctified and will be left unburied in the battlefield to become food for vultures such as worms. This was the cruelest punishment at that time. Antigone and Ishmene were brothers of Polyneices and Eteocles. At the opening of the play, Antigone takes Ismene out of the palace gates at night and they meet in secret. Antigone wants to bury Polyneikes' body, against Kreon's orders. Ismene refuses to help him for fear of being executed, but he is unable to stop Antigone's intention to bury his brother.[1]

Kreon entered along with the chorus of the elders of Thebes. He sought support for the days that followed, and specifically wanted them to support his orders regarding the disposal of the bodies of Polyneices. The chorus of elders supports the ruler. A guard enters and reports that Polyneices' body has been buried. Kreon was furious and ordered the bodyguard to find the criminal. The guard left and the Chorus sang in honor of the gods, but after a while the guard returned and took Antigone with him. After sending the guard away, Creon asks Antigone, and Antigone does not deny that he has buried Polyneices. He argues about the morality of Kreon's orders and the morality of his actions. Kreon goes berserk and calls out to Ismene believing he is helping Antigone. Ismene tries to confess that he also committed the crime because he wanted to die with his sister, but Antigone would not allow it. Kreon ordered the two women to be imprisoned.[2]

Haemon enters and declares his loyalty to his father. He initially looks like he's about to dump Antigone, but once Haemon gently tries to convince his father to forgive Antigone, the discussion quickly sours and they insult each other. Haemon then left and declared he would never see Kreon again. Kreon decides to forgive Ismene and bury Antigone alive in a cave. He is taken out of the house, and he weeps over his fate and tries to justify his actions one last time. Antigone is then taken to his "graveyard", while Chorus expresses great sorrow.[3]

Tiresias, the blind soothsayer, enters. He warned Creon that Polyneices be buried immediately. Kreon accuses Tiresias of being corrupt. Tiresias replies that because of Creon's mistake in leaving Polyneices unburied and burying Antigone (the soothsayer does not say that Antigone should not be put to death, but states that it is not good to bury people alive), he will lose his own son.[2] All of Greece would reject him, and the sacrifices offered by Thebes would not be accepted by the gods. Chorus was frightened and asked Kreon to accept the suggestion. Kreon is shaken and agrees to free Antigone and bury Polyneices. The chorus then offered an ode to the god Dionysus (god of wine), and a messenger then informed them that Haemon had committed suicide. Eurydice, Kreon's wife and Haemon's mother, enters and asks the messenger to tell him everything. The messenger then reported that Haemon and Antigone had committed suicide; Anigone hangs himself, and Haemon stabs himself upon seeing Antigone's body, soon after Polyneikes is buried. Eurydice then disappeared into the palace.[4]

Kreon came in and took Haemon's body. He realized that it was his own actions that had caused the incident. A second messenger arrives and informs Kreon and Chorus that Eurydice has committed suicide. On her last breath, she cursed her husband. Kreon blamed himself for everything that had happened and asked his servant to help him. He was still king, but he had acted against the gods and as a result lost his wife and children. The chorus concludes the play by saying that although the gods have punished the proud, punishment brings wisdom.[5]

Law Versus Morality

Reading Antigone's manuscript will torture you with a series of abstract questions about how law is presented and binds society? Or can a law that contradicts morality be called a law?, to what extent can human morality be justified as an excuse against a law that actually exists? et cetera[6]

In the tragedy of Antigone, Sophocles describes the people of Thebes as having doubts in their hearts in carrying out the orders of their ruler, the moral view of the ancient Greeks at that time considered that every soldier from his city who died on the battlefield must be buried by the people of the city itself, even the goddesses.[7]

Olympus is said to have sent a sign that they wanted Polyneices to be properly buried. In the end, it was Antigone himself who buried Polyneices with an offering of worship, not only driven by the morals of society in general but also his conscience as a blood-bound family member.[8]

Imagine yourself as Antigone. Will you bury Polyneices or will you leave his body lying on the battlefield? If you reject the king's orders on the basis of morality do you think it is justifiable?[9]

If your understanding of morality is a noble value that is universal in that society has formed a consensus that it is a good value, I think that reason can be used. However, if your understanding is as narrow as morality as the value of a certain group that is imposed in a heterogeneous society where everyone may have different opinions, then debate is a necessity. In the end, whatever the choice we will face the legal consequences of every action we take. For Antigone? The consequence is death.[10] And if you have any legal issue, contact us then, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Antigone (Sophokles)", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 7 April 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Antigone_(Sophokles)
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. "Antigone dalam Pusaran Hukum dan Moralitas", medium.com., Oleh: Hizbullah Hanif, Diakses pada tanggal 7 April 2022, https://medium.com/gmni-fh-ugm/antigone-576aa9e7da61
7. Ibid.
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Ibid. 

Selasa, 05 April 2022

Contoh Surat Permohonan Untuk Mengadakan Arbitrase di BASYARNAS

(iStock)

By:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Contoh Gugatan Ekonomi Syariah", sidang pembaca yang budiman juga bisa membaca artikel kami yang berjudul "What Are The Competences of The Religious Courts To Adjudicates In Sharia Economic Cases?", "The Role of Law in Sharia Economic Development" dan pada kesempatan ini akan membahas 'Contoh Surat Permohonan Untuk Mengadakan Arbitrase di BASYARNAS'. Artikel ini sepenuhnya diambil dari situs sebagaimana referensi terlampir.


Jakarta, ___/___/20__

Kepada Yth :
Ketua Badan Arbitrase Syariah Nasional
Gedung Arva Lantai IV
Jl. Cikini Raya No. 60
Jakarta 10330

Perihal : Permohonan untuk mengadakan Arbitrase di BASYARNAS

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Semoga Bapak beserta seluruh pengurus dan staf selalu dalam limpahan rahmat dan karunia Allah SWT dalam menjalankan tugas sehari-hari. Aamiin.

Kami yang bertanda tangan dibawah ini :

1. AAD RUSYAD N. SH, MKn
2. HENDRAWAN S, SH
3. MOHAMAD HOESSEIN, SH, MH

Advokat dan konsultan Hukum dari Kantor Hukum RUSYAD KURNIA NUGRAHA & Partners (RKN & Partners), alamat ………………. Jakarta Selatan, berdasarkan kuasa khusus tanggal 6 Desember 2007 dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama :

Nama : ……………………..
Berkedudukan : ………………………

Yang dalam hal ini telah memilih domisili hukum di alamat Kantor Hukum RKN & Partners,untuk selanjutnya disebut Pemohon.

Sesuai Akad Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah ……………………bahwa apabila terjadi perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah maka para pihak sepakat untuk menunjuk Badan Arbitrase Syariah Nasional / BASYARNAS (dahulu : Badan Arbitrase Muamalat Indonesia / BAMUI) untuk memberikan putusannya menurut tata cara dan prosedur berarbitrase yang ditetapkan dan berlaku di badan tersebut.

Dengan ini Pemohon mengajukan Permohonan untuk mengadakan Arbitrase di Badan Arbitrase Syariah Nasional terhadap :

Nama : PT. BANK ………….
Berkedudukan : Gedung Bank ……………………….. Jakarta .

Untuk selanjutnya disebut Termohon I.

Nama : PT. ……………………
Berkedudukan : …………………………. Cikampek Jawa Barat

Untuk selanjutnya disebut Termohon II.

DALAM POKOK PERKARA

Adapun fakta-fakta yang menjadi dasar permohonan ini adalah sebagai berikut:

1. Bahwa dengan dilandasi oleh semangat pengelolaan dana berlandaskan pada ketentuan Syariah maka Pemohon sejak tahun 2000 telah menempatkan dana pada perbankan Syariah dalam bentuk DEPOSITO dan pada saat itu diperoleh return yang cukup memuaskan (bukti P-1) ;

2. Bahwa pemahaman Pemohon terhadap skim Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah adalah penempatan Deposito pada Bank … dan dengan pemahaman seperti tersebut Pemohon setuju untuk menempatkan dananya pada Termohon I ;

3. Bahwa selanjutnya Termohon I telah mengajukan proposal penawaran kerjasama Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah kepada Pemohon dengan surat Perihal Penawaran Kerjasama Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah untuk PT. ……………… (bukti P-2) ;

4. Bahwa telah dilakukan KESEPAKATAN BERSAMA Mudharabah Muqayyadah antara Pemohon-Termohon II dan Termohon I dengan No. …………………….. (bukti P-3);

5. Bahwa Pemohon telah menyampaikan surat kepada Termohon I dengan surat No. …………………… perihal : Penerbitan Deposito, dan dengan surat No. ……………………., perihal : Penerbitan Deposito, (bukti P-4);

6. Bahwa secara notaril telah dilakukan Akad Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah, , antara Pemohon, Termohon II dan Termohon I sejumlah dengan jangka waktu 3 tahun, margin bagi hasil untuk Pemohon sebesar/setara 13,5 % (tiga belas setengah persen) per annum dan Termohon I mendapat fee sebesar 1 % (satu persen) per annum effektif dari outstanding Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah (bukti P-5) ;

7. Bahwa jangka waktu Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah sebagaimana diatur dalam Akad tersebut, telah berakhir terhitung sejak 2007.

8. Bahwa sejak Agustus 2004 sampai dengan saat ini Termohon II tidak melakukan pembayaran angsuran baik kewajiban pokok maupun bagi hasil kepada Pemohon, oleh karena itu ketiadaan pembayaran angsuran pokok maupun bagi hasil tersebut membuktikan Termohon II telah melakukan cidera janji sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Akad Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah yang telah disepakati oleh Para Pihak (bukti P-6) ;

9. Bahwa Permasalahan tersebut disebabkan Termohon I dan Termohon II sejak awal proses Pembiayaan telah tidak menyampaikan secara transparan kepada Pemohon. Bahwa pada bulan Oktober 2003, Termohon II telah mendapatkan Pembiayaan dari Termohon I sebesar Rp. (enam milyar lima ratus juta rupiah) hal tersebut sebagaimana ternyata dalam Akad No. dan Akad /AKAD, sedangkan pada bulan Januari 2004 dalam Akad Pembiayaan No. antara Pemohon dengan Termohon II bersama Termohon I menyebutkan bahwa Termohon II tidak dalam keadaan berhutang pada pihak lain (bukti P-7);

10. Bahwa Termohon I baik dalam proses pengajuan maupun dalam pelaksanaan Pembiayaan dimaksud tidak melaksanakan prudential banking principles serta tidak menyampaikan informasi kepada Pemohon secara benar, lengkap, jelas dan jujur bahkan sebaliknya menyesatkan yang menyebabkan kerugian dipihak Pemohon.

11. Bahwa Termohon I juga tidak melaksanakan kewajibannya dengan benar terhadap pengikatan barang jaminan dan monitoring penggunaan dana untuk kepentingan Pemohon. Hal demikian telah mengakibatkan terjadinya side-streaming yang dilakukan oleh Termohon II, antara lain Pembiayaan dari Pemohon digunakan oleh Termohon II untuk membayar/mengangsur utangnya ke Termohon I (bukti P-8);

12. Bahwa Termohon I dan Termohon II telah berbuat Gharar dan Zalim terhadap Pemohon, artinya adalah Bank telah melakukan transaksi yang mengandung tipuan yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain ;

13. Bahwa dalam Rukun Kontrak Islam terdapat unsur-unsur sebagai berikut:1). Pernyataan untuk mengikatkan diri (Sighatul ‘Aqdi), 2). Pihak-pihak yang mengadakan kontrak (Al-Muta’aqidain), 3). Objek kontrak (Al Ma’qud ‘Alaih). 4. Tujuan kontrak (Maudhu’ul ‘Aqd).

14. Bahwa pernyataan untuk mengikatkan diri (Sighatul ‘Aqdi) diperlukan 3 syarat, yaitu : harus terang pengertiannya, harus sesuai dengan Ijab Qabul dan memperlihatkan kesungguhan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Ketiga syarat tersebut ternyata tidak dipenuhi oleh Termohon I, yaitu tidak jelasnya pengertian Mudharabah Muqayyadah secara detail sehingga menimbulkan penafsiran yang salah dan menyesatkan ;

15. Bahwa unsur-unsur yang mendasari adanya perikatan/perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya Kecakapan, Kesepakatan, Hal tertentu dan Kausa yang halal berdasarkan uraian di atas bahwa unsur Kesepakatan, Hal tertentu dan Kausa yang halal tidak terpenuhi atau setidaknya mengandung cacat hukum sehingga seluruh Akad-akad Mudharabah Muqayyadah antara Pemohon dengan Termohon I dan Termohon II yang telah dibuat diatas tidak mempunyai daya mengikat dan/atau batal demi hukum ;

16. Bahwa Akta Pembiayaan Mudharabah Muqayyah tersebut diatas kehilangan Otentisitasnya sebagai Akta Otentik sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Jabatan Notaris yang berlaku oleh karena persyaratan dalam pembuatan Akta tersebut tidak dipenuhi oleh Notaris. Hal tersebut antara lain seperti ternyata dari tidak dilakukannya pembacaan Akta secara keseluruhan serta ditemukannya beberapa kesalahan redaksional dan kesalahan referensi pasal yang sangat fatal dalam Akta tersebut sehingga arti yang terkandung dalam Akta dimaksud menjadi sangat kabur/tidak jelas/tidak berarti. Dengan demikian Akad Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah batal demi hukum.

17. Bahwa Pemohon telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan jalan menyampaikan surat peringatan dan musyawarah dengan Termohon I dan Termohon II guna mendapatkan penyelesaian yang terbaik namun tidak berhasil;

18. Bahwa oleh Kuasa Hukum Pemohon telah dilakukan somasi terhadap Termohon I sebanyak 3 kali masing-masing pada 2006, sedangkan terhadap Termohon II telah disampaikan teguran baik secara lisan maupun tertulis (bukti P-9);

19. Bahwa berdasarkan alasan seperti tersebut diatas Permohonan Pemohon sangat beralasan dan terbukti bahwa Termohon I dan Termohon II telah melakukan cidera janji dan perbuatan melawan hukum serta melanggar prinsip-prinsip Syariah dan peraturan perundang undangan yang berlaku;

20. Bahwa oleh karena sumber dana dari Pemohon yang ditempatkan kepada Termohon I berasal dari iuran peserta …… khususnya para karyawan dan ……, maka sudah sepatutnya dan adil kepada Termohon I dan Termohon II diwajibkan untuk memenuhi kewajiban pembayarannya kepada Pemohon, sehingga hak-hak lembaga keuangan untuk mendapatkan keuntungan dari penempatan dana Pemohon dapat terpenuhi sebagaimana mestinya.

21. Bahwa untuk menjamin terpenuhinya kewajiban pembayaran Termohon I dan Termohon II kepada Pemohon, maka sangat adil serta layak apabila sebagian asset bergerak maupun tidak bergerak milik Termohon I dan seluruh asset bergerak maupun tidak bergerak milik Termohon II dijadikan Jaminan Pengganti atas kewajiban pembayaran dimaksud.

22. Berdasarkan Hal-hal di atas, untuk penyelesaian permasalahan tersebut kami menuntut Termohon I dan Termohon II untuk bertanggung jawab dan mengembalikan seluruh Penempatan dana/Pembiayaan maupun margin bagi hasil serta biaya-biaya lainnya yang timbul kepada Pemohon.

Bahwa atas dasar fakta-fakta tersebut diatas maka dengan ini Pemohon bermaksud mengajukan Permohonan kepada Majelis Arbiter BASYARNAS yang menangani perkara ini berkenan untuk memeriksa dan memutuskan hal-hal sebagai berikut :

DALAM POKOK PERKARA :

PRIMER :

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya ;

2. Manyatakan sebagai hukum bahwa Termohon I dan Termohon II telah melakukan cidera janji terhadap Pemohon ;

3. Manyatakan sebagai hukum bahwa Termohon I dan Termohon II telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Pemohon ;

4. Menetapkan bahwa Akad Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah No.108 tanggal 28 Januari 2004 batal demi hukum;

5. Menyatakan Sita terhadap tanah dan bangunan (Gedung Bank ………. Lantai 1 sampai dengan Lantai 3) milik Termohon I yang beralamat di ……….. adalah sah dan berharga secara hukum;

6. Menyatakan sah dan berharga menurut hukum Sita terhadap bangunan pabrik dan kantor PT ……….. yang terletak di ……… Jawa Barat, serta seluruh mesin-mesin pengolahan bahan baku dan mesin-mesin produksi milik Termohon II yang terdiri dari antara lain namun tidak terbatas pada :
-1 Flat Yarn kapasitas 150 Ton/bln
-36 Set Circular Loom
-1 Mesin Laminating untuk Cement/Woven Bag;

7. Menyatakan sah menurut hukum sita atas tanah milik Pemegang Saham/Pengurus (Komisaris) Termohon II : yang terdiri dari :
1. Sertifikat Hak Milik No...........
2. Sertifikat Hak Milik No............
3. Sertifikat Hak Milik No.............
4. Bilyet Deposito ……… sebesar Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah) atas nama ………….;

8. Menghukum Termohon I untuk membayar Pokok Pembiayaan beserta seluruh margin bagi hasil kepada Pemohon dengan segera / palinag lambat 14 (empat belas) hari sejak putusan Permohonan ini dibacakan, yang besarnya terdiri dari :
a. Jumlah pokok Pembiayaan Rp. 10.000.000.000,-
b. Margin Bagi Hasil Rp. 4.558.561.644,-
Jumlah Rp. 14.558.561.644,-
(empat belas milyar lima ratus lima puluh delapan juta lima ratus enam puluh satu ribu enam ratus empat puluh empat rupiah);

9. Menghukum Termohon I dan Termohon II untuk menyerahkan asset (kekayaan) berupa benda bergerak maupun tidak bergerak milik Termohon I dan Termohon II kepada Pemohon yang nilainya setara dengan jumlah kewajiban pembayaran Termohon I dan Termohon II kepada Pemohon;

10. Memberi ijin kepada Pemohon untuk menjual sendiri kepada yang berminat sebagian/seluruh asset (kekayaan) berupa benda bergerak maupun tidak bergerak milik Termohon I dan Termohon II yang diserahkan kepada Pemohon dengan harga yang dianggap wajar oleh Pemohon;

11. Menghukum Termohon I dan Termohon II untuk membayar biaya perkara ini termasuk juga biaya Kuasa Hukum Pemohon ;

12. Menyatakan putusan ini final, mengikat dan mempunyai kekuatan hukum tetap sejak dibacakan ;

SEKUNDER :

1. Menghukum Termohon I untuk menjadikan Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah ini sebagai Penempatan Dana Pemohon pada Termohon I dalam bentuk Deposito Mudharabah Mutlaqoh (On Balance) sebesar Pokok Pembiayaan beserta seluruh margin bagi hasil dengan segera / paling lambat 7 hari sejak putusan Permohonan ini dibacakan, yang besarnya terdiri dari :
a. Jumlah pokok Penempatan Dana Rp 10.000.000.000,-
b. Margin Bagi Hasil Rp 4.558.561.644,-
Jumlah keseluruhannya sebesar Rp. 14.558.561.644,-
(empat belas milyar lima ratus lima puluh delapan juta lima ratus enam puluh satu ribu enam ratus empat puluh empat rupiah);
dengan ketentuan jangka waktu penempatan Deposito maksimal 3 (tiga) tahun dan dengan nilai bagi hasil yang sama dengan nisbah yang berlaku pada counter Termohon I pada saat penempatan Deposito dilakukan pada Januari 2004 yaitu setara dengan 13,5% p.a;

2. Apabila Majelis Arbiter Badan Arbitrase Syariah Nasional berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.

Demikian Permohonan ini kami sampaikan semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk-Nya serta kekuatan kepada kita dalam upaya menegakkan keadilan dan kebenaran, aamiin. Atas perhatian dan kebijaksanaan Majelis Arbiter kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Hormat Kami,
Kuasa Hukum Pemohon

Ttd.

Aad Rusyad N. S.H., MKn. 

Ttd.

Hendrawan S., S.H. 

Ttd.

Mohamad Hoessein, S.H., M.H.

________________
Reference:

1. "PERMOHONAN ARBITRASE KE SEKRETARIAT BASYARNAS-MUI", basyarnas-mui.org., Diakses pada tanggal 5 April 2022, https://basyarnas-mui.org/arbitrase-2/

Senin, 04 April 2022

Contoh Gugatan Ekonomi Syariah

(iStock)

By:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "What Are The Competences of The Religious Courts To Adjudicates In Sharia Economic Cases?", anda juga dapat membaca artikel kami yang berjudul "The Role of Law in Sharia Economic Development" dan pada kesempatan yang berharga ini kami akan membahas mengenai 'Contoh Gugatan Ekonomi Syariah'. Contoh gugatan sebagaimana terlampir adalah merupakan dokumen pribadi penulis.[1]


Jakarta, 25 Oktober 2021

Nomor : XXX/GES-XX/MKA/X/21’
Lampiran : -1-
Perihal : Gugatan Ekonomi Syariah

Kepada Yth.:
Ketua Pengadilan Agama Bengkulu
D/a : Jl. Jend. Basuki Rahmat No: 11., Kota: Bengkulu,
Provinsi: Bengkulu. Telp: 0736-21225
Email : ti.pa.bengkulu@gmail.com


Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:

MK, S.H., M.H.
SC, S.H., M.H.
BX, S.H.

Advokat & Konsultan Hukum pada “MKA" Law Office, beralamat di: Jl. Lingkar Luar Barat, Nomor: ___, Kel.: ___, Kec.: ___, Kota: ____, Provinsi: _____ - 11740, E-mail: ____ , berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal ______ (terlampir), dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama:

Nama : RX Binti HM
Jenis Kelamin : ___
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. ___, Nomor: XX, Kelurahan: ___, Kecamatan: ___, Kota: ___, Provinsi: Bengkulu.

Selanjutnya disebut sebagai “Penggugat”.

Penggugat dengan ini mengajukan Gugatan Ekonomi Syariah atas akad pembiayaan Musyarakah Nomor: ___ tanggal ___ addendum-addendumnya, melawan:

Nama Perusahaan : PT. B___ Syariah ___, Tbk. Area Bengkulu
Alamat : Jalan Yang Lurus, Nomor: XV, Kelurahan: ___, Kecamatan: ___, Kota: ___, Provinsi: Bengkulu.

Selanjutnya disebut sebagai “Tergugat”.

Dan,

Nama Instansi : XX Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bengkulu Qq. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Wilayah Bengkulu Qq. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Qq. Pemerintah Republik Indonesia.
Alamat : Jl. Yang Benar, Nomor: YZ, Kelurahan: ___, Kecamatan: ___, Kota: ___, Provinsi: Bengkulu.

Selanjutnya disebut sebagai “Turut Tergugat”.

Adapun posita atau dalil-dalil gugatan Penggugat adalah sebagaimana terurai di bawah ini:

1. Bahwa, Pengugat merupakan pemilik sah Tanah dan Bangunan di jalan in aja, No: VV, Kelurahan: ___, Kecamatan: ___, Kota: ___, Provinsi: Bengkulu, berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor: XXX, dengan luas: ____ M2 (_____ meter persegi) dan Sertifikat Hak Milik Nomor: YYY, dengan luas: ____ M2 (_____ meter persegi). Selanjutnya disebut sebagai Objek Perkara;

2. Bahwa, sekitar tahun 20XX Penggugat memiliki usaha penjualan Hasil Bumi, dan untuk kepentingan mengembangkan serta mempertahankan usaha, Penggugat membutuhkan tambahan modal;

3. Bahwa, untuk kepentingan tersebut Penggugat mengajukan kredit kepada Tergugat (dahulu Bank XXX, Cabang Bengkulu);

4. Bahwa, sebagai jaminannya kemudian Penggugat mengagunkan 2 (dua) benda tidak bergerak berupa tanah, yaitu: (a). Tanah dan Bangunan di jalan in aja, No: VV, Kelurahan: ___, Kecamatan: ___, Kota: ___, Provinsi: Bengkulu, berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor: XXX, dengan luas: ____ M2 (_____ meter persegi) dan (b). Sertifikat Hak Milik Nomor: YYY, dengan luas: ____ M2 (_____ meter persegi), beralamat di jalan in aja, No: VV, Kelurahan: ___, Kecamatan: ___, Kota: ___, Provinsi: Bengkulu;

5. Bahwa, pada tanggal XX Mei 20DC terjadi perikatan antara Penggugat dengan Tergugat berdasarkan Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor: XX, di depan Notaris: XC, S.H., disetujui didalamnya Tergugat memberikan fasilitas pembiayaan kepada Penggugat senilai Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar Rupiah) dengan jangka waktu selama 12 (dua belas) bulan dan pembagian hasil usaha sebesar 98,06 % (sembilan puluh delapan koma nol enam persen) untuk nasabah (Penggugat) dan 1,94% (satu koma sembilan puluh empat persen) untuk Bank (Tergugat), dengan denda keterlambatan perhari adalah sebesar Rp. 16.705,- (Enam belas ribu tujuh ratus lima Rupiah);

6. Bahwa, setelah berjalan 1 (satu) tahun, fasilitas pinjaman sebagaimana dimaksud, dilakukan perubahan berdasarkan addendum Nomor: XX, dihadapan Notaris: XC, S.H. pada tanggal XX Mei 20XY. Adapun isi dari addendum tersebut adalah fasilitas pembiayaan dan jangka waktu penggunaan yang sebelumnya Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar Rupiah) dengan jangka waktu selama 12 (dua belas) bulan menjadi Rp. 3.750.000.000,- (tiga milyar tujuh ratus lima puluh juta Rupiah) dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan pembagian hasil usaha yang sebelumnya 98,06 % (sembilan puluh delapan koma nol enam persen) untuk nasabah (Penggugat) dan 1,94% (satu koma Sembilan empat persen) untuk Bank (Tergugat) menjadi 98,72% untuk nasabah (Penggugat) dan 1,28% untuk Bank (Tergugat) dan denda keterlambatan sebesar Rp. 14.335,- (empat belas ribu tiga ratus tiga puluh lima Rupiah) untuk setiap satu hari keterlambatan;

7. Bahwa, selanjutnya pada tahun 20XX antara Penggugat dan Tergugat kembali membuat addendum akad pembiayaan Musyarakah Nomor: YZ pada tanggal 2X Juni 20XX di hadapan Notaris: XC, S.H. dengan mengubah jangka waktu penggunaannya yang sebelumnya 12 (dua belas) bulan menjadi 11 (sebelas) bulan sampai 12 Mei 20XX dan Pembagian Hasil Usaha yang sebelumnya 98,72% (sembilan puluh delapan koma tujuh puluh dua persen) untuk nasabah (Penggugat) dan 1,28% (satu koma dua puluh delapan persen) untuk Bank (Tergugat) menjadi 98,86% (sembilan puluh delapan koma delapan puluh enam persen) untuk Nasabah (Penggugat) dan 1,14% (satu koma empat belas persen) untuk Bank (Tergugat) serta denda keterlambatan sebesar Rp. 14.335,- (empat belas ribu tiga ratus tiga puluh lima Rupiah)/ hari-nya;

8. Bahwa, selanjutnya dilakukanlah perubahan terakhir yakni pada tahun 20XX tepatnya tanggal XX September 20YZ berdasarkan addendum akad pembiayaan Musyarakah Nomor: XX dihadapan Notaris: XC, S.H. antara Pengugat dan Tergugat dengan mengubah jangka waktu menjadi 36 (tiga puluh enam) bulan sampai tanggal YZ Mei 20XX, dengan pembagian hasil usaha sebesar 98,88% (Sembilan puluh delapan koma delapan puluh delapan persen) untuk nasabah (Penggugat) dan 1,12 % (satu koma dua belas persen) untuk Bank (Tergugat). Namun Bank (Tergugat) menaikkan biaya keterlambatan menjadi Rp. 40.200,- (empat puluh ribu dua ratus Rupiah) untuk setiap keterlambatan per hari-nya;

9. Bahwa, dalam keberlangsungan pembayaran cicilan atas fasilitas pembiayaan dimaksud, mulai dari awal akad pembiayaan, Pengugat telah melakukan pembayaran cicilan sebagaimana mestinya, sesuai perjanjian sebelumnya;

10. Bahwa, oleh karena dalam menjalankan usaha penjualan hasil bumi Penggugat mengalami hambatan, dan usaha cucian mobil yang terdapat di atas objek perkara a quo juga semakin sepi, maka Pengguat mengalami kesulitan dalam membayar bagi hasil serta denda yang terus meningkat setiap harinya;

11. Bahwa, Penggugat telah berupaya datang secara langsung ke kantor Tergugat untuk meminta keringanan pembayaran serta opsi-opsi pembayaran yang lebih masuk akal dikarenakan keadaan ekonomi yang sedang sulit pada saat ini, namun Tergugat selalu memberikan opsi-opsi yang memberatkan, dan bagi Penggugat sangat sulit untuk diterima;

12. Bahwa, meskipun kemudian Tergugat mengkategorikan fasilitas pinjaman antara Penggugat dengan Tergugat sebagai gagal bayar (default), akan tetapi Penggugat dengan niat baik terus berusaha untuk mengajukan permohonan restrukturisasi. Selayaknya permohonan ini direspond dengan positif dikarenakan di masa pandemi ini Pemerintah melalui Kementerian Keuangan Cq. Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) meluncurkan program keringanan pembayaran utang melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 15/PMK.06/2021, hal mana program ini diperuntukan untuk debitur umum dengan hutang maksimal 5 Miliar Rupiah;  

13. Bahwa, atas agunan asset pinjaman kemudian dilakukan penilaian. Realisasi penilaian asset tersebut kemudian dilakukan penilaian/appraisal oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) SAR pada tanggal: XX Mei 20XX dan telah dikeluarkan hasil penilaiannya pada tanggal 27 Mei 20XX dengan indikasi Nilai Pasar sebesar Rp. 3.XCV.233.000,- (tiga milyar ......Rupiah) dan indikasi Nilai Likuidasi sebesar Rp. 2.CVC.339.000,- (dua milyar .......Rupiah);

14. Bahwa, Penggugat menolak hasil penilaian KJPP tersebut karena pada saat penilaian yang dilakukan tanggal XC Mei 20XX dan dikeluarkan hasil pada tanggal XX Mei 20XX, KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) SAR tidak melakukan penilaian secara menyeluruh dan objektif, oleh karena kondisi asset pada saat pengajuan pinjaman pada tahun 20XX adalah sebuah lahan kosong dengan 1 unit rumah, sedangkan kondisi asset saat ini telah jauh berubah dimana di atas objek tanah agunan tersebut tambahan bangunan, berupa bangunan toko, bengkel serta Rumah Makan Mevvah. Sehingga seharusnya Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi dari objek tersebut lebih tinggi dari hasil penilaian KJPP tersebut;

15. Bahwa kemudian atas agunan asset sebagaimana dimaksud dilakukan proses lelang oleh Turut Tergugat. Pada tanggal XX Oktober 20XX, Turut Tergugat mengirim surat ke Penggugat perihal pemberitahuan lelang ke dua yang akan dilaksanakan pada SS Oktober 20XX. Ironisnya, Penggugat merasa tidak pernah menerima pemberitahuan lelang yang pertama, yang sedianya tertanggal XX Oktober 20XX;

16. Bahwa, pada pengumuman lelang oleh Turut Tergugat identifikasi tanah dan bangunan dengan (a). Tanah dan Bangunan di jalan in aja, No: VV, Kelurahan: ___, Kecamatan: ___, Kota: ___, Provinsi: Bengkulu, berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor: XXX, dengan luas: ____ M2 (_____ meter persegi) dan (b). Sertifikat Hak Milik Nomor: YYY, dengan luas: ____ M2 (_____ meter persegi), beralamat di jalan in aja, No: VV, Kelurahan: ___, Kecamatan: ___, Kota: ___, Provinsi: Bengkulu; adalah seluas XXXX M2 (....... meter persegi) BUKAN .................. M2. 

17. Bahwa, faktanya Sertifikat Hak Milik Induk Nomor: .............. LT: .......... M2 (dua ribu meter persegi) telah dipecah dengan Hak Milik Nomor: ............. dengan luas: ........ M2, disesuaikan dalam SU No: ........../20XX tanggal: X0-0X-20XX an. HS berdasarkan warkah Nomor: XX Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Bengkulu;

18. Bahwa, dikarenakan tidak berkesesuaiannya antara data agunan dalam Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor: XX, tanggal XX Mei 20XX dengan pemberitahuan lelang ke dua yang akan dilaksanakan pada XX Oktober 20XX oleh Turut Tergugat, maka terdapat cacat hukum. Dan sebagai konsekuensinya, Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor: XX, tanggal XX Mei 20XX beserta addendum-addendumnya (tanggal: .....) tidak sah secara hukum, dikarenakan tidak memenuhi ketentuan syarat sahnya perjanjian;

19. Bahwa, kemudian Penggugat melalui Kuasa Hukumnya telah melakukan Somasi kepada Tergugat, yaitu:

- Somasi Pertama dan Terakhir, Nomor: XXX/S-RS/MKA/X/XX’, tanggal 2X Oktober 20XC.

Selain itu, Penggugat melalui Kuasa Hukumnya juga telah mengirimkan Permohonan Penundaan Lelang kepada Turut Tergugat:

- Permohonan Penundaan Lelang, Nomor: CCC/PPL-RS/MKA/X/XX’, tanggal XY Oktober 20XZ.

Namun atas kedua surat dimaksud kepada Tergugat dan Turut Tergugat, sampai dengan didaftarkan gugatan kasus a quo, Penggugat belum mendapat jawaban.

20. Penggugat mohon agar terkait dengan objek perkara a quo, dengan rincian sebagai berikut:
a). Sertifikat Hak Milik Nomor: XXX, dengan luas: ____ M2 (_____ meter persegi), jalan in aja, No: VV, Kelurahan: ___, Kecamatan: ___, Kota: ___, Provinsi: Bengkulu;
b). Sertifikat Hak Milik Nomor: YYY, dengan luas: ____ M2 (_____ meter persegi), beralamat di jalan in aja, No: VV, Kelurahan: ___, Kecamatan: ___, Kota: ___, Provinsi: Bengkulu;

Diletakkan sita jaminan.

21. Penggugat mohon agar Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada Penggugat sebesar Rp. 100.000,- (Seratus ribu Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan atas kelalaiannya dalam melaksanakan putusan perkara a quo;

22. Penggugat mohon agar Putusan ini dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (Uitvoerbaar bij Voorrad) berdasarkan ketentuan Pasal 180 H.I.R., meskipun ada upaya Verzet, Banding, Kasasi maupun upaya hukum lainnya;

23. Menghukum Tergugat dan Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada putusan perkara a quo;

24. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul;
 
Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, Penggugat mohon kepada Ketua Pengadilan Agama Bengkulu Cq. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara, untuk memutus dengan petitum sebagai berikut:

Primair:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perjanjian atas akad pembiayaan Musyarakah Nomor: XX tanggal XC Mei 20XX beserta addendum-addendumnya adalah batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya;
3. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (Conservatoir Beslaag) sebagaimana tersebut di atas;
4. Menyatakan putusan ini dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (Uitvoerbaar bij Voorrad) berdasarkan ketentuan Pasal 180 H.I.R., meskipun ada upaya Verzet, Banding, Kasasi maupun upaya hukum lainnya;
5. Menghukum agar Tergugat dan Turut Tergugat dihukum untuk tunduk dan patuh pada putusan ini;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini.

Subsidair:

Atau, apabila Ketua Pengadilan Agama Bengkulu Cq. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (Ex Aquo et Bono).

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Hormat kami,
Kuasa Hukum Penggugat


Ttd.

MK, S.H., M.H.


Ttd.

SC, S.H., M.H.


Ttd.

BX, S.H.

________________
Reference:

1. Dokumen pribadi penulis

Sabtu, 02 April 2022

What Are The Competences of The Religious Courts To Adjudicates In Sharia Economic Cases?

(iStock)

By:
Team of Hukumindo

Previously, the Hukumindo.com platform has talk about "Knowing Red Notice and its Request Procedure", "The Role of Law in Sharia Economic Development", you may read also "These 5 Types of Online Fraud You Should Avoid" and on this occasion we will discuss about 'What Are The Competences of The Religious Courts To Adjudicates In Sharia Economic Cases?'.

Legal Terms of Economic Sharia

Quoting the book Sharia Economics by Yoyok Prasetyo, the notion of Islamic economics is the same as Islamic economics, the only difference being that the perspective of each expert defines it. According to Yusuf Qardhawi, the notion of sharia economics is an economy based on God with the ultimate goal of God and utilizing means that cannot be separated from God's sharia.[1] 

According to Monzer Kahf, the notion of Islamic economics is part of interdisciplinary economics. This means that Islamic economics cannot stand alone and requires good and deep mastery of the supporting sciences. According to M.A Mannan, the notion of Islamic economics is a social science that studies people's economic problems inspired by Islamic values. In general, the notion of sharia economics is an economic system that applies the teachings of the Koran and hadith or Islamic law in its activities.[2] 

Legal Dispute Resolution

Disputes or legal disputes in business activities with Islamic Sharia nuances are no longer the competence of the General Courts Institution. The authority to examine and adjudicate the dispute is transferred to the Religious Courts.[3]

If the settlement must be through a civil lawsuit, the lawsuit is submitted to the Head of the Religious Court according to his relative competence. Through Law no. 3 of 2006 concerning Amendments to Law no. 7 of 1989 concerning the Religious Courts, Article 49 stipulates that the Religious Courts examine, decide, and resolve cases at the first level between people who are Muslims in the fields of:[2]
  • Marriage;
  • Inheritance;
  • Will;
  • Grant;
  • Waqf;
  • Zakat;
  • Infaq;
  • Sadaqah; and
  • Islamic economics.
The procedural law for examining sharia disputes in the Religious Courts is regulated in the Regulation of the Supreme Court of the Republic of Indonesia (Perma) No. 14 of 2016 concerning Procedures for Settlement of Sharia Economic Cases and Perma No. 2 of 2015 concerning Procedures for Settlement of Simple Lawsuits.[4]

Previously, the Procedural Law of the Religious Courts was regulated in Law no. 7 of 1989 concerning the Religious Courts, confirms that the Religious Courts have the duty and authority to examine, decide, and resolving cases at the first level between people who are Muslims is not included in the field of sharia economics.[5] Thus, the differences in Law No. 7 of 1989 with Law no. 3 of 2006, wherein Law no. 3 of 2006 included the dispute on Sharia Economics, Zakat and Infaq as the absolute competence of the Religious Courts. 

Examples of Sharia Economic Cases

The scope of Sharia Economic Cases is cases in the field of sharia economics covering sharia banks, sharia microfinance institutions, sharia insurance, sharia reinsurance, sharia mutual funds, sharia bonds, sharia futures securities, sharia securities, sharia financing, sharia pawnshops, sharia financial institution pension funds , sharia business, including waqf, zakat, infaq, and shadaqah which are commercial in nature, both contentious and volunteer.[6]

In the traffic of conventional business or economic activities, the legal relationship that occurs between business actors is stated in a deed of agreement. In sharia economics, the agreement is equated with akad, the term of akad here of course referred to the contract of sharia economic. According to Perma No. 14 of 2016 which is meant by a Sharia Economic Contract is a legal act carried out by two or more parties on a voluntary basis which gives rise to rights and obligations based on sharia principles.[7] As a practical example in daily economic activities, we can find financial institutions and banks that offer credit based on sharia principles. For example, if we apply for credit or want to borrow money at a bank and are presented with an agreement with the term akad, then the Islamic economic principles in the credit is apply.

And if you have a sharia-based credit that is in default condition and intends to be restructured, then contact us, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Ekonomi Syariah: Pengertian, Tujuan, dan Karakteristiknya", www.kompas.com., Penulis : Isna Rifka., Editor : Yoga Sukmana, Diakses pada tanggal 2 April 2022 https://money.kompas.com/read/2022/01/19/123200426/ekonomi-syariah--pengertian-tujuan-dan-karakteristiknya?page=all.
2. Ibid.
3. "Gugatan Ekonomi Syariah Menjadi Kewenangan Pengadilan Agama", litigasi.co.id., Diakses pada tanggal 2 April 2022, https://litigasi.co.id/posts/gugatan-ekonomi-syariah-menjadi-kewenangan-pengadilan-agama
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.

Jumat, 01 April 2022

Knowing Red Notice and its Request Procedure

(iStock)

By:
Team of Hukumindo

Previously, the Hukumindo.com platform has talk about "These 5 Types of Online Fraud You Should Avoid", "How to Open a Police Report in Indonesia?" you may read also "How To Report Online Scammer Or Fraud To The Police In Indonesia" and on this occasion we will discuss about 'Knowing Red Notice and its Request Procedure'. There are times when criminals are outside the jurisdiction of the country where we make a Police Report. This is where the importance of the red notice lies. let's find out a little about this.

What is Red Notice?

Quoting from the Interpol page, a red notice is a request to find and temporarily detain someone who is considered involved in a criminal case. However, the person's status has been determined as a suspect and is included in the wanted list (DPO/Daftar Pencarian Orang). Red notices are important because a person's movement is limited when traveling abroad. In addition, countries requesting the issuance of red notices can share information with other Interpol member countries.[1]

A red notice is issued to a person who is named a suspect in a criminal case. The Interpol website states that those who are included in the red notice list must be considered innocent (because it is still a legal suspicion) until a court decision is made.[2]

How  Red Notice Issued?

To issue a red notice, the Police from an Interpol member country will first send a search request and arrest a suspect. The Police from the requesting country must show a valid arrest warrant as the basis for the request to Interpol. Then, the Interpol Secretariat General responded by issuing a notification to all Interpol member countries regarding the request. Police agencies from all Interpol member countries will receive a notification.[3]

It is known that there are 190 member countries that join Interpol. One of them is Indonesia through the Indonesian National Police (INP) since 1952. It should be underlined, individuals who are included in the red notice category are not orders from Interpol itself but from the country concerned. Interpol only provides information to all member countries that the person is wanted by a country based on a detention warrant. Thus, Interpol did not issue an arrest warrant.[4]

How To Request Red Notice To Interpol?

Red notice is issued by Interpol after a request from the country concerned. The Head of Public Relations of the Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono said that issuing a red notice for a person must coordinate with the Interpol National Central Bureau (NCB) for Indonesia. After someone is determined as a suspect, continued Argo, an arrest warrant will be issued. If the person does not respond to the letter, the next step is to assign that person to the DPO. If the suspect is abroad, the police will cooperate with Interpol to issue a red notice.[5]

"After the new DPO, we will issue a red notice. We will see what the requirements are, then we will coordinate with Interpol," said Argo, Monday (29/5/2017). After Interpol has received a red notice from the country concerned, Interpol will inform other member countries. So that the movement of suspects abroad will be limited and make it easier for arrests.[6] And if you have difficulties with this topic, contact us, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Mengenal Red Notice dan Prosedur Permintaannya", news.detik.com, diakses pada tanggal 1 April 2022, https://news.detik.com/berita/d-3514988/mengenal-red-notice-dan-prosedur-permintaannya.
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.

Selasa, 29 Maret 2022

These 5 Types of Online Fraud You Should Avoid

 
(iStock)

By:
Team of Hukumindo

Previously, the Hukumindo.com platform has talk about "The Mystery of the 7-Year Death of Akseyna, University of Indonesia Student", you may read also "Phryne Case: Free From The Death Penalty By Asking For Forgiveness" or "How To Report Online Scammer Or Fraud To The Police In Indonesia", or "Contoh Jawaban Gugatan Perdata" and on this occasion we will discuss about 'These 5 Types of Online Fraud You Should Avoid'. This article fully taken from www.detik.com, titled: "5 Modus Penipuan Online Ini Kerap Terjadi, Pernah Mengalami?" as stated in the reference.

The development of the digital world not only provides many conveniences, but also provides opportunities for criminal acts such as fraud. One of them is rampant, for example online fraud in financial transactions. For this reason, the public needs to increase vigilance by understanding the types of online fraud in order to avoid this crime. Quoted from the official FBI website, here are the various modes of online fraud and how to avoid them.[1]

Phishing

One practice that is often found is phishing. This practice is a technique used to trick the victim by providing a link or email that looks like a real one to get the victim's personal information.[2]

Because the given link or email address looks very similar, people are often trapped to click on the link. After that, the perpetrators can freely take personal data of their victims. The personal data that can be obtained by these perpetrators are in the form of email or application passwords, credit card numbers, to ATM PINs.[3]

Money Mule

The practice of Money Mule can be defined as the act of transferring illegally obtained money on behalf of another person. The money is generally obtained from crimes such as from fraud to the sale of prohibited goods.[4]

In practice, people who transfer money to other bank accounts will get a commission. This is done in order to launder the money obtained illegally which is difficult to track down by the police.[5]

Spoofing

Similar to phishing, this practice uses a link, website address, or email address that is similar to the intended party. The difference is, this practice disguises the site by distinguishing one letter or character in the address so that it looks very similar.[6]

Victims of spoofing generally do not feel that the intended party is actually a fake. Thus, the perpetrators of spoofing can freely interact with their victims as if they were the intended party.[7]

Sniffing

In short, sniffing is a crime in the form of wiretapping. The perpetrators usually take advantage of public network access. From the data traffic on the public network, the perpetrators can capture the data of their victims using special tools.[8]

Social Engineering

Social Engineering is a manipulation technique that utilizes the victim's human error to obtain personal information in the form of access or other important matters. The perpetrators usually observe the behavior and take advantage of the negligence of the victim.[9]

Simply put, the perpetrators take advantage of the victim's lack of knowledge when accessing the internet. The main purpose of the perpetrators, apart from taking personal information, is also to sabotage important data owned by the victim.[10] And if you are one of the many victims of online scams in Indonesia, contact us, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "5 Modus Penipuan Online Ini Kerap Terjadi, Pernah Mengalami?", www.detik.com., Muhammad Yoga Prastyo, Diakses pada tanggal 27 Maret 2022, https://inet.detik.com/security/d-6000093/5-modus-penipuan-online-ini-kerap-terjadi-pernah-mengalami.
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.

Massachusetts Court Jurisprudence: Wedding Ring Must Be Returned If Marriage is Void

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " A Young Woman From England, Falls In Lo...