Selasa, 19 April 2022

Contoh Pledoi Kasus Narkoba

(iStock)

By:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Legal Basis for Criminalizing Online Gambling", "How to Open a Police Report in Indonesia?", "Contoh Surat Dakwaan", "Contoh Nota Keberatan (Eksepsi) Perkara Pidana", "Contoh Surat Eksepsi Pidana Kasus Narkoba", "Contoh Surat Tuntutan" dan pada kesempatan yang berharga ini kami akan membahas mengenai 'Contoh Pledoi Kasus Narkoba'. 

Menurut situs www.kamushukum.web.id., yang dimaksud dengan pledoi adalah: a). Secara umum berarti pembelaan; b). Setelah jaksa penuntut umum selesai membacakan surat tuntutannya maka giliran diberikan hak kepada terdakwa dan atau penasehat hukumnya untuk mengajukan pembelaan (pledoi) (pasal 182 KUHAP); c). Pembelaan (pledoi) bertujuan untuk memperoleh putusan hakim yang membebaskan terdakwa dari segala dakwaan atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum ataupun setidak-tidaknya hukumana pidana seringan-ringannya.[1] Berikut adalah Contoh Pledoi Kasus Narkoba, dari Law Office "AYC" & Partners, sebagaimana dikutip dari situs www.academia.edu.:[2]


P L E D O I / NOTA PEMBELAAN
Perkara Nomor : 1778/Pid.Sus/2014/PN.JKT.Barat


I. PENDAHULUAN

Majelis Hakim Yth.
Sdr. Jaksa Penuntut Umum Yth.
Hadirin Sidang Yang Kami Muliakan

Assalamualaikum Wr. Wb. dan Salam Sejahtera

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt. Karena atas berkat rahmat dan karunianyalah sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk menghadiri jalannya persidangan pada hari ini. Dan pada kesempatan ini izinkanlah kami menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Majelis hakim yang mengadili perkara ini, yang dengan penuh kearifannya memimpin jalannya persidangan ini guna memperoleh kebenaran materil dalam mengungkap perkara ini, hingga sampailah kita pada tahap pembelaan.

Tak lupa juga kami menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Sdr. JPU yang telah melaksanakan tugasnya sebagai abdi Negara, yang telah dengan segala upaya telah membantu menemukan kebenaran yang ditinjau dari sudut kepentingannya sebagai penuntut umum yaitu dari pandangan yang subyektif dari sisi yang objektif terhadap perkara yang kita hadapi sekarang ini. Berbeda dengan kami Pembela atau penasihat hokum yang mempunyai pandangan yang objektif dari posisi yang subjektif, namun hendaknya pembelaan yang kami ajukan ini dinilai semata mata sebagai peninjauan perkara yang sedang kita hadapi sebagai persoalan hukum, khususnya hukum acara pidana dilihat dari sudut pembelaan.

Berdasarkan penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor : 1778/Pen.Pid.Sus/2014/PN.JKT.BRT.tanggal 03 November 2014, telah diperhadapkan terdakwa dengan identitas sebagai berikut :

N a m a :  JHONI NGADIANTO alias JHONI
Tempat lahir :  Pematang Siantar
Umur/Tanggal Lahir :  47 Tahun / 02 Juli 1967
Jenis Kelamin :  Laki – Laki.
Kebangsaan :  Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. H.O.S. Cokroaminoto No.8 RT/RW.05/04 Gondangdia Jakarta Pusat
A  g  a  m  a :  BUDHA
P e k e r j a a n :  Wiraswasta
P e n d i d i k a n :  S-1

Terdakwa tersebut diperhadapkan kedepan persidangan karena didakwa dengan dakwaan Primair melanggar pasal 114 ayat (1) Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009, Subsidair Pasal 112 ayat (1) Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009. 

MAJELIS HAKIM YANG KAMI HORMATI,

Setelah membaca surat tuntutan JPU dengan teliti dan seksama, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah kami menyatakan tidak sependapat dengan  tuntutan JPU, dan untuk itu kami akan menguraikan ketidak sependapatan kami tersebut dalam pembelaan ini dengan didasarkan pada fakta fakta yang terungkap dalam persidangan, dan pada bahagian pertama kami mulai dengan menguraikan Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan sebagai berikut :

II. FAKTA-FAKTA DALAM PERSIDANGAN

II.1. KETERANGAN SAKSI SAKSI

A. Saksi SUMANTRI, dibawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut: 
Saksi adalah anggota Polri yang bertugas di Satuan reserse narkotika Polres Jakarta Barat, yang melakukan penangkapan terhadap terdakwa.
Bahwa peristiwa penangkapan terdakwa terjadi pada hari minggu tanggal 20 Juli 2014, pada pukul 22.30 WIB, di tempat kost terdakwa yang terletak di jalan Jambu BB.33 Perumahan Pondok Jagung Kelurahan Pondok Jagung, Kecamatan Serpong Tangerang.
Penangkapan Terdakwa merupakan pengembangan dari Penangkapan saksi DERRI AFRIAN alias Adik yang menjual Narkotika Jenis Shabu-shabu kepada terdakwa.
Bahwa benar pada saat melakukan Penggrebekan ditempat kost terdakwa, terdakwa kedapatan memiliki 1 (satu) paket shabu-shabu dengan berat brutto 0,6 ( nol koma enam ) gram, yang disimpan dalam laci lemari pakaian.
Bahwa pada saat di introgasi oleh saksi terdakwa mengakui bahwa Narkotika jenis shabu-shabu tersebut untuk dikonsumsi sendiri.
Bahwa selain barang bukti Narkotika jenis shabu-shabu, pada saat penggrebekan juga ditemukan diatas meja sebuah BONG yang terbuat dari botol air mineral, Pipet Plastik, dan Canglong dari kaca, namun barang bukti yang merupakan alat untuk menggunakan shabu-shabu tersebut tidak disita oleh saksi.
Bahwa alasan saksi mengapa tidak menyita bong, pipet, dan canglong kaca tersebut adalah “ bahwa saya adalah Polisi Narkotika, barang bukti dalam perkara narkotika adalah Narkotikanya, jadi saya tidak memperdulikan barang bukti yang lain “
Pada saat Penggerebegkan dan Penangkapan Terdakwa ada orang lain juga yang berada di TKP yaitu teman dari terdakwa, namun dilepaskan karena tidak terbukti memiliki dan menggunakan narkotika, dan juga orang tersebut tidak dijadikan saksi dalam perkara ini.

B. Saksi JHON GUN SINAGA, dibawah sumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
Saksi adalah anggota Polri yang bertugas di Satuan reserse narkotika Polres Jakarta Barat, yang melakukan penangkapan terhadap terdakwa.
Bahwa peristiwa penangkapan terdakwa terjadi pada hari minggu tanggal 20 Juli 2014, pada pukul 22.30 WIB, di tempat kost terdakwa yang terletak di jalan Jambu BB.33 Perumahan Pondok Jagung Kelurahan Pondok Jagung, Kecamatan Serpong Tangerang.
Penangkapan Terdakwa merupakan pengembangan dari Penangkapan saksi DERRI AFRIAN yang menjual Narkotika Jenis Shabu-shabu kepada terdakwa.
Saksi tidak membenarkan keterangannya dalam BAP yang berbunyi saksi DERRI AFRIAN alias “ADIK“, dan menerangkan didepan persidangan bahwa saksi DERRI AFRIAN berbeda dengan “ADIK“ 
Bahwa benar pada saat melakukan Penggrebekan ditempat kost terdakwa, terdakwa kedapatan memiliki 1 (satu) paket shabu-shabu dengan berat brutto 0,6 ( nol koma enam ) gram, yang disimpan dalam laci lemari pakaian.
Bahwa pada saat di introgasi oleh saksi terdakwa mengakui bahwa Narkotika jenis shabu-shabu tersebut untuk dikonsumsi sendiri.
Bahwa selain barang bukti Narkotika jenis shabu-shabu, pada saat penggrebekan juga ditemukan diatas meja sebuah BONG yang terbuat dari botol Air Mineral, Pipet Plastik, dan Canglong dari kaca, namun barang bukti yang merupakan alat untuk menggunakan shabu-shabu tersebut tidak disita oleh saksi.
Pada saat Penggerebegkan dan Penangkapan Terdakwa ada orang lain juga yang berada di TKP yaitu teman dari terdakwa, namun dilepaskan karena tidak terbukti memiliki dan menggunakan narkotika, dan juga orang tersebut tidak dijadikan saksi dalam perkara ini.

C. Saksi DERRI AFRIAN alias EL bin SUTONO, dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
Bahwa saksi tidak kenal dan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan terdakwa.
Bahwa saksi ditangkap oleh Anggota Kepolisian pada tanggal karena kedapatan memiliki dan membawa narkotika jenis shabu-shabu dengan berat brutto 4 gram, dan pil exstacy warna biru abu-abu sebanyak 5 butir.
Terdakwa tidak kenal dan tidak pernah menjual Narkotika jenis shabu-shabu kepada Terdakwa
Saksi baru bertemu dengan terdakwa di Kantor polisi
Saksi tidak tahu waktu penangkapan Terdakwa
Saksi menerangkan ketika saksi ditangkap dibawa ke Hotel oleh anggota Polisi dengan mata tertutup.
Saksi di introgasi dengan dipukuli oleh anggota kepolisian.
Bahwa saksi menerangkan bahwa dirinya bukanlah “Adik” sebagaimana yang dikatakan oleh saksi SUMANTRI, dan Dakwaan JPU.
Saksi menerangkan bahwa benar dirinya pernah bertanda-tangan dalam BAP, namun dirinya tidak pernah membaca atau pun dibacakan BAPnya.
   
II.2 KETERANGAN TERDAKWA

Bahwa benar terdakwa pada hari minggu tanggal 20 Juli 2014, sekitar pukul 22.30 WIB bertempat di tempat kostnya di jalan Jambu BB 33 Perumahan Pondok Jagung Kelurahan Pondok Jagung, Kecamatan Serpong Tangerang telah ditangkap oleh anggota kepolisian satuan reserse Narkotika Polres Jakarta Barat.
Bahwa benar pada waktu Penggrebegkan tersebut terdakwa kedapatan memiliki 1 (satu) paket narkotika jenis shabu-shabu dengan berat brutto 0,6 gram yang disimpan didalam lemari pakaian.
Bahwa 1 (satu) paket shabu-shabu tersebut terdakwa dapatkan dari saudara “ADIK”, dan merupakan sisa dari shabu-shabu yang terdakwa pakai bersama saudara “ADIK” di Hotel SION HOLIDAY yang terletak di daerah Serpong BSD Tangerang, sehari sebelumnya yakni pada pada tanggal 19 Juli 2014.
Bahwa selain barang bukti Narkotika jenis shabu-shabu, pada saat penggrebekan juga ditemukan diatas meja sebuah BONG yang terbuat dari botol Air Mineral, Pipet Plastik, dan Canglong dari kaca, namun barang bukti yang merupakan alat untuk menggunakan shabu-shabu tersebut tidak disita oleh saksi SUMANTRI DAN JHON GUN SINAGA ( Anggota Sat Narkoba Polres Jakarta Barat ) 
Terdakwa menerangkan bahwa ia adalah pemakai aktif narkotika jenis shabu-shabu sejak 6 (enam) bulan lalu.
Terdakwa menerangkan bahwa ia menggunakan narkotika jenis shabu-shabu tersebut untuk meningkatkan stamina dan daya tahannya dalam bekerja, karena setiap selesai menggunakan shabu-shabu ia tahan begadang dan lebih dapat berkonsentrasi dalam bekerja.
Pada saat Penggerebegkan dan Penangkapan Terdakwa ada orang lain juga yang berada di TKP yaitu teman dari terdakwa, namun dilepaskan karena tidak terbukti memiliki dan menggunakan narkotika, dan juga orang tersebut tidak dijadikan saksi dalam perkara ini.


III. TANGGAPAN TERHADAP KETERANGAN SAKSI-SAKSI

Bahwa dari keterangan ketiga saksi-saksi yang diperhadapkan dipersidangan kami Penasehat hukum terdakwa menanggapinya sebagai berikut :

1. Bahwa dari keterangan saksi SUMANTRI dan saksi JHON GUN SINAGA dapat disimpulkan kalau benar Terdakwa telah terbukti memiliki Narkotika Jenis shabu-shabu untuk digunakan sendiri.
2. Bahwa terbukti dalam penggrebekan atau penangkapan Terdakwa selain barang bukti shabu-shabu di TKP, terdapat barang bukti lain yakni : Bong yang terbuat dari botol air mineral, Pipet Plastik, dan Pipa Cangklong yang terbuat dari kaca, namun menurut kami, anggota polisi dari sat Narkoba in.casu saksi SUMANTRI dan Saksi JHON GUN SINAGA dan Penyidik, sengaja tidak menjadikan Bong, Pipet, dan Canglong tersebut menjadi barang bukti agar terdakwa dapat di jerat dengan pasal 114 ayat (1) dan pasal 112 ayat (2) UURI No. 35 Tahun 2009.
3. Bahwa ada kecurangan penyidik dalam perkara ini dengan tidak menjadikan saksi teman terdakwa yang pada saat penggrebegkan sama-sama berada dikamar kost terdakwa dan orang-orang lain yang menyaksikan dan ada pada saat penggrebegkan, menurut kami hal ini dilakukan oleh penyidik untuk menghilangkan saksi-saksi yang mengetahui bahwa pada saat penggrebegkan selain barang bukti narkotika juga terdapat barang bukti lain yaitu berupa bong, pipet dang cangklong kaca yang menunjukkan bahwa terdakwa ini adalah Pengguna narkotika jenis shabu-shabu.
4. Bahwa anggota polres Jakarta barat telah melampaui kewenangannya melakukan penangkapan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tangerang, oleh karenanya BAP tersebut di rekayasa sedemikian rupa dibuat seolah-olah bahwa penangkapan terdakwa tersebut bermula dari penangkapan saksi DERRI AFRIAN alias EL bin SUTOMO, yang kemudian atas pengakuan DERRI AFRIAN yang pernah menjual shabu-shabu kepada Terdakwa dan atas petunjuk dari saksi DERRI AFRIAN kemudian saksi SUMANTRI dan saksi JHON GUN SINAGA melakukan penangkapan ditempat kost terdakwa di jalan jambu BB 33 perumahan Pondok Jagung Kelurahan Pondok Jagung Kecamatan Serpong Tangerang, padahal hal tersebut sama sekali tidak benar, berdasarkan keterangan dari saksi DERRI AFRIAN yang menerangkan sebagai berikut :
a) Saksi sama sekali tidak kenal dengan Terdakwa dan baru bertemu dengan terdakwa di kantor Polisi Polres Jakarta Barat
b) Saksi tidak pernah menjual shabu-shabu kepada terdakwa
c) Pada saat saksi ditangkap saksi dibawa dengan mata tertutup dan dipukuli oleh Polisi.
d) Saksi tidak tahu pada saat terdakwa ditangkap
e) Saksi pada saat menanda-tanganin BAP tidak diberi kesempatan untuk membaca BAP nya dan tidak juga dibacakan BAPnya.
Dari keterangan Saksi tersebut bagaimana mungkin Penangkapan Terdakwa ditempat kostnya adalah merupakan pengembangan dan petunjuk dari DERRI AFRIAN, Penyidik sengaja membuat rekayasa hukum sehingga seolah-olah ada keterkaitan perkara antara perkara saksi DERRI AFRIAN dengan perkara Terdakwa agar terdakwa dapat diperiksa dan dapat disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
5. Bahwa tidak menjadikan saksi teman terdakwa yang pada saat penggrebegkan sama-sama berada dikamar kost terdakwa dan orang-orang lain yang menyaksikan dan ada pada saat penggrebegkan adalah rekayasa penyidik untuk memenuhi terpenuhinya unsur pasal 84 ayat (2) KUHAP yaitu agar kelihatan bahwa saksi-saksinya sebagian besar tinggal di Jakarta dan dapat disidik dan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, padahal seharusnya perkara ini disidik dan disidangkan di Tangerang. 
6. Bahwa Keterangan saksi SUMANTRI dan saksi JHON GUN SINAGA yang menyatakan bahwa penangkapan Terdakwa itu bermula dari pengembangan Penangkapan saksi DERRI alias EL adalah tidak benar, karena saksi DERRI alias EL didepan persidangan menyangkali hal tersebut, jelas dalam keterangannya saksi DERRI menyatakan bahwa ia tidak mengenal dan tidak pernah bertemu dengan terdakwa, apalagi menjual shabu-shabu kepada Terdakwa.
7. Bahwa didalam Surat Tuntutan JPU, pada bagian keterangan Saksi-saksi khususnya keterangan saksi SUMANTRI pada baris ke 8 dan Keterangan Saksi JHON GUN SINAGA pada baris ke 8 yang berbunyi “ bahwa benar berdasarkan keterangan Terdakwa adalah merupakan kurir ( tukang antar ) Narkotika dari saudara PAPA alias FENLY dan terdakwa mendapatkan upah sebesar Rp. 500.000,- ( lima ratus ribu rupiah ) dari saudara PAPA alias FENLY setiap kali antar Narkotika dan rencana barang bukti Narkotika yang dibawa oleh terdakwa akan diantarkan kepada seorang laki-laki yang bernama BUDI (DPO)”, bahwa menanggapi hal tersebut, kami Penasehat Hukum Terdakwa menyatakan keberatan karena didepan persidangan Saksi SUMANTRI dan saksi JHON GUN SINAGA tidak pernah membuat kesaksian seperti itu, demikian pula di dalam BAP saksi SUMANTRI dan saksi JHON GUN SINAGA tidak ada keterangan yang berbunyi seperti itu.

IV. ANALISA YURIDIS DAN PENDAPAT HUKUM

VI.1. TERHADAP PEMBUKTIAN DAKWAAN PRIMAIR

Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, perkenankanlah kami menyampaikan analisa yuridis yang juga merupakan pembelaan kami terhadap diri terdakwa sebagai berikut :

Kami sependapat dengan analisa yuridis rekan JPU terhadap dakwaan Primair yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
Unsur setiap orang
Unsur tanpa hak dan melawan hukum
Unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I

Bahwa terhadap Pembuktian dakwaan primair tersebut rekan JPU telah menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal dalam dakwaan primair, dan oleh karenanya JPU telah menuntut agar terdakwa dibebaskan dari dakwaan primair.

Bahwa terhadap pembuktian Unsur-unsur dalam dakwaan Primair tersebut kami menyatakan sangat setuju dan sependapat dengan Kesimpulan dan keputusan rekan JPU tersebut, dan oleh karenanya kami juga tidak akan melakukan analisa hukum terhadap dakwaan primair ini, dan untuk selanjutnya kami akan melakukan analisa hukum serta menyampaikan Pendapat Hukum kami atas dakwaan subsidair yang dibuktikan oleh rekan JPU.

VI.2. TERHADAP PEMBUKTIAN DAKWAAN SUBSIDAIR

Bahwa dakwaan Subsidair dari perkara ini adalah Tanpa Hak dan Melawan Hukum Memiliki, Menyimpan, Menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I yang diatur dan diancam pidana melangar pasal 112 ayat (1) Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang unsur- unsurnya adalah sebagai berikut :

Unsur Setiap Orang
Unsur Tanpa Hak dan Melawan Hukum
Unsur Memiliki, Menyimpan, Menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I

Bahwa terhadap dakwaan Subsidar ini rekan JPU telah melakukan Analisa yuridis terhadap unsur-unsur pasal yang didakwakan, dan berpendapat bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang didakwakan dalam dakwaan subsidair ini, dan mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO Alias JHONI tidak terbukti dalam dakwaan Primair Penuntut Umum.
2. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHONI terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I Bukan Tanaman, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 112 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika dalam surat dakwaan subsidair.
3. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON dengan pidana penjara selama 6 ( enam ) tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp.800.000.000,- ( delapan ratus juta rupiah ) subsidair 6 (enam) bulan Penjara.
4. Menyatakan barang bukti berupa :
1 (satu) paket Narkotika jenis shabu dengan berat brutto 0,6 gram, setelah pemeriksaan laboratorium dengan berat netto 0,1909 gram, sisa barang bukti setelah pemeriksaan labkrim dengan berat netto 1,1644 gram dirampas untuk dimusnahkan.
5. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp.2000,- ( dua ribu rupiah )

MAJELIS HAKIM YANG KAMI HORMATI

Terhadap Pendapat rekan JPU yang menyatakan bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsidair, kami Penasehat Hukum Terdakwa menyatakan TIDAK SEPENDAPAT, untuk itu, kami akan melakukan Analisa yuridis apakah benar unsur-unsur pasal yang didakwakan dalam dakwaan subsidair tersebut terpenuhi atau tidak kami uraikan sebagai berikut :

a. Terhadap Unsur Setiap orang

Bahwa terhadap unsur ini kami berpendapat bahwa yang dimaksud unsur setiap orang disini adalah sama dengan kata Barang siapa yang di gunakan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, pengertian unsur siapa saja adalah setiap orang dalam pengertian sebagai subjek hukum yang sanggup mempertanggung-jawabkan segala bentuk  perbuatannya didepan hukum, dalam perkara ini Terdakwa adalah orang yang sudah cukup umur, dan sehat akalnya untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya didepan hukum, oleh karenanya kami sependapat dengan rekan JPU yang menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur Siapa saja dalam dakwaan primair ini.

b. Terhadap Unsur tanpa hak atau melawan hukum

Pengertian unsur ini adalah bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang itu tidak mendapatkan izin dari pihak yang berwenang atau perbuatan yang dilakukan seseorang tersebut dilarang oleh hukum yang berlaku, berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, pada hari minggu tanggal 20 Juli 2014 sekitar pukul 22.30 WIB, saat dilakukan penggrebegkan tempat kost terdakwa di jalan jambu BB 33 perumahan Pondok Jagung Kelurahan Pondok Jagung Kecamatan Serpong Tangerang, Terdakwa kedapatan memiliki dan menyimpan 1 (satu) paket shabu-shabu dengan berat brutto 0,6 gram yang setelah dilakukan pemeriksaan di Pusat laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Polri dengan nomor LAB : 2149/NNF/2014 tanggal 11 Agustus 2014 yang menyatakan bahwa 1 (satu) bungkus plastic klip yang berisikan kristal warna putih dengan berat netto 0,1909 gram adalah benar mengandung Heronia yang terdaftar dalam golongan I nomor urut 19 lampiran Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, yang disimpan dalam lemari pakaian yang setelah diintrogasi terdakwa mengaku bahwa shabu-shabu itu miliknya yang dibeli dari dari seorang laki-laki di hotel SION HOLIDAY Serpong BSD Tangerang seharga Rp.500.000,- ( lima ratus ribu rupiah ), dan atas kepemilikan Narkotika tersebut terdakwa tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang, dan kepemilikan Narkotika golongan I nomor urut 19  tersebut dilarang oleh undang-undang nomor 35 Tahun 2009, dengan demikian kami sependapat dengan rekan JPU bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur Tanpa Hak atau Melawan Hukum terbukti secara sah dan meyakinkan.

c. Terhadap Unsur memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, ditemukan fakta bahwa  pada hari minggu tanggal 20 Juli 2014 sekitar pukul 22.30 WIB, saat dilakukan penggrebegan tempat kost terdakwa di jalan jambu BB 33 perumahan Pondok Jagung Kelurahan Pondok Jagung Kecamatan Serpong Tangerang, Terdakwa kedapatan memiliki dan menyimpan 1 (satu) paket shabu-shabu dengan berat brutto 0,6 gram yang setelah dilakukan pemeriksaan di Pusat laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Polri dengan nomor LAB : 2149/NNF/2014 tanggal 11 Agustus 2014 yang menyatakan bahwa 1 (satu) bungkus plastic klip yang berisikan kristal warna putih dengan berat netto 0,1909 gram adalah benar mengandung Heronia yang terdaftar dalam golongan I nomor urut 19 lampiran Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, yang disimpan dalam lemari pakaian yang setelah diintrogasi terdakwa mengaku bahwa shabu-shabu itu miliknya yang dibeli dari dari seorang laki-laki di hotel SION HOLIDAY Serpong BSD Tangerang seharga Rp.500.000,- ( lima ratus ribu rupiah ), dan atas kepemilikan Narkotika tersebut terdakwa tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang, dan kepemilikan Narkotika golongan I nomor urut 19 tersebut dilarang oleh undang-undang nomor 35 Tahun 2009, dengan demikian kami juga sependapat dengan rekan JPU bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur Memiliki, Menyimpan, Menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I.

------------------------------N A M U N-----------------------------

Menurut pendapat kami, walaupun perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pasal dalam dakwaan Subsidair ini, Kami berpendapat bahwa terdakwa tidak dapat dihukum dengan pasal ini, alasannya adalah berdasarkan Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, baik melalui keterangan saksi-saksi dan terdakwa, maka ditemukan fakta-fakta hukum sebagai berikut :

1) Berdasarkan keterangan SAKSI SUMANTRI dan saksi JHON GUN SINAGA serta Pengakuan Terdakwa ditemukan fakta bahwa benar pada hari minggu tanggal 20 Juli 2014, pada pukul 22.30 WIB, di tempat kost terdakwa yang terletak di jalan Jambu BB.33 Perumahan Pondok Jagung Kelurahan Pondok Jagung, Kecamatan Serpong Tangerang, Terdakwa kedapatan memiliki dan menyimpan 1 (satu) paket shabu-shabu dengan berat brutto 0,6 gram yang setelah dilakukan pemeriksaan di Pusat laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Polri dengan nomor LAB : 2149/NNF/2014 tanggal 11 Agustus 2014 yang menyatakan bahwa 1 (satu) bungkus plastic klip yang berisikan kristal warna putih dengan berat netto 0,1909 gram adalah benar mengandung Heronia yang terdaftar dalam golongan I nomor urut 19 lampiran Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, yang disimpan dalam lemari pakaian yang setelah diintrogasi terdakwa mengaku bahwa shabu-shabu itu miliknya yang dibeli dari dari seorang laki-laki di hotel SION HOLIDAY Serpong BSD Tangerang seharga Rp.500.000,- ( lima ratus ribu rupiah ), dan atas kepemilikan Narkotika tersebut terdakwa tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang, dan kepemilikan Narkotika golongan I nomor urut 19  tersebut dilarang oleh undang-undang nomor 35 Tahun 2009.

2) Berdasarkan keterangan SAKSI SUMANTRI dan saksi JHON GUN SINAGA serta Pengakuan Terdakwa didepan persidangan terungkap fakta bahwa selain barang bukti Narkotika jenis shabu-shabu, pada saat penggrebekan juga ditemukan diatas meja sebuah BONG yang terbuat dari botol air mineral, Pipet Plastik, dan Cangklong dari kaca, namun barang bukti yang merupakan alat untuk menggunakan shabu-shabu tersebut tidak disita oleh saksi.

3) Berdasarkan keterangan SAKSI SUMANTRI dan saksi JHON GUN SINAGA pada saat mengintrogasi terdakwa pada saat penangkapan, bahwa terdakwa mengakui bahwa Narkotika jenis Shabu-Shabu yang ditemukan di tempat kostnya adalah miliknya yang merupakan sisa dari pemakaian sehari sebelumnya di hotel SION HOLIDAY dan pada saat terdakwa ditangkap terdakwa sedang persiapan untuk menggunakan shabu-shabu tersebut namun belum sempat menggunakannya terdakwa telah ditangkap oleh Saksi SUMANTRI dan Saksi JHON GUN SINAGA.

Dari Fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Terdakwa telah terbukti sebagai Penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri, yang seharusnya didakwa dengan pasal 127 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 dan bukan dituntut dengan pasal 112 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009, secara logika penyalaguna narkotika golongan I sebagaimana ketentuan pasal 127 UU no 35 tahun 2009, juga memenuhi unsur pasal 111 atau 112 UU no 35 tahun 2009, perbuatan Terdakwa sebelum atau pada saat menghisap shabu-shabu dapat diartikan telah menguasai shabu-shabu tersebut, karena tidaklah mungkin Terdakwa dapat menghisap shabu-shabu tersebut tanpa menguasai shabu-shabu tersebut terlebih dahulu, Arti menguasai dalam unsur ini harus diartikan secara luas termasuk pada saat ia menghisap, oleh karenanya Mahkamah Agung dalam putusan perkara Nomor : 1386/K/Pid.Sus/2011 memberikan pertimbangan hukum yang berbunyi sebagai berikut “ bahwa kepemilikan atau penguasaan atas suatu narkotika dan sejenisnya harus dilihat maksud dan tujuannya atau kontekstualnya dan bukan hanya tekstualnya dengan menghubungkan kalimat dalam Undang-Undang tersebut.

Terdakwa memang telah terbukti memiliki dan menguasai Narkotika jenis Shabu-shabu, namun yang perlu pahami disini adalah untuk apa kepemilikan narkotika tersebut, apa niat terdakwa memiliki Narkotika tersebut. Seperti yang kita ketahui seluruh ketentuan pidana yang ada dalam Undang-undang Narkotika No.35 Tahun 2009, semuanya memuat unsur Memiliki, Menyimpan, Menguasai, atau menyediakan Narkotika, untuk menyalahgunakan narkotika sudah pasti orang tersebut akan memiliki, atau menguasai narkotika, bahkan jika ada sisa pemakaiannya pasti disimpan yang bisa digunakan di kemudian hari. Perbuatan para pengguna atau percandu yang menguasai atau memiliki narkotika untuk tujuan dikonsumsi atau dipakai sendiri, tidak akan terlepas dari jeratan Pasal 112 tersebut, sehingga Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1071/K/Pid.Sus/2012  menyatakan dalam pertimbangannya yang berbunyi “ bahwa ketentuan pasal 112 adalah merupakan ketentuan keranjang sampah atau pasal karet. Perbuatan para pengguna atau percandu yang menguasai atau memiliki narkotika untuk tujuan dikonsumsi atau dipakai sendiri tidak akan terlepas dari jeratan Pasal 112 tersebut, padahal pemikiran semacam ini adalah keliru dalam menerapkan hukum, sebab tidak mempertimbangkan keadaan atau hal-hal yang mendasari Terdakwa menguasai atau memiliki barang tersebut sesuai dengan niat atau maksud Terdakwa” 

MAJELIS HAKIM YANG KAMI HORMATI

Bahwa maksud dan tujuan dikeluarkannya Undang-undang nomor 35 tahun 2009 adalah selain untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara, juga bertujuan untuk untuk melindungi penyalahguna atau pecandu atau korban dari narkotika tersebut dari penyalahgunaan kewenangan Aparat Penegak Hukum. 

Salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang tersebut adalah dengan menjerat pengguna narkoba dengan ketentuan yang jauh lebih berat, yaitu pasal 111 atau pasal 112 UU. No. 35 Tahun 2009 yang diancam dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun, maksimal 12 tahun, dan denda minimal Rp 800 juta, maksimal Rp 8 milyar, Padahal untuk pengguna ( penyalahguna ) narkotika, harusnya di ancam dengan pasal 127 UU no 35 tahun 2009 dimana golongan I ancaman maksimumnya hanya 4 tahun. 

Oleh karenanya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang tersebut UU. No. 35 Tahun 2009 telah melakukan Penggolongan Pelaku Tindak Pidana Narkotika sebagai berikut :

a. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika, atau prekusor Narkotika, sebagaimana diatur dalam pasal 111,112,117,122, dan pasal 129
b. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika sebagaimana diatur dalam pasal 113,118,123,dan 129.
c. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual-beli,menukar atau menyerahkan atau menerima Narkotika sebagaimana diatur dalam pasal 114,119,124, dan pasal 129.
d. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentrasito Narkotika, sebagaimana diatur dalam pasal 115,120,125, dan pasal 129.
e. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika kepada orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain, sebagaimana diatur dalam pasal 116,121, dan pasal 126.
f. Perbuatan penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri, sebagaimana diatur dalam pasal 127, yaitu orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum ( pasal 1 angka 15) sedangkan Pecandu Narkotika, sebagaimana diatur dalam pasal 128 dan pasal 134, yaitu orang yang menggunakan atau menyalah gunakan Narkotika dan dalamkeadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis ( pasal 1 angka  13 )
g. Percobaan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan prekusor Narkotika dalam pasal 111, 112, 113, 114, 115,116,117,118,119,120,121,122,123,124,125,126, dan pasal 129, sebagaimana diatur dalam pasal 132.

Bahwa Penggolongan pelaku tindak pidana narkotika tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tiap kedudukan dan perbuatan pelaku tindak pidana narkotika memiliki sanksi yang berbeda, karena alangkah tidak adilnya seorang korban atau penyalahguna narkotika untuk diri sendiri in.casu terdakwa harus dihukum sama beratnya dengan seorang pengedar narkotika.  

Jadi berdasarkan Penggolongan pelaku tindak pidana Narkotika tersebut, penegak hukum dalam hal ini Penyidik dan Penuntut umum, seharusnya dalam penanganan sebuah kasus narkotika tidak semata-mata hanya melihat bahwa setiap penyalahguna yang kedapatan membawa atau memiliki narkotika tersebut harus dikenakan pasal 112, namun sebagai seorang penegak hukum harus bersikap secara jujur dan adil, menggali fakta yang sebenarnya, apa tujuan seorang penyalahguna yang kedapatan memiliki, menguasai dan membawa narkotika tersebut, apakah untuk diperdagangkan ataukah untuk digunakan bagi dirinya sendiri, sebagai acuan untuk menentukan apakah seseorang tersebut adalah penyalahguna bagi diri sendiri atau bukan, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan surat edaran Nomor 4 Tahun 2010 tertanggal 7 April 2010 yang dapat dijadikan dasar untuk penerapan ketentuan pidana yang tepat tentang tujuan seseorang yang sedang menguasai, memiliki, menerima atau membeli narkotika.

MAJELIS HAKIM YANG KAMI HORMATI.

Dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, yang diperoleh dari keterangan Saksi-Saksi dan terdakwa, kami melihat banyak ketidak-jujuran Anggota Kepolisian yang melakukan penangkapan dan penyidik dalam proses penyidikannya, adapun kecurangan-kecurangan yang dapat kami utarakan adalah sebagai berikut :

1. Pada saat penangkapan terjadi, di TKP ada barang bukti lain selain shabu-shabu yaitu adanya Bong dari botol air mineral, Pipet plastik, dan Canglong yang terbuat dari kaca, namun barang-barang bukti tersebut tidak disita dan dijadikan barang-bukti dalam perkara ini.
2.Bahwa pada saat ditangkap, terdakwa dilakukan tes urine dan hasil tes tersebut urine terdakwa terbukti mengadung Narkotika, namun hasil test urine tersebut tidak dilampirkan dan dijadikan barang bukti dalam perkara ini.
3. Penyidik mengabaikan Hak-hak Tersangka untuk dilakukan Assesment di Tim Assesment Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan bersama yang dibuat oleh :

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/PB/MA/III/2014
MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 03 TAHUN 2014
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 11 TAHUN 2014
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 03 TAHUN 2014
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-005/A/JA/03/2014
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2014
KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL RI NOMOR : PERBER/01/III/2014/BNN

Berdasarkan peraturan bersama tersebut seharusnya Terdakwa pada saat ditangkap segera dilakukan Assesment di Tim Assassment terpadu, dan mendapatkan Rehabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat, dan bukannya di Proses Pidana dan harus dituntut 6 tahun.

Bahwa kecurangan-kecurangan yang dilakukan Penyidik dalam perkara ini menurut kami sengaja dilakukan untuk menghindari diterapkannya pasal 127 UU Narkotika terhadap Terdakwa, padahal banyak perkara Narkotika yang serupa dituntut dengan pasal 127 ayat (1), sebagai rujukan hukum kami mengutip sebuah putusan Mahkamah Agung yang hampir sama dengan apa yang dialami Terdakwa yakni Putusan Mahkamah Agung nomor : 1386 K/Pid.Sus/2011 tanggal 03 Agustus 2011 yang amar putusannya Menolak Kasasi dari JPU dan menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 119/Pid /2011 /PT. Smg. tanggal 28 April 2011 membebaskan Terdakwa SIDIQ YUDHI ARDIANTO, SE. alias DIDIK dalam dakwaan primair melanggar pasal 112 ayat (1) UU No.35 Tahun 2009, dan menghukum terdakwa dengan dakwaan Subsidair melanggar pasal 127 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009. Adapun pertimbangan Majelis Hakim dari putusan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jumlah jenis narkotika yang di temukan pada diri Terdakwa hanya seberat 0.2 gram yang dibeli Terdakwa dari seseorang bernama Ganjar Raharjo ;
2. Terdakwa membeli narkotika bukan untuk diperdagangkan atau diperjualbeikan melainkan untuk digunakan;
3. Terdakwa yang bermaksud untuk menggunakan atau memakai narkotika tersebut, tentu saja menguasai atau memiliki narkotika tersebut, tetapi kepemilikan dan penguasaan narkotika tersebut semata-mata untuk digunakan. Sehubungan dengan hal tersebut maka harus dipertimbangkan bahwa kepemilikan atau penguasaan atas suatu narkotika dan sejenisnya harus dilihat maksud dan tujuannya atau kontekstualnya dan bukan hanya tekstualnya dengan menghubungkan kalimat dalam Undang-Undang tersebut ;
4. Dalam proses hukum penyidikan, polisi sering kali menghindari untuk dilakukan pemeriksaan urine Terdakwa, sebab ada ketidakjujuran dalam penegakan hukum untuk menghindari penerapan ketentuan tentang penyalahgunaan narkotika, meskipun sesungguhnya Terdakwa melanggar pasal 127 ayat (1) Undang-Undang No.35 tahun 2009 ;
5. Oleh karena itu, kepemilikan atau penguasaan narkotika seberat 0.2 untuk tujuan digunakan Terdakwa, tidaklah tepat terhadapnya diterapkan Pasal 112 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009, akan tetapi ketentuan yang lebih tepat sebagaimana dalam putusan a quo.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dalam Putusan Mahkamah Agung diatas dan dibandingkan dengan perkara ini, kami berpendapat bahwa dakwaan rekan JPU yang mendakwa dan menuntut Terdakwa dengan pasal 112 ayat (1) UU 35 Tahun 2009 adalah tidak tepat, karena berdasarkan Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, terdakwa terbukti sebagai Penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri yang seharusnya terdakwa didakwa dan dituntut dengan pasal 127 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009.

Bahwa oleh karena yang terpenuhi adalah Unsur-unsur pasal 127 ayat (1)  UU No. 35 Tahun 2009, maka dengan demikian unsur-unsur pasal yang didakwakan dalam dakwaan Subsidair menjadi tidak terpenuhi, dan oleh karena dakwaan subsidair tidak terbukti maka Terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan Subsidair ini.

MAJELIS HAKIM YANG KAMI HORMATI

Persoalannya sekarang, apakah Terdakwa dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana yang tidak didakwakan oleh Rekan Jaksa Penuntut Umum ? 

Seperti yang kita ketahui bersama definisi Surat Dakwaan adalah “ Surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi Hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan “, dari definisi tersebut maka dapat di tarik kesimpulan bahwa Fungsi dan Hakekat Surat Dakwaan adalah sebagai berikut:

BAGI PENUNTUT UMUM
Sebagai dasar melakukan penuntutan
Sebagai dasar pembahasan yuridis dalam requisitoir
Sebagai dasar melakukan upaya hukum

BAGI TERDAKWA / PENASEHAT HUKUM (PH)
Sebagai dasar melakukan pembelaan dalam pledoi
Sebagai dasar mengajukan bukti meringankan
Sebagai dasar mengajukan upaya hukum

BAGI HAKIM
Sebagai dasar melakukan pemeriksaan di sidang pengadilan
Sebagai dasar mengambil / menjatuhkan pidana

Oleh karena surat dakwaan merupakan landasan atau dasar pemeriksaan di persidangan maka Jaksa Penuntut Umum dalam membuat surat dakwaan harus benar-benar cermat, jelas, dan lengkap sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang Undang dalam Pasal 143 Ayat (2) huruf b KUHAP. 

Surat dakwaan yang dibuat secara cermat, jelas, dan lengkap akan memudahkan Hakim dalam mengarahkan jalannya persidangan, selain itu juga memberi manfaat yang besar bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan terhadap tuduhan yang di dakwakan kepadanya, karena terdakwa hanya dapat melakukan pembelaan terhadap hal-hal yang didakwakan saja, demikian pula bagi Hakim yang mengadili, karena menurut hukum hakim tidak boleh memutus sebuah kasus pidana diluar apa yang didakwakan kepada terdakwa, karena bilamana hakim menghukum terdakwa diluar apa yang di dakwakan kepadanya akan melanggar hak-hak hukum terdakwa sehingga akan sangat merugikan terdakwa, sebab terdakwa tidak dapat melakukan pembelaan terhadap hal-hal yang tidak didakwakan terhadapnya karena pembelaan yang dilakukan oleh terdakwa hanya terbatas dari apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.
 
Berdasarkan hal-hal yang kami uraikan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Surat dakwaan adalah landasan suatu perkara pidana.
2. Terdakwa hanya dapat diadili berdasarkan apa yang didakwakan kepadanya.
3. Hakim tidak dapat memutus diluar apa yang didakwakan jaksa dalam surat dakwaan.

MAJELIS HAKIM YANG KAMI HORMATI

Sehubungan dengan teori hukum tersebut diatas, izinkanlah kami mengutip beberapa contoh putusan-putusan Mahkamah Agung yang telah membebaskan terdakwa karena tidak mendakwakan pasal 127 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 sebagai berikut :

1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2089 K/Pid.Sus/2011 Atas nama terdakwa Widya Wati, yang amar putusannya Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor: 177/Pid.Sus/2011/PT.PTK.,tanggal 16 September 2011., yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor : 151/Pid.B/2011/PN.KTP., tanggal 23 Agustus 2011; dengan pertimbangan hukumnya sebagai berikut : Bahwa terlepas dari alasan-alasan kasasi tersebut, Judex Facti telah salah menerapkan hukum, oleh karena telah menyatakan Terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa didasarkan pada ketentuan pidana Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 yang tidak didakwakan oleh Jaksa/Penuntut Umum, lagi pula fakta di persidangan membuktikan bahwa Terdakwa hanya menghisap shabu-shabu, dengan demikian Terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan Primair dan Subsidair, dan harus dibebaskan dari segala dakwaan Jaksa/Penuntut Umum.

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1540 K/Pid.Sus/2011 atas nama terdakwa Jonaidi ( Terdakwa I )  dan Mulyadi ( Terdakwa II ), yang amar putusannya menolak kasasi Jaksa Penuntut Umum, dan menguatkan putusan pengadilan Tinggi Padang nomor 62/PID/2010/PT.PADANG yang pertimbangannya berbunyi sebagai berikut : 

 Bahwa alasan kasasi Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa II tidak dapat dibenarkan, sebab putusan Judex Facti terhadap Terdakwa II, bukan bebas tidak murni melainkan bebas murni sebab Terdakwa dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana melanggar Pasal 114 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009. Menurut Judex Facti Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana namun tidak didakwakan;

 Bahwa berhubung karena unsur tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dinyatakan tidak terbukti maka pembebasan terhadap Terdakwa merupakan pembebasan murni, dengan demikian Jaksa Penuntut Umum tidak dapat mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung”

 “Menimbang, bahwa dengan demikian dihubungkan dengan surat dakwaan, maka yang harus dipandang terbukti secara sah di persidangan adalah dakwaan primair terhadap Terdakwa I, yaitu “Secara melawan hukum menjual narkotika golongan I” sedang terhadap Terdakawa II hanya terbukti sebagai “pemakai” (Penyalah Guna), dan karena dalam surat dakwaan tidak ada dakwaan melanggar Pasal 127 ayat (1) (“Penyalah Guna” Narkotika) dan hanya dakwaan melanggar Pasal 114 ayat (1) (dakwaan primair), Pasal 116 ayat (1) (dakwaan subsidair), dan Pasal 112 ayat (1) (dakwaan lebih subsidair), maka Terdakwa II harus dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakuakan tindak pidana yang di dakwakan dalam dakwaan primeir, subsidair dan lebih subsidair. Dan oleh karenanya Terdakwa harus di bebaskan dari segala dakwaan (“Vrijspraak”).

V. KESIMPULAN

Berdasarkan teori hukum tentang dakwaan dan Putusan-Putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, jika dibandingkan dengan perkara ini, maka kami berkesimpulan, bahwa walaupun terdakwa sebagai penyalahguna Narkotika terbukti memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Subsidair, namun karena dalam persidangan ini terdakwa dapat membuktikan bahwa kepemilikan narkotika golongan I tersebut untuk digunakan bagi dirinya sendiri, maka terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan subsidair pasal 112 ayat (1) UU No. 35 tahun 2009 tersebut, dan oleh karena kecerobohan Jaksa Penuntut Umum yang tidak mendakwakan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 dalam dakwaannya, maka Terdakwa tidak dapat dijatuhi hukuman berdasarkan pasal 127 ayat (1) UU No. 35 tahun 2009, oleh karenanya terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan (Vrijspraak).

Berdasarkan dalil-dalil yang telah kami sampaikan diatas, dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang dan peraturan-peraturan hukum yang bersangkutan, kami Penasehat hukum terdakwa memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar berkenan memutuskan dalam amar putusan sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan primair “tanpa hak dan melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I ” sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 114 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009;---

2. Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan subsidair “tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman “ sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 112 ayat (1) UU. No. 35 Tahun 2009 ;--------------------

3.Membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan ;--------------------------

4. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya ;--------------

5. Menetapkan barang bukti, berupa :

1 ( satu ) Narkotika jenis Shabu-shabu dengan berat brutto 0,6 gram yang setelah di ambil 0,1909 gram untuk pemeriksaan laboratorium, sisa barang bukti setelah pemeriksaan Laboratorium sebererat netto 0,1644, dirampas untuk dimusnahkan oleh Negara;--

6. Membebankan biaya perkara kepada Negara ;---------------------------

Demikian Pledoi/Nota Pembelaan ini kami bacakan dan diserahkan dalam sidang hari ini Rabu tanggal 07 Januari 2015, atas perhatian dan perkenan Majelis Hakim terhadap Pembelaan ini, kami mengucapkan terima kasih.

Hormat Kami
PENASEHAT HUKUM 


Ttd.

ANANG YULIARDI CHAIDIR, S.H. 


Ttd.

BRODUS, S.H.


Sebagai catatan dari kami, jika melihat isi dari beragam Pledoi kasus pidana yang bisa kita baca di jagat maya internet, tidak terkecuali kasus-kasus narboba, maka ada beragam isi dari Pledoi dimaksud. Berikut macam-macamnya:

1. Pada contoh di atas, Pledoi bermaksud untuk menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana atau dengan kata lain bermaksud membebaskan dari segala dakwaan (Vrijspraak);
2. Terdakwa penyalahguna narkoba, Hidayat Ohorella, meminta keringanan hukuman dari majelis hakim atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntutnya tujuh tahun penjara, dengan alasan Terdakwa belum pernah dihukum, Terdakwa mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulanginya.[3] Pada pledoi di sini, Terdakwa meminta keringanan hukuman.
3. Pada kasus pelawak tenar Nunung, Terdakwa meminta untuk direhabilitasi. "Memohon kepada majelis hakim agar para terdakwa yaitu Tri Retno Prayudati dan July Jan Sambiran untuk menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial selama enam bulan, dikurangi masa rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang telah dijalani," ujar salah satu kuasa hukum, Wijayono Hadi Sukrisno saat membaca pleidoi pada Rabu, 20 November 2019.[4]
4. Atau pada kasus ini (sebagaimana dikutip), hal mana kuasa hukum meminta majelis hakim untuk memvonis kliennya dengan menggunakan pasal yang berbeda. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon mengabulkan semua nota Pledoi penasehat hukum terdakwa Pascalino Denilson Clifor (19), Alfred Tutupary. Denilson merupakan terdakwa yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Tutupary dalam nota Pledoi-nya, meminta majelis hakim agar vonis terhadap kliennya tidak menggunakan pasal 111 ayat 1 UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, sebagaimanan ancaman Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Ambon. Namun harus menggunakan pasal 127 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Atas Pledoi tersebut, majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan terdakwa Denilson terbukti bersalah, melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika sebagaimana diatur dalam pasal 127 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Sehingga dia jatuhi hukuman satu tahun penjara.[5]

________________
References:

1. "Pledoi", kamushukum.web.id., Diakses pada tanggal 13 April 2022, https://kamushukum.web.id/arti-kata/pledoi/
2. "Contoh Pledoi Perkara Narkoba", www.academia.edu., Diakses pada tanggal 13 April 2022, https://www.academia.edu/15130043/contoh_pledoi_perkara_narkoba
3. "Pakai Sabu Pemuda Ini Minta Keringanan Hukuman", siwalimanews.com., Diakses pada tanggal 13 April 2022, https://siwalimanews.com/pakai-sabu-pemuda-ini-minta-keringanan-hukuman/
4. "Pledoi, Nunung Minta Dihukum 6 Bulan Jalani Rehabilitasi Narkoba", metro.tempo.co., Reporter: M Yusuf Manurung, Editor: Martha Warta Silaban, Diakses pada tanggal 13 April 2022, https://metro.tempo.co/read/1274640/pledoi-nunung-minta-dihukum-6-bulan-jalani-rehabilitasi-narkoba/full&view=ok
5. "Hakim Kabulkan Pledoi Terdakwa Narkoba", beritakotaambon.com., Diakses pada tanggal 13 April 2022, https://beritakotaambon.com/hakim-kabulkan-pledoi-terdakwa-narkoba/

Senin, 18 April 2022

Legal Basis for Criminalizing Online Gambling

(iStock)

By:
Team of Hukumindo


Cases of illegal trading robots which turned out to be, after an investigation, were strongly indicated as online gambling, still adorn the news of law enforcement in the country. Applications such as Binomo and Quotex have been investigated by the Criminal Investigation Unit of the National Police Headquarters. Recently, it turns out that new cases have emerged with the calculation of customer losses that are no less fantastic. Newest are the cases of trading apps FahrenheitDNA Pro and Millionere Prime.

Term on Gambling

According to the online version of the Big Indonesian Dictionary, what is meant by gambling is: "Permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan (seperti main dadu, kartu): --itu pangkal kejahatan;-- buntut perjudian liar (dengan cara menebak nomor akhir dari undian resmi);[1]

According to The Law Dictionary 'Betting' is: "Betting; wagering. Results in either a gain or total loss of wager, the money or asset put up. Neither risk-taking nor investing, nor like insurance. Risk taking or speculation takes on substantial short-term risk to potentially get high gain. Investing uses property or assets to potentially increase in worth, securing long-term capital gains. Insurance can prevent financial loss but has no way to gain".[2] 

Legal Basis for Criminalizing Online Gambling 

Gambling in conventional forms and gambling in online form is prohibited in Indonesia. The following are the legal basis and criminal threats:[3]

A. Article 303 Paragraph (1) of the Criminal Code explains as follows:

Threatened with a maximum imprisonment of ten years or a maximum fine of twenty five million rupiah, whoever without obtaining permission:

1. Intentionally offering or providing an opportunity for gambling games and making it a quest, or knowingly participating in a company for that purpose;
2. Intentionally offering or giving an opportunity to the general public to play gambling or deliberately participating in a company for that, regardless of whether to take advantage of the opportunity there are certain conditions or the fulfillment of certain procedures;
3. Make participating in gambling games a quest.

B. Article 27 Paragraph (2) of Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions ("UU ITE") which reads:

"Everyone intentionally and without rights distributes, transmits, and/or makes accessible Electronic Information or Documents containing gambling content".

C. Article 45 Paragraph (2) Law of the Republic of Indonesia Number: 19 of 2016 concerning Amendments of Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions ("UU ITE") which reads: 

"Any person who intentionally and without rights distributes and/or transmits and/or makes accessible Electronic Information and/or Electronic Documents containing gambling content as referred to in Article 27 paragraph (2) shall be punished with imprisonment for a maximum of 6 (six) years. and/or a maximum fine of Rp. 1,000,000,000.00 (one billion rupiah)".

We can read that the threat of punishment for conventional gambling as regulated in the Criminal Code is maximum imprisonment of ten years or a maximum fine of twenty five million rupiah. While the threat of imprisonment and fines for online gambling is a maximum of 6 (six) years, and/or a maximum fine of Rp. 1,000,000,000.00 (one billion rupiah). And if you have any legal issue with this topic, contact us then, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Judi", kbbi.web.id., Diakses pada tanggal 9 April 2022, https://kbbi.web.id/judi
2. "What is GAMBLING", thelawdictionary.org., Diakses pada tanggal 9 April 2022, https://thelawdictionary.org/gambling/
3. "Pemidanaan Judi Online, Bagaimana Aturannya?", retizen.republika.co.id., Oleh: Faizul Kirom, Diakses pada tanggal 9 April 2022, https://retizen.republika.co.id/posts/22293/pemidanaan-judi-online-bagaimana-aturannya#:~:text=Hukuman%20Pelaku%20Judi%20Online,)%20No.19%20Tahun%202016.

Kamis, 14 April 2022

Legal Sanctions for Companies That Are Late or Don't Pay Religious Holiday Allowances

(iStock)

By:
Team of Hukumindo

Previously, the Hukumindo.com platform has talk about "Canada Legalizes Medical Suicide for Severe Mental Illness", "I Have a Contract Whose Goods Have Not Been Delivered, How Do I Sue Under Indonesian Law?", you may read also "What Language Must Be Used In The Agreement In Indonesia?" and on this occasion we will discuss about 'Legal Sanctions for Companies That Are Late or Don't Pay Religious Holiday Allowances'.

Legal Term & Governing Law

Religious Holiday Allowance or commonly called 'THR' is a worker's income right that must be paid by employers to workers ahead of Religious Holidays in the form of money. Religious holidays here are Eid al-Fitr for Muslim workers, Christmas Day for Catholic and Protestant Christians, Nyepi Day for Hindu workers, Vesak Day for Buddhist workers, and Chinese New Year. for Confucian workers.[1]

The statutory regulation that regulates is the Minister of Manpower and Transmigration Regulation Number 6 of 2016 concerning Religious Holiday Allowances for Workers/Workers in Companies (Permenaker 6/2016) where this regulation replaces the Regulation of the Minister of Manpower and Transmigration Number PER.04/MEN /1994. There are also new regulations, Government Regulation Number 36 of 2021 concerning Wages (PP 36/2021) and SE Minister of Manpower Number M/6/HK.04/IV/2021 concerning the Implementation of Providing Religious THR in 2021 for Workers/Labourers in Companies.[2]

THR Payment Obligations by the Company

The Minister of Manpower (Menaker) Ida Fauizyah reminded employers of the fines and sanctions imposed if they did not fulfill the obligation to pay religious holiday allowances (THR) to their employees. "I emphasize that the Religious THR must be paid no later than seven days before the religious holiday of the worker or laborer in question," he said at a virtual press conference of the Ministry of Manpower (Kemnaker) monitored from Jakarta on Monday (12/4/2021).[3] The provisions regarding THR in 2022 have not changed much.

For companies affected by Covid-19 and unable to provide THR 2021 according to the specified time, the circular requires employers to have a dialogue with workers to reach an agreement that is carried out in a family manner and in good faith and based on internal financial reports. The results of the dialogue must be reported to the Local Manpower Office (Disnaker) by giving THR no later than the day before the religious holiday.[4]

Legal Sanctions

Companies that fail to pay the holiday allowance (THR) will receive fines and sanctions from the Ministry of Manpower. Entrepreneurs who are late in paying religious THR to workers/labor will be subject to a fine of 5% of the total THR that must be paid since the expiration of the deadline for the entrepreneur's obligation to pay. The imposition of the fine does not eliminate the obligation of the entrepreneur to continue to pay religious THR to workers/labor.[5]

Entrepreneurs who do not pay religious THR to workers/laborers within the stipulated time, no later than 7 days before the religious holiday, are subject to administrative sanctions. The imposition of administrative sanctions does not eliminate the entrepreneur's obligation to fines for late payment of religious THR as regulated in the legislation. "Entrepreneurs who do not pay religious THR are subject to administrative sanctions in the form of written warnings, restrictions on business activities, temporary suspension of part or all of production equipment and freezing of business activities," explained Minister of Manpower Ida.[6] And if you have any legal issue with this topic, contact us then, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Tanya Jawab Seputar Tunjangan Hari Raya (THR)", gajimu.com., Diakses pada tanggal 9 April 2022, https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/pengupahan/tunjangan/thr
2. Ibid.
3. "Ini Sanksi untuk Perusahaan yang Telat dan Tidak Bayar THR", kabar24.bisnis.com., diakses pada tanggal 9 April 2022, https://kabar24.bisnis.com/read/20210412/79/1379799/ini-sanksi-untuk-perusahaan-yang-telat-dan-tidak-bayar-thr.
4. Ibid.
5. "Telat bayar THR, ini denda dan sanksi yang bakal diterima perusahaan", kontan.co.id., Diakses pada tanggal 9 April 2022, https://nasional.kontan.co.id/news/telat-bayar-thr-ini-denda-dan-sanksi-yang-bakal-diterima-perusahaan
6. Ibid.

Rabu, 13 April 2022

Canada Legalizes Medical Suicide for Severe Mental Illness

(iStock)

By:
Team of Hukumindo

Previously, the Hukumindo.com platform has talk about "Are Online Agreements Legally-Valid?", "What Are The Competences of The Religious Courts To Adjudicates In Sharia Economic Cases?", "Antigone Case: Law Versus Morality", you may read also "Trial of Socrates" and on this occasion we will discuss about 'Canada Legalizes Medical Suicide for Severe Mental Illness'. This article is fully quoted from www.detik.com sites titled: 'Kanada Legalkan Bunuh Diri Secara Medis untuk Penyakit Mental Parah', as stated in the reference.  

Next year, Canada will be one of the few countries in the world to allow patients with severe and incurable mental illness to seek medical help when dying. Medically assisted suicide, often called medical aid in dying (MAID) or 'euthanasia' to end the suffering of terminally ill adults, was first legalized in Canada in June 2016.[1]

In March 2021, the law was further amended to allow for assisted death for patients who have a deplorable and irreversible medical condition, but not on the basis of mental illness, long-term disability, or incurable condition. The new regulations, which take effect in March 2023, will allow MAID for people whose underlying condition is major depression, bipolar disorder, personality disorders, schizophrenia, PTSD (post-traumatic stress disorder), or other mental health conditions deemed irreversible with any treatment.[2]

To qualify, as quoted from IFL Science, Friday (8/4/2022) people with mental conditions who will take MAID must be 18 years or older, "mentally competent," give informed consent, and show their decisions are not the result of pressure. or outside influence. However, opinions among experts on this sensitive issue are mixed and it remains unclear how certain aspects of the amended law will be governed.[3]

A recent study published by the Canadian Medical Association Journal looked at MAID for people with unresolved psychiatric conditions in the Netherlands, where the procedure has been regulated by law since 2002. This report details how difficult it is to determine whether a mental health condition is truly incurable and incurable. Unlike progressive or degenerative physical health conditions, most mental disorders have no prognostic predictability, which means that it is very difficult, even some experts argue, to predict how the condition will develop or respond to treatment.[4]

The report also notes that about 90% of MAID requests for people with mental illness are rejected by psychiatrists in the Netherlands. Speaking about Canada's recent decision, Dr. Sisco van Veen, one of the Dutch psychiatrists of the study, said there would be a lot of uncertainty in the legal application of MAID.[5]

"In psychiatry, really all you have is the patient's story, and what you see with your eyes and what you hear and what their families say," he said. "I think there will be a lot of uncertainty about how to implement this in March 2023. My hope is that psychiatrists will move very carefully, very carefully," he concluded.[6] And if you have any legal issue, contact us then, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Kanada Legalkan Bunuh Diri Secara Medis untuk Penyakit Mental Parah", detik.com., Diakses pada tanggal 9 April 2022, https://inet.detik.com/science/d-6023769/kanada-legalkan-bunuh-diri-secara-medis-untuk-penyakit-mental-parah.
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.

Selasa, 12 April 2022

Are Online Agreements Legally-Valid?

(iStock)

By:
Team of Hukumindo


Legal Term  

In the digital era of industry 4.0 as it is today, many people are starting to use technology and the internet to support their business. This rapid technological development has also succeeded in creating a new information infrastructure that makes all work more efficient with the help of technology. You can see from the number of new startups, ranging from transportation startups, food delivery service providers, to now there are startups that offer online contract making services. The term online contract is used by: Edmon Makarim which means the same as an electronic contract, namely a legal bond or relationship that is carried out electronically that combines a network of computer-based information systems with systems.[1]

Validity Question

Legality and validity arising from transactions between business actors are important in the implementation of electronic transactions. This is because electronic transactions can be carried out without having to meet in person but only using long-distance communication through available electronic systems. But what is the status of the validity of the sale and purchase agreement made via the internet (online) or electronic transactions (e-commerce).[2]

According to the author, the validity of this online contract is questionable because with the presence of massive information technology as it is today, face-to-face contact is no longer a necessity. In other words, this situation contradicts the previous situation which presupposes that every agreement is made face-to-face. But is such an agreement legally valid? We'll look at it below. 

Are Online Agreements Legally Valid?

The validity of a contract/agreement must be measured by the fulfillment of the conditions previously agreed upon by the parties (expression of will). Based on the legal terms of the agreement described in Article 1320 of the Civil Code, an agreement can be said to be valid if it is carried out by:[3]
  • Based on the agreement between the parties who bind themselves;
  • The ability to enter into an engagement;
  • A certain thing; and
  • A lawful cause or cause.
This is the legal condition of the agreement according to the Civil Code. No less and no more. The legal terms of the agreement must be measured to the provisions referred as above, both conventional and electronic agreements. As far as online agreement fulfill the article 1320 of the Civil Code, then its legally-valid.

About Electronic Transaction Evidence

Referring to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions as amended by Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions, Articles 5 to 12 are explained that Electronic Information and/or Electronic Documents and/or their printed results are valid legal evidence, which is an extension of legal evidence in accordance with the applicable procedural law in Indonesia.[4] The provisions in Article 1320 of the Civil Code and the ITE Law (Information and Electronic Transactions) and its amendments emphasize that agreements made electronically have the same power as agreements signed by the parties directly with the direct presence of the parties. And if you have any legal issue with your business agreement, contact us, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Kontrak Online Apakah Sah Menurut Hukum Di Indonesia", libera.id., Diakses pada tanggal 8 April 2022, https://libera.id/blogs/kontrak-online-apakah-sah-menurut-hukum-di-indonesia/
2. "Perjanjian Jual Beli Online Bagi Orang Yang Masih Dibawah Umur, Apakah Sah?", smartlegalacademy.id., Diakses pada tanggal 8 April 2022, https://smartlegalacademy.id/perjanjian-jual-beli-online-bagi-orang-yang-masih-dibawah-umur-apakah-sah/
3. Ibid.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Senin, 11 April 2022

Contoh Surat Eksepsi Pidana Kasus Narkoba

(iStock)

By:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Antigone Case: Law Versus Morality", "Contoh Nota Keberatan (Eksepsi) Perkara Pidana", anda juga bisa membaca "Contoh Surat Dakwaan" dan pada kesempatan yang berharga ini kami akan membahas mengenai 'Contoh Surat Eksepsi Pidana Kasus Narkoba'. 

Secara sederhana, eksepsi dalam hukum acara pidana adalah alat pembelaan dengan tujuan untuk menghindarkan diadakannya putusan tentang pokok perkara, karena apabila tangkisan ini diterima oleh pengadilan, pokok perkara tidak perlu diperiksa dan diputus. Eksepsi menurut Luhut M.P. Pangaribuan adalah untuk menjawab surat dakwaan dan berhubungan dengan apakah: (a). pengadilan tidak berwenang mengadili perkara, (b). dakwaan tidak dapat diterima, dan (c). surat dakwaan harus dibatalkan.[1]

Eksepsi di mana pengadilan dinyatakan tidak berwenang dapat bersifat relatif dan absolut. Eksepsi relatif terjadi bilamana pengadilan tidak berwenang atau dua pengadilan atau lebih berwenang mengadili perkara yangs ama atau tidak berwenang mengadilinya karena waktu dan tempat tidak pernah terjadi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 150 KUHAP dan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, yang berbunyi: Pasal 150 KUHAP: “sengketa tentang wewenang mengadili terjadinya: 1). Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama; 2). Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perakra yang sama; Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP: (2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.[2] Berikut Contoh Surat Eksepsi Pidana Kasus Narkoba sebagaimana dimaksud. 


Bungo, 11 Oktober 2018
No : 01/NP/Pid- /ISP/X/2018
Hal : NOTA KEBERATAN (EXEPTIE)

 
Kepada
Yth. Ketua Majelis Hakim Perkara No : 197/Pid.Sus/2018/PN.Mrb
Di Pengadilan Negeri Muara Bungo
Jl. RM Thaher No 495 Rimbo Tengah, Bungo.

Dengan hormat,

Perkenankan saya, Indra Setiawan, S.H, selaku Advokat berkewarganegaraan Indonesia yang beralamat kantor di Jl. Diponegoro BTN BMI No.M-11 Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo. Berdasarkan Penetapan Ketua Majelis Hakim Perkara No.197/Pid.Sus/2018/PN.Mrb tentang Penunjukan Indra Setiawan, SH dan Rinaldi, SH sebagai Penasihat Hukum Terdakwa secara Cuma-Cuma. Dalam hal ini bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membela hak dan kepentingan hukum Terdakwa yaitu :

Nama : X Bin Y 
Tempat & Tgl Lahir : Sungai Gambir, 10 Juli 1988
Pekerjaan : Pegawai Honor Satpol PP Kab. Bungo
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Dusun Pasar Rantau Embacang Kec. Tanah Sepenggal- Bungo.

Bahwa dalam hal ini hedak mengajkan Nota Keberatan terhadap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum No.Reg.Perk: PDM-96/MBNGO/09/2018 tanggal 30 Agustus 2018, dengan uraian sebagai berikut :

Adapun eksepsi ini kami buat dengan sistematika sebagai berikut:

1. Pendahuluan
2. Eksepsi
3. Permohonan
4. Penutup

PENDAHULUAN

Setelah pada persidangan lalu kita mendengarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa, maka kini perkenankanlah kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa menyampaikan eksepsi/tangkisan/keberatan dalam perkara yang tengah diperiksa ini. Berdasarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Yang Terhormat, kiranya kami merasa sangat perlu untuk menyampaikan eksepsi ini demi kepentingan hukum dan keadilan serta memperoleh jaminan perlindungan hak-hak asasi tersangka/terdakwa atas kebenaran, kepastian hukum dan keadilan. Selain itu, eksepsi ini perlu kami sampaikan demi perlindungan hukum yang lebih luas bagi masyarakat pada umumnya maupun pembangunan hukum dalam proses beracara pada persidangan  perkara pidana yang semuanya itu telah pula dijamin oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai landasan hukum beracara di negara ini.

EKSEPSI

Dasar Hukum

Bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, berbunyi sebagai berikut : “Dalam hal terdakwa atau penasehat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak wenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan kebenaran tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan”.

Eksepsi Mengenai Surat Dakwaan

Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Tidak Sah. Bahwa berdasarkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai Penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk Penasihat hukum bagi mereka”.

Bahwa Pasal 56 ayat 1 KUHAP sudah menegaskan bahwa bantuan hukum itu wajib disediakan (dengan menunjuk Penasihat Hukum) oleh pejabat yang memeriksa disetiap tingkat pemeriksaan, baik ditingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan. Terlepas Penasihat Hukum yang ditunjuk menjalankan profesinya atau tidak, tetapi pejabat yang bersangkutan selaku perwakilan pemerintah telah melaksanakan kewajibannya menjalankan perintah undang-undang dan tetap menjamin hak asasi terdakwa. Lantas, bagaimana jika pejabat yang melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa melanggar KUHAP? Maka dapat dikatakan tujuan hukum acara sebagai landasan bagi aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum telah gagal diterapkan bahkan dapat dikatakan sebagai suatu penyalahgunaan jabatan (abuse of power).

Bahwa berdasarkan Pasal 137 KUHAP “Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili

Bahwa berdasarkan BAB XV tentang Penuntutan Pasal 137 sd Pasal 144 UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Jaksa Penuntut Umum adalah pejabat yang bersangkutan pada tingkat pemeriksaan tahap penuntutan. Oleh karenanya Jaksa Penuntut Umum berkewajiban melaksanakan perintah undang-undang yang diatur dalam KUHAP termasuk ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP

In casu, Terdakwa telah disangka dipenyidikan dengan melanggar 114 ayat (1) Jo. Pasal 132 ayat (1) atau Kedua melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Ketiga melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun, mengharuskan pejabat yang melakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa wajib menunjuk Penasihat Hukum secara Cuma-Cuma sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Bahwa pada tahap penyidikan ini, pejabat yang bersangkutan yaitu pihak Kepolisian RI telah menunjuk Advokat Suwandi, SH, MH selaku Penasihat Hukum tersangka secara Cuma-Cuma.

Bahwa, begitu pula pada tahap Pemeriksaan di Pengadilan, Terdakwa yang didakwa melanggar Pasal 114 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) atau Kedua melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Ketiga melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pejabat yang bersangkutan yaitu Ketua Majelis Hakim telah memperhatikan Pasal 56 ayat (1) KUHAP dengan  menunjuk Penasihat Hukum bagi Tedakwa secara Cuma-Cuma

Lalu bagaimana pada tahap Penuntutan?, saat pelimpahan berkas perkara atas nama Terdakwa dari penyidikan di Kepolisian ke tahap Penuntutan di Kejaksaan, Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan dan yang memeriksa Tedakwa wajib melaksanakan ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Bahwa setelah mempelajari berkas perkara atas nama Terdakwa termasuk Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa, ternyata Jaksa Penuntut Umum selaku Pejabat yang melakukan pemeriksaan terhadap Tedakwa, tidak menunjuk Penasihat Hukum bagi Terdakwa secara Cuma-Cuma. Padahal Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa Tedakwa dengan Dakwaan Pertama melanggar 114 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) atau Kedua melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Ketiga melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara, yang mengharuskan Jaksa Penuntut Umum wajib menunjuk Penasihat Hukum secara Cuma-Cuma sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (1) KUHAP.

Bahwa ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP adalah bagian dari Hukum Acara Pidana yang wajib ditaati dalam penegakan hukum pidana dan memiliki konsekuensi hukum bila dengan sengaja mengabaikan atau lalai menerapkan hukum acara sebagaimana kaidah hukum dibawah ini:

-Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 510 K/Pid/ 1988 tanggal 28 April 1988, yang menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima

-Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1565 K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993 yang menyatakan : apabila syarat-syarat permintaan dan/atau hak tersangka/terdakwa tidak terpenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima

-Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor: 03 Pid/2002/PTY tertanggal 07 Maret 2002, menyatakan penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum tidak dapat diterima karena didasarkan pada penyidikan yang tidak syah, yaitu melanggar Pasal 56 ayat (1) KUHAP;

-Putusan Pengadilan Negeri Blora, No: 11/Pid.B/2003/PN.Bla tertanggal 13 Februari 2003, menyatakan penuntutan tidak dapat diterima karena dilakukan atas dasar BAP yang batal demi hukum, karena dilakukan dengan melanggar ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP;

-Putusan Pengadilan Negeri Tegal No: 34/Pid.B/1995/PN.Tgl tertanggal 26 Juni 1995 yang menyatakan penyidikan yang dilakukan oleh Mabes Polri tidak syah karena Pasal 56 ayat (1) KUHAP tidak diterapkan sebagaimana mestinya, sehingga penuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.

Bahwa oleh karena Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan pemriksaan terhadap Tedakwa pada tahap Penuntutan tidak melaksanakan perintah Pasal 56 ayat (1) KUHAP tersebut. Maka Surat Dakwaan yang dibuat dan disusun oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Reg.Perk: PDM-96/MBNGO/09/2018 tanggal 30 Agustus 2018, adalah hasil dari bentuk pelanggaran formal yuridis dan harus dinyatakan  tidak sah dan batalkan demi hukum.

PERMOHONAN

Bahwa atas uraian eksepsi/keberatan yang telah kami sampaikan maka dengan ini kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang pemeriksa perkara a quo agar berkenan memutuskan :

1. Menerima Keberatan Penasihat Hukum Terdawa Afrizal Bin Burhanudin;
2. Menyatakan Surat Dakwaan Reg.Perk: PDM-96/MBNGO/09/2018 tanggal 30 Agustus 2018, tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum;
3. Membebaskan Terdakwa Dari Tahanan;
4. Membebankan Biaya Perkara Kepada Negara.
 
PENUTUP

Demikianlah eksepsi ini kami sampaikan kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim. Atas perhatian serta terkabulnya eksepsi/keberatan ini kami ucapkan terima kasih dan bila ada kekurangan atau kesalahan didalamnya kami mohon maaf atas keterbatasan kami selaku manusia.

Hormat kami,
Penasihat Hukum Terdakwa


Ttd.

Indra Setiawan, S.H.


Ttd. 

Rinaldi, S.H.

Menurut hemat kami eksepsi ini cukup baik karena telah membahas pada pokoknya mengenai surat dakwaan dari JPU. Karena inilah yang sering muncul dan dipermasalahkan dalam konteks eksepsi perkara pidana. 
________________
References:

1. "Pengertian Eksepsi Perkara Pidana", kantorhukum-ram.com., Diakses pada tanggal 8 April 2022, https://kantorhukum-ram.com/pengertian-eksepsi-perkara-pidana/
2. Ibid.
3. "Contoh Nota Keberatan (Eksepsi) Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika", www.indrasatrianis.com., Diakses pada tanggal 8 April 2022, https://www.indrasatrianis.com/2019/07/02/contoh-nota-keberatan-eksepsi-dalam-perkara-tindak-pidana-narkotika/

Massachusetts Court Jurisprudence: Wedding Ring Must Be Returned If Marriage is Void

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " A Young Woman From England, Falls In Lo...