Jumat, 17 Maret 2023

Tito Karnavian, Mendagri Pertama dari Kepolisian

(Wikipedia)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Sejarah Peradilan Bangsa Arab Sebelum Islam", "M. Assegaf, Membela Klien Tidak Pandang Bulu" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Tito Karnavian, Mendagri Pertama dari Kepolisian'.

Jenderal Polisi (Purn.) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, BA., MA., Ph.D. (lahir 26 Oktober 1964), adalah seorang politikus dan tokoh kepolisian Indonesia yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Indonesia sejak tanggal 23 Oktober 2019 dalam Kabinet Indonesia Maju di bawah pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Sebagai seorang perwira tinggi polisi, dirinya pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ke-23.[1]

Tito Karnavian mengenyam pendidikan SMA Negeri 2 Palembang kemudian melanjutkan pendidikan AKABRI pada tahun 1987 karena gratis dan tidak ingin membebankan biaya orang tuanya. Tahun 1993, Tito menyelesaikan pendidikan di Universitas Exeter di Inggris dan meraih gelar MA dalam bidang Police Studies, dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) di Jakarta tahun 1996 dan meraih Strata 1 dalam bidang Police Studies. Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ditempuh di Sekolah Xaverius, kemudian sekolah menengah atas ditempuh di SMA Negeri 2 Palembang. Tatkala duduk di kelas 3, Tito mulai mengikuti ujian perintis. Semua tes yang ia jalani lulus, mulai dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Kedokteran di Universitas Sriwijaya, Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada, dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Keempatnya lulus, tapi yang dipilih adalah AKABRI, terutama Akademi Kepolisian.[2]

Tito termasuk seorang polisi yang mendapat kenaikan pangkat cukup cepat. Saat masih menyandang pangkat AKBP, dia memimpin tim Densus 88 yang berhasil melumpuhkan teroris Dr. Azahari di Batu, Jawa Timur, pada tanggal 9 November 2005. Pangkatnya dinaikkan, dan dirinya menerima penghargaan dari Kapolri saat itu, Jenderal Pol. Sutanto bersama dengan para kompatriotnya, seperti Idham Azis, Petrus Reinhard Golose, Rycko Amelza Dahniel, dan yang lainnya. Tito juga pernah memimpin sebuah tim khusus kepolisian yang berhasil membongkar jaringan teroris pimpinan Noordin M. Top. Atas prestasi ini, pangkatnya dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal Polisi dan diangkat menjadi Kepala Densus 88 Anti-Teror Mabes Polri. Kariernya terus menanjak, dan dirinya sempat menjabat sebagai Kapolda Papua dan Kapolda Metro Jaya. Pada tanggal 14 Maret 2016, dia diangkat menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggantikan Komjen. Pol. Saud Usman Nasution yang memasuki masa pensiun.[3]

Pada tanggal 15 Juni 2016, Presiden Joko Widodo mengirim surat kepada DPR-RI, yang isinya menunjuk Tito sebagai calon tunggal Kapolri menggantikan Jenderal Pol. Badrodin Haiti yang akan segera pensiun. Komisi III DPR-RI menyetujui usulan ini dalam sidang paripurna mereka yang digelar pada awal bulan Juli 2016. Tito resmi dilantik sebagai Kapolri oleh Presiden Jokowi pada tanggal 13 Juli 2016. Menjadi Menteri Dalam Negeri. Pada tanggal 22 Oktober 2019, Kapolri Tito diberhentikan dengan hormat oleh Presiden Jokowi melalui surat yang ditujukan kepada DPR-RI dan disetujui dalam sidang paripurna ke-3 yang dipimpin oleh Puan Maharani, Ketua DPR-RI periode 2019 hingga 2024. Ia kemudian dilantik pada tanggal 23 Oktober 2019 menjadi Menteri Dalam Negeri ke-29 dalam Kabinet Indonesia Maju pada masa pemerintahan Presiden Jokowi periode 2019-2024.[4]

Rekam Jejak Sebagai Kapolres Serang - Banten

Rekam jejak Tito Karnavian dalam kepolisian terbilang cemerlang. Tito saat berpangkat AKBP pernah menjabat sebagai Polres Serang, kala itu belum ada pembagian wilayah administratif dan wilayah hukum (wilkum) seperti saat ini, yakni terdapat Kota Serang dan Kabupaten Serang, begitu pula Polresnya kini sudah ada dua wilayah, yakni Polres Serang Kota dan Polres Pandeglang.[5]

"Pak Jenderal Tito Karnavian yang dipercaya menjadi Mendagri, itu pernah menjabat sebagai Kapolres Serang mulai 27 Mei 2005 sampai 8 Desember 2005. Jadi beliau bertugas di Serang sekitar tujuh bulan," kata Kapolres Serang Kota, AKBP Edhi Cahyono, ditemui di ruangannya, Rabu (23/10/2019). Foto-foto Kapolres Serang sejak pertama kali hingga terakhir terpampang jelas di ruang tunggu Kapolres dan Wakapolres Serang Kota. Hal ini menandakan penerus tongkat estafet kepemimpinan di Ibu Kota Banten tidak boleh melupakan sejarahnya.[6]

Tito Karnavian saat pertama kali datang ke Polres Serang masih berpangkat AKBP, kemudian dia berhasil menangkap pelaku tindak terorisme dan naik pangkat menjadi Kombes Pol. "Menurut informasi, beliau ketika menjabat Kapolres disini berpangkat AKBP, kemudian berhasil mengungkap penanganan terorisme kemudian mendapat kenaikan pangkat luar biasa menjadi Kombes," terangnya.[7] Dari rekam jejak pendidikan dan prestasi penanganan kasus, beliau terlihat sekali kompeten terkait dengan kasus-kasus terorisme. 

____________________
References:

1. "Tito Karnavian", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 16 Maret 2023, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Tito_Karnavian
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. "Rekam Jejak Tito Karnavian, Kapolri Pertama yang Jadi Mendagri", www.liputan6.com., 24 Oktober 2019, Yandhi Deslatama, Diakses pada tanggal 16 Maret 2023, Link: https://www.liputan6.com/regional/read/4094542/rekam-jejak-tito-karnavian-kapolri-pertama-yang-jadi-mendagri
6. Ibid.
7. Ibid.

Kamis, 16 Maret 2023

Sejarah Peradilan Bangsa Arab Sebelum Islam

 
(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Making a Passport for Umrah No Longer Requires Recommendation from the Ministry of Religion", "Pengertian Wanprestasi" dan "Penjabaran Wanprestasi", pada perkuliahan kali ini (edisi bulan Ramadhan 2023) akan dibahas mengenai 'Sejarah Peradilan Bangsa Arab Sebelum Islam'.

Bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki qadli (orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya) untuk menyelesaikan segala sengketa mereka, hanya saja mereka belum memiliki undang-undang tertulis yang dapat dijadikan pegangan para qadli. Sedang mereka memutuskan hukum-hukum mereka yang turun-temurun, dan dari pendapat kepala-kepala suku, atau dari orang-orang yang mereka pandang arif yang dikenal sebagai orang-orang yang jitu pendapatnya, dan menyita hak-hak dengan firasat dan tanda-tanda, sedang kecerdasan ahli-ahli hukum mereka, menyebabkan mereka lebih mendahulukan memutuskan hukum dengan firasat dan tanda-tanda daripada dengan alat-alat bukti lainnya seperti saksi atau pengakuan.[1]

Dan mereka menyebut qadla' sebagai hukumah, sedang qadli mereka sebut hakam, dan setiap qabilah (puak) memiliki hakam sendiri dan hukuman (badan peradilan) bagi mereka tidak ada yang berdiri sendiri kecuali bagi suku Quraisy, dan para hakam menyelenggarakan sidang-sidangnya di bawah pepohonan atau kemah-kemah yang didirikan, sampai dibangunnya gedung-gedung dan bangunan-bangunan dan di antara gedung-gedung itu yang termasyhur ialah Darun Nadwah yang berada di Mekah, dan gedung itulah yang pertama kali didirikan di sana, yang dibangun oleh Qushay bin Ka'ab, yang pintunya dihadapkan mengarah ke Ka'bah, dan pada permulaan Islam, gedung itu menjadi tempat tinggalnya para Khalifah dan amir-amir di waktu musim hajji, dan pada pertengahan abad ke XIII Hijri setelah gedung itu roboh atau doyong, maka Khalifah Mu'tadlid al Abbasy (281 H) memerintahkan agar gedung tersebut dihancurkan sama sekali dan dihubungkannya dengan Masjidil Haram.[2] 

____________________
References:

1. "Peradilan Dalam Islam", Muhammad Salam Madkur, Dosen Syari'at Islam pada Fakultas Hukum Universitas Cairo, (alih bahasa: Drs. Imron A.M.) PT. Bina Ilmu, Cetakan Keempat (1990), Surabaya. Hal.: 33.
2. Ibid.

Rabu, 15 Maret 2023

Making a Passport for Umrah No Longer Requires Recommendation from the Ministry of Religion

(iStock)

By:
Team of Hukumindo

Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about "Real Strange Case, Man Desperate to Marry His Wife's Affair", "Contoh Surat Permohonan Untuk Mengadakan Arbitrase di BASYARNAS", you may read also "What Are The Competences of The Religious Courts To Adjudicates In Sharia Economic Cases?" and on this occasion we will discuss about 'Making a Passport for Umrah No Longer Requires Recommendation from the Ministry of Religion'.

The Directorate General of Immigration at the Ministry of Law and Human Rights (HAM) stated that the recommendation from the Ministry of Religion (Kemenag) was no longer a requirement for obtaining a passport for Umrah. Director General of Immigration Silmy Karim said the recommendation had been revoked. "We no longer apply the recommendation of the Religious Affairs Office of the Ministry of Religion or also the Head of Regional Religious Offices for passport applicants for Umrah. We have to recommend people who want to worship, we make it easy for us," said Silmy at GBK, Central Jakarta, Sunday (5/3/2023).[1]

Silmy conveyed that a passport is a citizen's right. For this reason, according to Silmy, his party must provide services that make it easier for the community. "So the passport is a citizen's right, that's the principle, so we have to give it easily. That there are other things that must be supervised and so on, it's okay, our contribution in providing services must be good and we are also facilitators. community development," he explained.[2]

"So at that time I was visited by the Umrah and Hajj associations saying 'Here, sir, there are things like this', so it's a hassle to ask for recommendations, he's already far away. Don't look at Jakarta, for example he's in Sumatra, he has to go 4 hours from his home or village to the regional immigration office continues to suddenly apply for a passport, so the passport applicant must have a recommendation, he returns again in 4 hours. It's time to go back and forth," he added.[3]

Silmy said that people now only submit ID's to make passports. That way, according to Silmy, people can easily get passports to perform the Umrah pilgrimage. "That's why we make it easy according to the KTP (iD) rules and then there is some evidence that it is true that the person in question was indeed born and there is also evidence or requirements, the requirements to support the KTP (iD) are enough to become a passport applicant," he said. Silmy said that his party would not make it difficult for the people who would perform the Umrah pilgrimage.[4] And if you have any legal issue in Indonesia territory, contact us then, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Imigrasi: Bikin Paspor buat Umrah Tak Perlu Lagi Rekomendasi Kemenag", travel.detik.com., Diakses pada tanggal 12 Maret 2023, Link: https://travel.detik.com/travel-news/d-6602404/imigrasi-bikin-paspor-buat-umrah-tak-perlu-lagi-rekomendasi-kemenag
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.


Selasa, 14 Maret 2023

Real Strange Case, Man Desperate to Marry His Wife's Affair

(iStock)

By:
Team of Hukumindo

Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about "Contoh Surat Permohonan Penundaan Pemeriksaan Saksi di Kepolisian", "What Are The Competences of The Religious Courts To Adjudicates In Sharia Economic Cases?", you may read also "These 5 Types of Online Fraud You Should Avoid" and on this occasion we will discuss about 'Real Strange Case, Man Desperate to Marry His Wife's Affair'.

A married woman runs away with another man. To his surprise, the woman's husband married the other man's wife to get revenge. This complicated thing happened in the Khagaria district of Bihar, India.[1]

The woman named Ruby Devi married a man named Neeraj in 2009. The couple has four children together. However, a few years later, Neeraj finds out that his wife is having an affair with a man named Mukesh. In February 2022, Ruby and Mukesh got married. When Ruby's husband found out, he filed a police complaint against Mukesh for kidnapping his wife.[2]

Neeraj, in his complaint, claimed that a village meeting had been held to resolve the issue. But, Mukesh refused to comply and ran away from then on. Mukesh is also married and has two children. Interestingly, it turns out that his wife's name is also Ruby. To take revenge, Neeraj decides to marry Mukesh's wife. The couple married in February 2023.[3] And if you have any legal issue in Indonesia territory, contact us then, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Balas Dendam, Pria Ini Nekat Menikahi Istri Selingkuhan Istrinya", www.kompas.com., Diakses pada tanggal 12 Maret 2023, Link: https://www.kompas.com/global/read/2023/03/04/213000570/balas-dendam-pria-ini-nekat-menikahi-istri-selingkuhan-istrinya-?page=2
2. Ibid.
3. Ibid.

Senin, 13 Maret 2023

Contoh Surat Permohonan Penundaan Pemeriksaan Saksi di Kepolisian

 
(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Domestic Violence Against Husband, Revealed after 20 Years", "Contoh Surat Permohonan Penangguhan Penahanan" dan "Contoh Surat Permohonan Grasi", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Contoh Surat Permohonan Penundaan Pemeriksaan Saksi di Kepolisian'. Perhatikan contoh berikut:[1]


Jakarta, 15 Oktober 20XX

Nomor: XXX
Lampiran: Surat Kuasa
Perihal: Permohonan Penundaan Pemeriksaan


Kepada Yth.:
KASUBDITUMUM
Polda Metro Jaya
D/a: 
     Jl. Jenderal Sudirman, No.: 55
     Jakarta Selatan.

Up.: 
  • Penyidik AKP T S
  • Penyidik Pembantu Brigadir S

Dengan hormat,

Untuk dan atas nama klien kami, SB, beralamat di: Jalan Gunung Sahari Ancol Nomor: 2, RT/RW: 004/001, Kelurahan Gunung Sahari Utara, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. 

Kami selaku kuasa hukum berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: XXX, Tanggal XX XX XXXX (terlampir), dengan ini menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Bahwa, klien kami telah menerima Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/XXXX/X/20XX/Dit. Reskrimum, tanggal XX/XX/XXXX, yang pada pokoknya memanggil klien kami untuk didengar keterangannya sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana Penggelapan sesuai dengan Pasal 372 KUHP, berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/XXX/VI/20XX/Bareskrim, tanggal XX/XX/20XX, Pelapor an. B K;
  2. Bahwa, klien kami sangat menghargai pemanggilan tersebut, dan menyatakan bersedia menjalankan kewajiban hukumnya untuk memberi keterangan agar ditemukan kebenaran materiil guna menentukan apakah benar telah terjadi suatu tindak pidana berdasarkan alat-alat bukti yang sah menurut hukum;
  3. Namun demikian, berkaitan dengan kewajiban hukum klien kami tersebut, perlu kami sampaikan bahwa klien kami belum dapat memenuhi kewajiban hukumnya untuk memberi keterangan sebagai saksi di Unit I Subdit Umum lt. 2, Kantor Reskrimum Polda Metro Jaya, dengan alasan yang patut dan wajar yaitu adanya kepentingan hukum yang sangat mendesak yang belum dapat ditinggalkan/diabaikan oleh klien kami selama kurun waktu 1 (satu) minggu ini, kepentingan hukum dimaksud adalah dikarenakan ... ;

Berdasarkan alasan tersebut dengan ini kami menyampaikan permohonan agar: "Pemeriksaan terhadap klien kami ditunda untuk selama waktu 1 (satu) minggu, dengan demikian klien kami akan memberikan keterangan sebagai saksi pada hari Senin, tanggal XX/XX/20XX".

Demikian Permohonan Penundaan Pemeriksaan ini disampaikan, terima kasih atas pengertian dan kerjasama yang diberikan.

Hormat kami,
Penasehat Hukum


Ttd.

A H, S.H.
____________________
References:

1. "Contoh Penundaan Pemeriksaan Untuk Didengar Keterangan Sebagai Saksi Di Kepolisian", appehamonanganhutauruk.com., Diakses pada tanggal 12 Maret 2023, Link: https://appehamonanganhutauruk.com/2020/07/09/contoh-penundaan-pemeriksaan-untuk-didengar-keterangan-sebagai-saksi-di-kepolisian/

Sabtu, 11 Maret 2023

Domestic Violence Against Husband, Revealed after 20 Years

 
(iStock)

By:
Team of Hukumindo

Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about "Foreign Tourists Working Illegally in Bali", "Totally Weird Case, Police Officer Steals a Police Motorbike at the Police Station", you may read also "Another Unique Case, Judge Marrying Divorce Plaintiff Becomes Second Wife" and on this occasion we will discuss about 'Domestic Violence Against Husband, Revealed after 20 Years'.

Domestic violence is not only the victim is the wife. It was a woman from Market Weighton, England who abused her husband to the point of physical and mental injury. A woman named Sheree Spencer violently abused her husband from 2016 to 2021. The 20 years of abuse just came to light. The details of the domestic violence were revealed in Hull Crown court last week. Sheree's attitude is very bad and can't control her emotions.[1]

She once smashed a wine glass on the back of her husband's head. Sheree also strangled her husband on another occasion. During the trial, the husband provided evidence of 43 photos, 36 videos and 9 voice recordings to the police when the violence occurred. Many threats and acts of violence by Sheree. In court the husband said that he had suffered 20 years of physical and mental abuse by his wife. "He threatened to make false accusations to the police. I was afraid of the consequences when I revealed this," said the husband. "He continues to exercise control," he added.[2]

Defense attorney Richard Pratt KC called the case both shocking and sad. Richard added that alcohol played the most significant role in why the violence occurred. At trial the judge said: "You have caused significant psychological harm." Sheree has now been thrown into prison. He will spend four years in the cell to bear his guilt.[3] And if you have any legal issue in Indonesia territory, contact us then, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Kejamnya Istri Siksa Suami, Baru Terungkap Setelah 20 Tahun", wolipop.detik.com., Diakses pada tanggal 5 Maret 2023, Liink: https://wolipop.detik.com/wedding-news/d-6592176/kejamnya-istri-siksa-suami-baru-terungkap-setelah-20-tahun
2. Ibid.
3. Ibid.

Jumat, 10 Maret 2023

Foreign Tourists Working Illegally in Bali

 
(iStock)

By:
Team of Hukumindo

Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about "Contoh Gugatan Pra Peradilan Alasan Status Tersangka", "Totally Weird Case, Police Officer Steals a Police Motorbike at the Police Station", you may read also "Another Unique Case, Judge Marrying Divorce Plaintiff Becomes Second Wife" and on this occasion we will discuss about 'Foreign Tourists Working Illegally in Bali'.

Deputy Governor of Bali Tjok Oka Sukawati or Cok Ace has known many foreign tourists working illegally on the island of Bali. Whatever they do, including selling vegetables. The majority of tourists who work illegally come from Russia and Ukraine. From a search conducted by an account on Instagram named @moskow_cabang_Bali, which later went viral, it shows the activity of foreign tourists teaching fellow foreigners to ride motorbikes. Allegedly, the Caucasians charge for this activity.[1]

Apart from that, the account also cuts many recordings of social media accounts of foreign tourists in Bali offering photographer, tattoo and salon services and others. "When it comes to photography related to weddings, it is very difficult. Sometimes there are (foreign) couples who do their weddings in Bali or only have receptions in Bali. They usually stick together, invite photographers (from their countries), because they think that only these photographers (from their country) who understands his culture," said Cok Ace, when met at the Bali DPRD (Regional House of representative) Building. "How can a good angle be taken. (But) as long as the licensing requirements are met, there is a permit for bringing in equipment and then he works in Indonesia and of course coordinates with immigration," he added.[2]

Cok Ace also said that the work of a tour guide should not be done by foreigners. Moreover, he came to Bali on a tourist visa. "This means that people who do not have the right to operate as guides in Bali are not allowed to do that," said Cok Ace. Cok Ace said that Russian and Ukrainian tourists working illegally in Bali could potentially increase if the war does not end soon. This is because the citizens of the two countries left their countries to avoid war. "(Russia and Ukraine) among others. That is actually also illegal, especially now that the world's conditions are happening abroad and compared to Bali, it is safe and comfortable and cheap," he said. "Therefore, we must move. I heard from the reports below that many of them even participated in trading, selling vegetables, selling to their friends, he took them at the market and sold them to his friends, we have not taken action on this" he added.[3] And if you have any legal issue in Indonesia territory, contact us then, feel free in 24 hour, we will be happy to assist you. 


*) For further information please contact:
Mahmud Kusuma Advocate
Law Office
Jakarta - Indonesia.
E-mail: mahmudkusuma22@gmail.com

________________
References:

1. "Turis Asing Kerja Ilegal di Bali, Jadi Fotografer sampai Jual Sayur", travel.detik.com., Diakses pada tanggal 5 Maret 2023, Link: https://travel.detik.com/travel-news/d-6598542/turis-asing-kerja-ilegal-di-bali-jadi-fotografer-sampai-jual-sayur
2. Ibid.
3. Ibid.


Kamis, 09 Maret 2023

Contoh Gugatan Pra Peradilan Alasan Status Tersangka

 
(iStock)

By:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Strange case, Robbing IDR 345.000,- Then Hide in a Cave for 14 Years", "Contoh Gugatan Di PTUN" dan "Contoh Surat Tuntutan Pidana Penipuan", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Contoh Gugatan Pra Peradilan Alasan Status Tersangka'. Sebelumnya juga telah pernah dimuat mengenai "Contoh Gugatan Pra Peradilan Pembatalan SP3", sehingga artikel ini merupakan artikel kedua yang sejenis.  Perhatikan contoh berikut ini:[1]


GUGATAN PRAPERADILAN

PERMOHONAN PRAPERADILAN

  ATAS NAMA PEMOHON :

……………………………………………………………………

 Terhadap

 Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal Umum.

 MELAWAN

 DITREKRIMUM POLDA METRO JAYA

 Sebagai TERMOHON



Oleh :

Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum

S A & P

 DI PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN



Kepada Yth.
KETUA PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN
Jl. Ampera Raya, No. 133,
Jakarta Selatan 12550. 

Hal  :  Permohonan Praperadilan atas Nama …………………….. 


Dengan Hormat,

Perkenankanlah kami :

DR. (can) S A, SH., MH., H N, SH., M. D K, SH., S, SH. kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada “S A & P” Advocate & Legal Consultant yang beralamat di Jl. HR. Rasuna Said, Kawasan Epicentrum Utama, Mall Epicentrum Walk, Office Suites A529, Kuningan – Jakarta Selatan 12940, Telp. (021) 5682703, HP. 0816521799, Email : saifulanam_law@yahoo.com.

Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal …………… 2016, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama …………………………………………………………………………………, selanjutnya disebut sebagai PEMOHON.

——————–M E L A W A N———————

DITREKRIMUM POLDA METRO JAYA yang beralamat di Jl. Jenderal Sudirman 55 Jakarta 12190 selanjutnya disebut sebagai TERMOHON.

untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal Umum.

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

a. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

b. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

c. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

d. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

e. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :

1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
Dan lain sebagainya

f. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

Mengadili,

Menyatakan :

Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
[dst]
[dst]
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;

g. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.


II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

1. PEMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI CALON TERSANGKA

Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.

“Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”

Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.

Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka. Berdasar pada Surat Panggilan untuk pertama kali dan satu-satunya oleh Termohon, yakni melalui surat panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor SPGL/1727/IX/2015/Ditreskrimum tertanggal 17 September 2015 tidak pernah membuktikan Pemohon diperiksa sebagai calon tersangka, akan tetapi Pemohon langsung dipanggil sebagai Tersangka oleh Termohon, sehingga tidak dengan seimbang Pemohon dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon. Pemohon hanya diperiksa untuk pertama kali oleh Termohon pada pada saat setelah ditetapkan sebagai Tersangka yakni pada tanggal 21 September 2015.

Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo.

2. TIDAK PERNAH ADA PENYELIDIKAN ATAS DIRI PEMOHON

Bahwa sebagaimana diakui baik oleh Pemohon maupun Termohon, bahwa penetapan tersangka atas diri Pemohon baru diketahui oleh Pemohon berdasarkan surat panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor SPGL/1727/IX/2015/Ditreskrimum tertanggal 17 September 2015. Bahwa apabila mengacu kepada surat panggilan tersebut, tidak pernah ada surat perintah penyelidikan kepada Pemohon. Padahal sesuai Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Polisi memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.

Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.

Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.

Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan 2 hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah diterbitkannya surat perintah penyelidikan atas diri pemohon, maka dapat dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpat surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.
 
3. PEMOHON DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA, AKAN TETAPI TERUS-MENERUS DILAKUKAN PENYIDIKAN

Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 27 Agustus 2015, pada tanggal 21 September 2015 Pemohon masih dipanggil untuk dimintai keterangan untuk yang pertama kalinya melalui surat panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor SPGL/1727/IX/2015/Ditreskrimum tertanggal 17 September 2015. Kemudian telah terdapat 2 (dua) kali pengembalian berkas perkara dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (P-19) berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 dan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal 26 Nopember 2015, akan tetapi Pemohon masih dipanggil pada tanggal 13 september 2016 untuk pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana berdasarkan surat Panggilan Nomor SPGL/16559/IX/2016/Ditreskrimum tertanggal 8 september 2016 untuk pemeriksaan penyidikan dari Polda Metro Jaya.

Bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan Penyidik, dimana berkas perkara telah dinyakan lengkap (P-21), akan tetapi masih dilakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan, dengan demikian sangat bertentangan dengan makna sesungguhnya dari pengertian “PENYIDIKAN” itu sendiri. Hal mana dalam proses penyelidikan belum ada tersangka, kalaupun ada orang yang diduga pelaku tindak pidana. Sedangkan penetapan tersangka merupakan proses yang terjadi kemudian, letaknya di akhir proses penyidikan. Menemukan tersangka menjadi bagian akhir dari proses penyidikan. Bukan penyidikan baru ditemukan tersangka. Hal itu sesuai dengan Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP.

Bahwa hal tindakan Termohon telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b yang pada intinya menyatakan dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Sehinga dengan demikian apabila telah dinyatakan (P-21). Penyidik tidak dapat lagi melakukan pemeriksaan guna kepentingan penyidikan.

Bahwa berdasar pada uraian diatas, dimana penyidik telah menyatakan (P-21) akan tetapi masih dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan guna kepentingan penyidikan, maka surat panggilan tersebut merupakan panggilan yang tidak sah dikarenakan Penyidik tidak memiliki kompetensi guna melakukan Penyidikan, karena beban tugas dan tanggung jawab telah berpindah kepada Jaksa Penuntut Umum. Untuk itu tindakan Penyidik yang demikian merupakan tindakan yang unprosedural, sehingga dengan demikian penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dikategorikan cacat hukum.
 
4. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA

Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal Umum kepada Pemohon hanya berdasar pada 15 Keterangan Saksi, 1 keterangan ahli hukum, dan 1 dokumen yang telah disita, hal ini berdasar pada surat panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor SPGL/1727/IX/2015/Ditreskrimum tertanggal 17 September 2015.

Bahwa sebagaimana diketahui melalui pengembalian berkas perkara oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, terdapat 2 (dua) kali pengembalian berkas perkara dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (P-19) berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 dan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal 26 Nopember 2015, dimana menurut masih terdapat kekurangan salah satunya alat bukti yang harus dilengkapi baik secara formil maupun materiil.

Bahwa melalui surat kejaksaan tinggi tanggal 26 November 2015 telah diyatakan bahwa dalam waktu 14 (empat belas) hari saudara melengkapi kelengkapan formil dan materil berkas perkara. kemudian melalui surat kejaksaan tinggi tanggal 4 agustus 2016 menyatakan masih terdapat kekurangan untuk dilengkapi. Terhadap 2 (dua) surat Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tersebut, Termohon tidak dan atau belum pernah melengkapi yang sedianya wajib dilengkapi oleh Termohon, akan tetapi Termohon tetap menyatakan diri telah lengkap dengan menyatakan (P-21) melalui surat Panggilan Nomor SPGL/16559/IX/2016/Ditreskrimum tertanggal 8 september 2016.

Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.

Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal Umum kepada Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon, termohon selalu mendasarkan pada alat bukti yang sebelumnya telah dinyatakan belum lengkap oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Pemohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
 
5. PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN

Bahwa pembelian saham antara Pelapor dengan Pemohon dituangkan dalam bentuk Perjanjian Master Agrement tanggal 25 Mei 2013, dan atas kesepakatan tersebut telah dibuat akta kesepakatan dihadapan Notaris Saharto Suhardjo, SH, yaitu Akta Gadai Saham No. 7 tertanggal 29 Agustus 2013, kemudian dilanjutkan dengan Akta Notaris No. 3 tanggal 5 September 2013. Terhadap akta perjanjian tersebut telah memunculkan perikatan antar kedua belah pihak yang bersifat pos factum, yaitu fakta terjadi setelah peristiwa yang dilaporkan oleh pelapor. Untuk itu hubungan hukum antara kedua belah pihak merupakan hubungan hukum yang bersifat keperdataan.

Bahwa terdapat perbedaan antara Wanprestasi dan Penipuan. Wanprestasi dapat berupa: (i) tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan; (ii) melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya; (iii) melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; atau (iv) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga. Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata. Sedangkan penipuan masuk ke dalam bidang hukum pidana (delik pidana) (ps. 378 KUHP). Seseorang dikatakan melakukan penipuan apabila ia dengan melawan hak bermaksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain. “Melawan hak” di sini bisa dicontohkan memakai nama palsu, perkataan-perkataan bohong, dll.

Bahwa berdasar pada kenyataan yang terjadi pada Pemohon, antara pemohon dengan pelapor diikat melalui perjanjian yang sama-sama beritikat baik untuk memenuhi perjanjian, tidak ada maksud melakukan penipuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sehinga dengan demikian tidak tepat apabila Pemohon disangka melakukan dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena hubungan hukumnya merupakan hubungan hukum keperdataan.

Bahwa hal itu juga diperkuat oleh surat kejaksaan tinggi tanggal 26 November 2015 (Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015) telah menyatakan bahwa hubungan hukum yang dilaporkan oleh pelapor bukanlah termasuk tindak pidana penipuan melainkan keperdataan dalam hubungannya dengan masalah Wanprestasi. Hal ini sejalan dengan perkara perdata yang masih berjalan di Pengadilan yang dimohonkan oleh Pelapor.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka tidak dapat dikatakan Pemohon dapat kenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti halnya dilakukan Termohon kepada Pemohon.
 
6. PENGEMBALIAN BERKAS DARI KEJAKSAAN KE KEPOLISIAN DALUARSA (TIDAK SAH)

Bahwa berdasar pada Pasal 138 ayat (2) KUHAP dinyatakan bahwa Penyidik wajib melengkapi berkas perkara dalam waktu 14 (empat belas) hari.

Bahwa berdasar surat Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya pengembalian berkas perkara oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, melalui Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal 26 Nopember 2015, bahwa Berkas perkara H. Naldy Haroen dikembalikan dikarenakan secara Formil dan Materiil tidak lengkap, serta diperintahkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari untuk dilengkapi. Serta isi dari surat tersebut pada intinya menyatakan BAHWA HUBUNGAN HUKUM YANG DILAPORKAN OLEH PELAPOR BUKANLAH TERMASUK TINDAK PIDANA PENIPUAN MELAINKAN KEPERDATAAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN MASALAH WANPRESTASI.

Bahwa dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana diperintahkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan berdasar pada Pasal 138 ayat (2) KUHAP, Termohon tidak dapat melengkapi kekurangan berkas perkara dengan sebagaimana mestinya.

Bahwa selain itu berdasar pada Surat dari BARESKRIM MABES POLRI Nomor B/4284/WAS/VI/2016/Bareskrim tertanggal 30 Juni 2016 (copy terlampir) telah memerintahkan kepada Termohon untuk “MENGHENTIKAN PENYIDIKAN DENGAN ALASAN BUKAN MERUPAKAN TINDAK PIDANA”

Bahwa berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 (8 bulan setelah diperintahkan untuk melengkapi berkas perkara) bahwa Perbaikan Berkas perkara H. Naldy Haroen diterima pada tanggal 23 Juni 2016 dan masih terdapat kekurangan baik dari segi Formil dan Materiil, dengan demikian membuktikan Penyerahan Kekurangan Berkas Perkara H. Naldy Haroen cacat prosedur, dimana melebihi jangka waktu yang ditentukan yakni maksimal 14 (empat belas) hari. Apabila merujuk kepada surat Kejaksaan Tinggi tanggal 26 November 2015 dan surat kejaksaan tinggi tanggal 4 agustus 2016, terdapat tenggang waktu 8 (delapan) bulan guna melengkapi berkas perkara dari Kepolisian kepada Kejaksaan.

Bahwa kuat dugaan telah terjadi PENYALAHGUNAAN kewenangan dikarenakan kuat dugaan Penyidik dalam melengkapi kekurangan berkas Perkara kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta B5276/0.1.1/Epp.1/08/2016 tertanggal 4 Agustus 2016 (copy terlampir) CACAT HUKUM, dikarenakan telah melebihi jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana ditentukan dalam Pasal 138 ayat (2) KUHAP (kurang lebih 8 bulan dalam melengkapi kekurangan berkas Perkara), dan berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No. B-7163/0.1.1/Epp.1/11/2015 tertanggal 26 Nopember 2015 (copy terlampir), Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menentukan sikap bahwa “HUBUNGAN HUKUM YANG DILAPORKAN OLEH PELAPOR BUKANLAH TERMASUK TINDAK PIDANA PENIPUAN MELAINKAN KEPERDATAAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN MASALAH WANPRESTASI”, serta diperkuat melalui Surat dari BARESKRIM MABES POLRI Nomor B/4284/WAS/VI/2016/Bareskrim tertanggal 30 Juni 2016 (copy terlampir) telah memerintahkan bahwa “MENGHENTIKAN PENYIDIKAN DENGAN ALASAN BUKAN MERUPAKAN TINDAK PIDANA”.

Berdasar pada analisa diatas, maka jelas penyerahan berkas perkara dari Termohon kepada Jaksa Penuntut Umum adalah cacat hukum, mengingat telah melewati jangka waktu yang telah ditentukan oleh KUHAP, untuk itu penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak sah.
 
7. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM

1. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.

2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

3. Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’

4. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).

5. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :

ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

– dibuat sesuai prosedur; dan

– substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.

6. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :

Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah

Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan.

7. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.


III. PETITUM

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;

2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Reserse Kriminal Umum adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;

4. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;

5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;

6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara a quo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa Permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Jakarta, 28 September 2016

Hormat kami,
Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada kantor hukum
S A & P


Meterai Rp. 10.000,-
Ttd.

DR. (can) S A, SH., MH.


________________
Reference:

1. "CONTOH GUGATAN PRAPERADILAN", www.saplaw.top., Diakses pada tanggal 5 Maret 2023, Link: https://www.saplaw.top/contoh-gugatan-praperadilan/


Massachusetts Court Jurisprudence: Wedding Ring Must Be Returned If Marriage is Void

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " A Young Woman From England, Falls In Lo...