(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Dasar Dan Alasan Hukum Mengajukan Kasasi Perdata", "Dasar Hukum Dan Alasan Mengajukan Banding Perkara Perdata" dan "Dasar Hukum Gugatan Perdata Wanprestasi Dan PMH", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Dasar Dan Alasan Hukum Mengajukan Peninjauan Kembali Perdata'.
Sejarah dan Pengertian Upaya Hukum Peninjauan Kembali
Konsep yang serupa dengan Peninjauan Kembali (PK) telah ada ketika Indonesia masih berada dalam kekuasaan pemerintah Hindia Belanda (1847-1940). Pada masa itu konsep memeriksa kembali suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dikenal dengan istilah Herziening van Arresten en Vonnissen dengan lembaga herziening sebagai pelaksana proses pemeriksaan. Ketentuan pelaksanaan herziening diatur dalam Het Reglement op de Strafvordering yang merupakan hukum acara pidana yang berlaku di pengadilan Raad van Justitie (RVJ) pada masa Hindia Belanda.[1]
Istilah peninjauan kembali dalam perundang-undangan nasional mulai dipakai pada Undang-Undang No 19 tahun 1964 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Dalam pasal 15 undang-undang tersebut disebutkan bahwa "Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat dimohon peninjauan kembali, hanya apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan, yang ditentukan dengan undang-undang". Permohonan PK dalam sistem peradilan umum di Indonesia diterima oleh Mahkamah Agung melalui Lembaga Peninjauan Kembali (Lembaga PK). Pada perkembangannya, keberadaan Lembaga PK dalam sistem peradilan di Indonesia mengalami tahap pasang-surut dalam arti kadang aktif kadang tidak. Sekitar tahun 1970-an, Lembaga PK menjadi tidak aktif. Lembaga PK kembali aktif dalam sistem peradilan Indonesia pada tahun 1980-an setelah terkuak kasus peradilan "Sengkon-Karta" yang menghebohkan dunia hukum Indonesia saat itu.[2]
Pengertian Peninjauan Kembali, adalah suatu upaya untuk memeriksa dan mementahkan kembali suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, guna membatalkannya. Permohonan peninjauan kembali tidak menghalangi jalannya eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.[3]
Peninjauan Kembali (PK) adalah 'suatu upaya hukum yang dapat ditempuh ... dalam suatu kasus hukum tertentu dan biasanya kasus hukum tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde)'. Peninjauan kembali (PK) dapat dilakukan dalam perkara pidana maupun perdata.[4] Dalam konteks hukum Perdata, penulis memahami upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) sebagai lembaga peradilan luar biasa yang bisa diakses oleh Pihak pencari keadilan dalam hal adanya ketidakpuasan terhadap putusan perkara perdatanya yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dasar Hukum Peninjauan Kembali
Adapun dasar hukum dari upaya hukum Peninjauan Kembali ini di antaranya yang paling utama adalah sebagai berikut:
- Undang-undang No.: 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
- Undang-undang No.: 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung; dan
- Undang-undang No.: 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Alasan Hukum Pengajuan Upaya Hukum Peninjauan Kembali Perdata
Dalam putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, upaya hukum PK dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut (Pasal 67 UU Mahkamah Agung):[5]
- Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
- Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
- Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
- Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
- Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
- Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Alasan-alasan hukum pengajuan upaya hukum PK di atas sepengalaman penulis sifatnya komplementer, artinya beberapa saja terpenuhi sudah cukup, tidak harus terdapat semuanya.
Pasal 69 Undang-undang Mahkamah Agung juga mengatur terkait dengan jangka waktu. Tenggang waktu pengajuan permohonan uapaya hukum PK yang didasarkan atas alasan tersebut di atas adalah 180 hari untuk:[6]
- Yang disebut pada huruf 'a' sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
- Yang disebut pada huruf 'b' sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
- Yang disebut pada huruf 'c', 'd', dan 'f' sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
- Yang tersebut pada huruf 'e' sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
____________________
References:
1. "Peninjauan Kembali", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 23 Juni 2023, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Peninjauan_kembali
2. Ibid.
3. "Catat! Ini 2 Macam Upaya Hukum Perdata", www.hukumonline.com., Diakses pada tanggal 23 Juni 2023, Link: https://www.hukumonline.com/klinik/a/catat-ini-2-macam-upaya-hukum-perdata-lt63f6adcfdd1bf/
4. "PENINJAUAN KEMBALI (PK)", konspirasikeadilan.id., Fepi Patriani, Diakses pada tanggal 23 Juni 2023, Link: https://konspirasikeadilan.id/artikel/peninjauan-kembali-pk4555
5. "Aturan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Perkara Perdata", www.hukumonline.com., Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H., Diakses pada tanggal 23 Juni 2023, Link: https://www.hukumonline.com/klinik/a/aturan-permohonan-peninjauan-kembali-perkara-perdata-lt4a0bd93d0f7ac/
6. Ibid.