Tim Hukumindo
Sebagaimana
telah kita lewati kuliah sebelumnya berjudul: ‘Penggolongan Delik’, selanjutnya dalam kesempatan ini akan dibahas
mengenai elemen-elemen delik.
Bertalian
dengan perumusan delik yang mempunyai sejumlah elemen, di antara para ahli
mempunyai jalan pikiran yang berlainan. Sebagian pendapat membagi elemen
perumusan delik secara mendasar saja, dan ada pendapat lain yang membagi elemen
perumusan delik secara terperinci.[1]
Elemen Delik Secara Mendasar
Pembagian
secara mendasar di dalam melihat perumusan delik hanya mempunyai dua elemen
dasar yang terdiri atas:[2]
- Bagian yang objektif menunjuk delik terdiri dari perbuatan (een doen of nalaten) dan akibat, yang merupakan kejadian yang bertentangan dengan hukum positif sebagai anasir yang melawan hukum (onrechtmatig) yang dapat diancam dengan pidana; dan
- Bagian yang subjektif merupakan anasir kesalahan daripada delik.
Menurut
van Apeldoorn dalam Bambang Poernomo, elemen delik itu terdiri dari elemen
objektif yang berupa adanya suatu kelakuan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatig/wederrechtelijk) dan elemen
subjektif yang berupa adanya seorang pembuat (dader) yang mampu bertanggungjawab atau dapat dipersalahkan (toerekeningsvatbaarheid) terhadap
kelakuan yang bertentangan dengan hukum itu.[3]
Kiranya
sesuai sekali dengan apa yang diuraikan oleh van Bemmelen dalam Bambang
Poernomo yang menyatakan bahwa elemen-elemen dari delik dapat dibedakan
menjadi: Elementen voor de strafbaarheid
van het feit terletak dalam bidang objektif karena pada dasarnya menyangkut
tata kelakuan yang melanggar hukum, seterusnya mengenai elementen voor de strafbaarheid van de dader terletak dalam bidang
subjektif karena pada dasarnya menyangkut keadaan/sikap batin orang yang
melanggar hukum, yang kesemuanya merupakan elemen yang diperlukan untuk
menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana yang diancamkan.[4]
Elemen Delik Secara
Terperinci
Adapun
pembagian elemen delik secara terperinci melihat delik didasarkan atas susunan
isi perumusan dari tiap-tiap delik yang bersangkutan, sehingga secara
alternatif setiap delik harus mempunyai elemen yang pada umumnya sesuai dengan
luasnya isi rumusan delik yang berkembang dalam ilmu pengetahuan. Tidak
terdapat satu kesatuan doktrin dari para ahli dalam menentukan pembagian
perincian elemen dalam sesuatu delik.[5]
Menurut
Hazewinkel Suringa dalam Bambang Poernomo, di dalam suatu delik dimungkinkan
adanya beberapa elemen yaitu:[6]
- Elemen kelakuan orang;
- Elemen akibat, yang ditetapkan dalam rumusan undang-undang karena pembagian delik formil dan materiil;
- Elemen psikis, seperti ‘dengan maksud’ atau ‘dengan sengaja’ atau ‘karena kealpaannya’;
- Elemen objektif yang menyertai keadaan delik seperti elemen ‘di muka umum’;
- Syarat tambahan untuk dapat dipidananya perbuatan, seperti dalam Pasal 164 dan 165 disyaratkan apabila kejahatan terjadi;
- Elemen melawan hukum (wederrechtelijkheid) sebagai elemen yang memegang peranan penting, seperti dalam Pasal 167 dan 406.
_________________________________
|
1. “Asas-asas
Hukum Pidana”, Prof.
DR. Bambang Poernomo, S.H., Ghalia
Indonesia, Jakarta, Terbitan Keenam, 1993, Hal.: 103.
2. Ibid.
Hal.: 103.
3. Ibid.
Hal.: 103.
4. Ibid.
Hal.: 103.
5. Ibid.
Hal.: 103.
6. Ibid.
Hal.: 104.